Wasiat Terbaru Ustadz Abu Bakar Ba'asyir untuk Para Mujahid

7.12.09

SERPIHAN DARUL ISLAM

SETELAH Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo, Proklamator Negara Islam
Indonesia tiada, imam NII dipegang Kahar Muzakkar sampai tahun 1965.
Kemudian dilanjutkan Daud Beureuh atau Tengku Muhammad Daud Beureueh hingga
tahun 1980. Akan tetapi, setelah para tokoh utama meninggal dunia dan
pimpinan beralih ke angkatan berikutnya, mulailah terjadi perselisihan
pendapat dan paham tentang siapakah yang berhak dan pantas melanjutkan tugas
sebagai pemimpin Negara Islam Indonesia, DI-TII.

Sekitar tahun 1978-1979, Darul Islam pecah ke dalam dua kubu. Pertama, kubu
Jamaah Fillah, diketuai oleh Djadja Sujadi. Kedua, Jamaah Sabilillah,
dipimpin oleh Adah Djaelani Tirtapradja. Kedua tokoh ini merupakan petinggi
militer TII, sebagai Anggota Komandemen Tertinggi (AKT) yang diangkat
langsung oleh Kartosoewirjo. Karena "tidak boleh ada dua Imam", Djadja
Sujadi dibunuh oleh Adah Djaelani.

Adah Djaelani dimasukkan ke penjara pada tahun 1980 dan perpecahan dalam
Jamaah Sabilillah tak dapat dicegah. Darul Islam terburai menjadi beberapa
kelompok dengan ketuanya masing-masing. Celakanya, pimpinan kelompok yang
satu dengan lainnya saling membatalkan dan saling tidak mengakuinya.

Di antara buraian itu, ada satu kelompok yang dipimpin oleh Abdullah Sungkar
dan mempunyai pengaruh luas. Basis kekuasaannya meliputi Jawa Tengah,
terutama Solo dan Yogyakarta. Kelompok ini menjadikan Pondok Pesantren
Ngruki di Solo sebagai basis pengkaderan. jamaahnya, Kemudian ditebar ke
berbagai wilayah bila dianggap telah mampu. Banyak kadernya yang sudah
tersebar di berbagai wilayah dan berusaha menghidupkan kembali gerakan Darul
Islam. Salah satunya ialah yang bergabung dengan Warsidi di Talangsari,
Cihideung, Lampung.

Kelompok Atjeng Kurnia, wilayahnya meliputi Bogor, Serang, Purwakarta, dan
Subang. Sementara Ajengan Masduki membangun kejamaahan di Jakarta dan
Lampung. Pembinaan terhadap jamaahnya bukan hanya dalam aqidah, syari 'ah,
dan siyasah, melainkan juga dalam bidang militer. Sebagai instruktur diambil
dari mereka yang sudah pernah terjun di dalam Perang Mujahidin Afghanistan.

Masih ada seorang tokoh tua yang bernama Abdul Fatah Wirananggapati. Tokoh
ini, juga punya pengikut yang cukup banyak dan tersebar di berbagai daerah.
Wirananggapati bukan hanya seorang tokoh tua, dialah pembuka simpul
tersebarnya Darul Islam hingga ke tanah rencong, Aceh, pada masa
Kartosoewirjo masih ada.

Di antara serpihan-serpihan Darul Islam itu, ada seorang tokoh bernama Gaos
Taufik yang membangun pengaruhnya di Sumatera. Pengikut Gaos dipersiapkan
menjadi jundullah atau tentara Allah di daerah pedalaman Sumatera,
kalau-kalau suatu waktu terjadi revolusi di Indonesía. Kelompok ini
disebut-sebut mempunyai hubungan erat dengan mujahidin Moro di Filipina dan
mujahidin Pattani di Thailand.

Tahun 1990-an, terjadi lagi perselisihan paham dalam tubuh Darul Islam.
Ketika itu, Adah Jaelani melimpahkan kekuasaannya kepada Abu Toto atau Toto
Salam. Menurut beberapa sumber, Toto Salam tidak pernah terdaftar sebagai
anggota DI, tetapi selalu memakai nama NII. Dengan segala kemampuannya, ia
melanjutkan pewarisan kepemimpinan Darul Islam yang membawahi jamaah sekitar
50.000 orang. Di bawah pengaruhnya, Abu Toto mendirikan Al-Zaytun, sebuah
mega proyek Pondok Pesantren, di Desa Mekar Jaya, Haurgeulis, Indramayu,
Jawa Barat. Mega proyek yang menempati "ribuan" hektare tanah ini, membuat
iri
beberapa tokoh Darul Islam lainnya.

Sejak itu, sesungguhnya sendi-sendi moral perjuangan Darul Islam sudah
terpuruk dan meringkuk. Kesatuan perjuangannya tidak lagi mengental, tetapi
buyar bersama ambisi pribadi-pribadi. Karena itu, apa yang dikenal rakyat
Indonesia tentang Darul Islam di kemudian hari, sesungguhnya ialah Darul
Islam produk dari manusia-manusia yang kurang berkualitas. Darul Islam masa
kini ialah Darul Islam produk sempalan-sempalan NII yang senantiasa
mengklaim dirinya sebagai "pewaris tunggal" penerus Kartosoewirjo.

* * *


ADUL FATAH WIRANANGGAPATI
Seorang santri yang ingin jadi tentara. Pemegang amanah KUKT dari SM.
Kartosoewirjo, sejak tahun 1949 hingga sekarang.


ABDUL Fatah Wirananggapati, menyiratkan seorang tokoh Darul Islam tulen.
Sebagai seorang Darul Islam ia mengatakan bahwa hingga kini dirinya belum
pernah menyerah. Pria kelahiran Kuningan 1923 ini, kendati telah berusia
lanjut, kata-katanya menyiratkan semangat Darul Islam yang tak pernah lelah,
apalagi kalah. Semangatnya dibangun di atas kakinya yang tetap tegak,
menyangga seonggok tubuhnya yang tinggi ramping, gambaran seorang tokoh yang
lebih mementingkan isi kepala dibanding isi perutnya. Oleh sebab itu, ringan
tubuhnya masih terlihat dari cara kakinya melangkah dengan cepat, secepat
kata-katanya bila berbicara.

Cita-citanya untuk menjadi tentara terkabul ketika santri ini bertemu SM
Kartosoewirjo di hutan Loyang, Jatibarang, Jawa Barat, tahun 1951. Saat itu,
Kartosoewirjo tengah menggalang kekuatan, menyusun barisan untuk meneguhkan
berdirinya NII yang belum lama ia proklamirkan. Imam besar Darul Islam itu
menjadikan Wirananggapati sebagai seorang Tll berpangkat kolonel. Suatu
pangkat yang tak mudah diperoleh, bahkan bagi orang-orang dekat
Kartosoewirjo sekalipun. Inilah yang membuat iri hati tokoh DI lainnya,
seperti Adah Djaelani dan Haji Abidin atau Ajengan Masduki. Adah Djaelani
merupakan seorang pejabat Anggota Komandement Tertinggi (AKT) dan termasuk
salah seorang saksi sejarah ketika Kartosoewirjo memproklamasikan berdirinya
NII di negeri ini.

Kepada Abdul Fatah Wirananggapati, sang Imam tak cuma memberi pangkat
kolonel. Kartosoewirjo malah mengangkatnya menjadi pejabat KUKT (Kuasa
Usaha Komandement Tertinggi), suatu jabatan yang setara dengan AKT (Anggota
Komandemen Tertinggi) atau KSU (Kepala Staf Umum) yang kelak pada situasi
tertentu bisa mewakili atau malah menggantikan kedudukan Kartosoewirjo
sebagai imam NII.

Lebih jauh tentang Abdul Fatah Wirananggapati. Berikut petikan wawancaranya.

Sebagai pejabat KUKT tugas Bapak sebenarnya apa ?
Sebagai penghubung di dalam ataupun di luar negeri. Untuk tugas diplomatik
ke luar, saya pikir, lebih dulu harus menata urusan dalam negeri. Percuma
kalau dalam negeri belum beres. Oleh sebab itu, saya segera konsolidasi
dengan tokoh-tokoh Islam di daerah yang punya semangat sama. Di Aceh ada
Tengku Daud Beureueh,
seorang pemimpin daerah yang disegani oleh Pemerintah RI, selain oleh
kalangannya sendiri. Ke sana saya menemuinya dan menjelaskan bahwa negara
Islam telah lahir di Indonesia bernama NII dan telah diproklamasikan oleh
Kartosoewirjo, pada 7 Agustus 1949.

Apa komentar Tengku Daud Beureueh, ketika itu ?
Alhamdulilllah. Sebab sebelum itu Tengku mengatakan mau mengadakan
pemberontakan kepada RI. Saya bilang, sekarang kan sudah ada Negara Islam
Indonesia, mengapa tidak bergabung saja dengan NII yang sudah
diproklamasikan oleh Imam Kartosoewirjo. Kalau Tengku berontak, bughot
jadinya. Tapi, kalau Tengku bergabung dengan NII tidak kena hukum bughot.
Mendengar pertimbangan itu, Daud Beureueh senang dan langsung menyatakan
ingin mendukung. Dia segera dibaiat sebagai Panglima NII Divisi V Cik Di
Tiro. Di saat yang hampir bersamaan, Pemerintah RI mengirim beberapa utusan
ke Aceh untuk merangkul Tengku Daud Beureueh, tetapi mereka tidak berhasil.
Karena tokoh Aceh itu sudah bergabung dengan Negara Islam Indonesia.

Alasan Bapak, mengapa ke Aceh dan bukan ke daerah lain ?
Karena Aceh sebagai daerah Serambi Mekah, daerah Islam. Untuk kepentingan
diplomasi ke Luar Negeri, melalui Aceh lebih dekat atau malah lebih mudah.
Setidaknya, bila ingin, misalnya ke Malaka, Penang, Trenggano, Johor, atau
ke Negeri Sembilan Malaysia, akan lebih efektif. Aceh menjadi prioritas,
karena saat itu Tengku Daud sudah siap-siap hendak bughot-menyerang
Pemerintah RI. Untung belum terjadi sehingga bisa diajak ke NII.

Setelah itu Bapak ke mana ?
Kembali ke Jakarta. Saya mau pulang sendiri, tetapi tidak boleh. "Panglima
harus dikawal dan diantar", kata Tengku. Dalam perjalanan kembali ke Jakarta
itu saya diantar oleh Mayor Ilyas Lebai atas perintah Tengku Daud. Saya
dibawa ke rumah Hasan Gayo di Mangga Besar II, Jakarta. Hasan Gayo ini
ternyata mata-mata RI dan diam-diam melaporkan, sehingga saya ditangkap.
Siang malam saya diperiksa dan didakwa melakukan kejahatan politik. Seluruh
dokumen disita, dijadikan bukti. Akhimya, saya dibuang ke Nusakambangan
hingga 1962.

Siapa saja dari kalangan DI yang menyerah ?
Semua pasukan DI pendukung Pak Karto, termasuk Adah Djaelani itu. Setelah
Pak Karto tertangkap, keadaan memang berubah dan menjadi kacau. Saya juga
disuruh menyerah, tetapi saya tidak mau. Akhirnya, saya dikucilkan oleh
mereka. Jadi, ketika Ali Murtopo membagi-bagi kue Orde Baru untuk membungkam
orang-orang DI, saya tidak diajak serta. Dan, akhirnya orang-orang DI yang
menyerahkan diri itu umumnya kaya. Malah termasuk Adah Djaelani, punya
perusahan dan apartemen besar di Jakarta.

Setelah keluar dari Nusakambangan, kegiatan Bapak apa ?
Saya kembali ke masyarakat dan menjadi guru ngaji. Lain dengan mereka,
umpamanya Danu, Ateng, H. Abidin, dan lain-lain lagi, mereka rata-rata
menjadi pengusaha. Menurut saya DI harus diperjuangkan dengan mempertajam
ilmu pengetahuan dan mempertinggi akhlak. Oleh karena itu, saya lebih
memilih jadi guru ngaji. Karena dengan cara inilah, kader-kader baru DI bisa
menjadi berkualitas di masa depan.

Bagaimana dengan tokoh muda DI sekarang ?
Mereka orang-orang yang semangatnya tinggi, hanya saja akhlaknya mesti
dijaga, masih payah. Contohnya, Nurhidayat. Kalau dia bisa menjaga
akhlaknya, mungkin dia bisa menjadi kader yang baik. Nurhidayat itu harus
bertobat. Lihatlah, dia itu di mana-mana membuat susah orang, karena ulahnya
membuat gerakan di Lampung 1989 itu. Saya sudah melarang supaya tidak
membuat gerakan di Lampung, tapi dia nekat. Akhirnya banyak orang dibuat
menderita, terutama orang-orang yang dia datangi di Bandung. Mereka itu
binaan saya dan semuanya ditangkap.

Mengapa Bapak melarang kelompok Nurhidayat ke Lampung ?
Mereka ke Lampung itu harus punya alasan dan aturan yang jelas. Di Lampung
itu mau apa? Untuk apa membuat gerakan di sana? Pemimpinnya siapa. Saya pun
tidak mengenalnya. Kalau untuk dakwah seharusnya mereka mempertinggi akidah
dan keilmuan, bukan mempersiapkan diri untuk gerakan perang seperti itu.
Dalang kerusuhan Lampung itu Nurhidayat yang menghasut Warsidi. Jadi,
Nurhidayat itu anak durhaka yang ambisius. Karena geger Talangsari itu, saya
ikut terseret masuk bui lagi dengan tuduhan sebagai tokoh DI di balik
Nurhidayat.


Bapak bangga jadi tokoh NII ?
Tentu saja sebab NII tidak hanya milik DI, tetapi milik semua kita orang
Islam. Lihatlah naskah proklamasinya. Di sana ada Syahadat, Basmalah, dan
Hamdalah. Itu kan milik semua orang Islam. Masalah negara bagi saya bukan
soal nama, tetapi masalah Daulah. Daulah Islam dan berlaku tegaknya hukum
Islam. Itu saja.

Siapa sesungguhnya yang paling berhak menggantikan Kartosoewirjo ?
Sebenarnya sudah ada undang-undang dan Anggaran Dasar NII. Bila Imam
berhalangan, maka calon penggantinya haruslah orang yang cakap dan
purbawasesa. Mereka diambil dari AKT, KSU, dan KUKT. Di antara mereka
diambil yang tertua. Menurut saya Adah Djaelani cocok. Tapi, Adah sudah
menyerah. Oleh karena itu, maka harus diserahkan kepada yang belum menyerah.
Kiai Masduki juga cocok, karena diajuga tokoh tua. Apalagi dia hafal
Alquran, tetapi akhlaknya kurang baik untuk ukuran seorang imam. Contohnya,
di depan orang lain dia menyatakan Abdul Fatah Wirananggapati paling cocok
menjadi imam, tetapi di belakang, dia menyusun kekuatan sendiri. Itu kan
namanya kurang baik dan tidak benar. Akhirnya terbukti, di antara mereka ada
konflik dan pecah menjadi tiga kelompok. Adah Djaelani berkelompok dengan
Toto Abu Salam. Tachmid dengan Mia Ibrahim, sedangkan Ajengan Masduki dengan
Gaos Taufik. Gaos, katanya berbaiat dengan Daud Beureuh.


Berapa kira-kira jumlah anggota atau pendukung NII sekarang ?
Saya tidak tahu, tapi pendukung secara ideologis, saya kira sekarang ini
meliputi hampir semua orang Islam. Mereka menunggu tegaknya Darul Islam.
Sesungguhnya masih banyak, seperti Suryanegara Mansyur. Dia itu kan orang
NII, kalau tidak mau dibilang tokoh NII.

* * *


ABDULLAH SUNGKAR
Kiai Abdullah Sungkar, mempunyai ciri khas yang hingga kini masih melekat di
ubun-ubun bekas para santri dan pengikutnya. la pantang mengatakan benar,
bila apa yang dilihatnya salah. Pemerintahan Soeharto, acap kali dibuat
kalang kabut dengan pernyataan-pernyataannya yang dinilai banyak kalangan,
terlalu keras dan ekstrem.

SUATU hari, subuh. Di mesjid kecil, sisi Timur kompleks Kusumoyudan, kampus
Universitas Tjokroaminoto, Jl. Asrama No.22, Surakarta, seorang ustad
berapi-api, menghangatkan suasana subuh yang hanya dihadiri tak lebih 8
orang. "Memang dimulai dari sedikit, lama-lama akan menjadi banyak," kata
sang ustad, menggembirakan pengurus mesjid yang berkali-kali minta maaf atas
sepinya peserta kuliah subuh itu.

Pada kali yang lain, bersama istri dan anaknya, sang ustad pagi-pagi sudah
sampai di panti anak-anak tuna netra. Ke sana, sang ustad membawa lontong
untuk dimakan bersama-sama dengan penderita tuna netra itu, sambil
mendengarkan ceramah yang juga disampaikannya dengan berapi-api. Entah sudah
berapa kali, ustad ini tetap menyalakan api khotbahnya pada keadaan apa pun,
sepi atau ramai, dilihat orang atau tidak. Dialah K.H. Abdullah Sungkar,
tokoh NII yang mempunyai perawakan tegap, berkulit putih, bersih.
Kata-katanya selalu memompakan semangat yang tak mengenal aroma basa-basi
dalam setiap hujah ceramahnya.


Ceramah-ceramah Abdullah Sungkar dinilai banyak kalangan bernada keras dan
membahayakan. la tak pernah ragu mengkritik pemerintah di saat banyak orang
tak lagi berani bersuara. Bagi Sungkar, berkata benar adalah keniscayaan,
sekalipun harus dibayarnya dengan sering keluar masuk tahanan. Itu sebabnya
setiap berkhotbah, tak hanya pengikutnya yang hadir tetapi para intel gelap
juga tak pernah ketinggalan.


Karena itu, nama Abdullah Sungkar senantiasa tercatat paling atas sebagai
tokoh ekstrem kanan yang harus diberangus dan diringkus. Tak aneh bila ia
tiba-tiba menghilang dan berkucing-kucingan dengan aparat.

Bersama Abu Bakar Ba'syir, ia mendirikan Pesantren Al-Mukimin di Solo
Selatan, pada awal 1973. Pesantren ini dilengkapi dengan pendidikan sekolah
umum dan sebuah studio Radio Dakwah Islam (Radis). Pesantrennya maju pesat,
begitu juga dengan radionya. Inilah pesantren Ngruki yang pernah berjaya di
tengah sempitnya Abdullah Sungkar memperjuangkan keyakinannya.


Pada suatu hari, ketika rencana penangkapan Abdullah Sungkar dilakukan di
Pesantren Ngruki. Sejumlah petugas sudah berjaga-jaga di sekeliling pondok.
Sebagian lain memasuki pondok untuk menggerebek dan menangkap Kiai Sungkar.
Konon, dengan mengenakan kain.sarung dan dibonceng sepeda motor, Abdullah
Sungkar keluar melalui pintu gerbang pondok yang dijaga ketat petugas
keamanan. la keluar Pondok Ngruki, kemudian dengan naik bus langsung ke
Jakarta.


Itulah hari terakhimya di Surakarta, hari terakhir di Pondok Pesantren
Al-Mukmin Ngruki yang dibangunnya. Suatu pelarian yang fantastis. Di sebuah
tempat di Malaysia, ia bercerita kepada penulis bahwa di saku kemejanya
hanya ada uang Rp 10.000,00. Dengan bekal Rp 10.000,00 itulah ia berangkat
ke Jakarta, kemudian ke Pakanbaru (Riau) dan menyeberang hingga ke Malaysia.

Ada juga versi cerita yang lain. Sebelum ke Malaysia, Abdullah Sungkar
disembunyikan oleh "Kelompok Condet", yaitu kelompok pengajian yang
dibinanya atau yang berada di bawah pengaruhnya. Mereka adalah kader-kader
muda pelanjut estafet perjuangan Negara Islam Indonesia. Tokoh-tokohnya,
antara lain Aus Hidayat, Ibnu Thoyyib, Haryono, Dodi Achmad Busubul,
Mukhliansyah, dan Nurhidayat. Nama terakhir ini pada tahun 1988 disetujui
sebagai "Imam Musafir" yang berencana membangun poros Jakarta-Cihideung,
Talangsari. Teman-teman Imam Musafir itu, antara lain Sudarsono, Fauzi
Isnan, Sukardi, Maulana Latif, Alex, dan Joko yang kesemuanya berhubungan
kerja untuk membangun "basis perjuangan" di atas konsep "perkampungan Islam"

Warsidi di Cihideung, Talangsari, Lampung.


Di Malaysia, Abdullah Sungkar mula-mula memilih tempat persembunyian yang
jauh dari kota besar. Nyaris di pedalaman dan tidak banyak yang tahu. la
kemudian
disusul oleh 'sahabatnya' pendiri Pondok Pesantren Al-Mukmin, yaitu Abu
Bakar Ba'asyir, sama-sama menyembunyikan diri di antara petani di pedalaman
Malaysia itu.


Tidaklah gampang mencari jejak para pelarian politik yang bersembunyi di
negara asing. Di negara itu, mereka mendapat perlindungan penuh dari
pemerintah setempat. Begitu juga dengan Abdullah Sungkar dan Abu Bakar
Ba'asyir. Tetapi, melalui jasa-jasa baik A.Halim Abbas dan Helmi Al-Mascaty
dari Jamaah Al-Arqam Malaysia, kedua orang Islam yang bersembunyi itu
berhasil ditemukan penulis.

Kami berangkat dengan sebuah mobil mewah berwarna hitam, dari Kuala Lumpur
menuju ke Negeri. Sembilan. Melewati hutan lebat dan sejumlah perkampungan,
sampailah kami di sebuah gubuk di tepi jalan kecil. Menjelang magrib ketika
itu ada dua orang lelaki dengan jenggot dan kumis serta cambang yang sudah
memutih, mendorong gerobak kecil berisi sejumlah alat pertanian ada dalam
gerobak itu. Tak salah lagi, merekalah dua tokoh 'Ngruki' yang kami
cari-cari itu.


Abdullah Sungkar langsung menyampaikan kritiknya dengan menunjukkan
ayat-ayat Alquran yang siap dibukanya seketika itu juga. "Saya hanya minta
satu kepada pemerintah. Tolong berikan saya tempat, satu pulau kecil saja.
Saya akan membina pemukiman Islam dan insya Allah akan menjadi contoh
seperti apa Islam
yang benar itu," katanya. la masih belum percaya ketika dikatakan bahwa
pemerintah sudah 'berubah'. Semua tahanan ekstrem kiri dan kanan sudah
dibebaskan oleh Pemerintah Habibie. la tetap tidak percaya.

Beberapa hari dari pertemuan itu, kedua orang tersebut bergegas ke Airport.
Masing-masing dengan kopornya. Mereka menyempatkan diri berfoto ria sebelum
terbang menuju Arab Saudi.


Sejak itulah nama Abdullah Sungkar tak lagi banyak disebut orang. Pada awal
tahun 2000, Sungkar diam-diam kembali ke Indonesia. Baru beberapa bulan
tinggal di Bogor, Jawa Barat, ia menderita sakit dan meninggal dunia. Inna
Lillahi wa inna Ilaihi raji'un.

Dialog Dengan Abu Rusdan :Bedakan, Jihad dengan Terorisme

Detasemen Khusus 88 Antiteror kembali mengungkap jaringan terorisme dengan menangkap beberapa orang di sebuah rumah di Jalan Dwikora Nomor 2110 Palembang. Atas penangkapan itu, nama JI kembali terseret dan diduga ada dibelakangnya.

Dari pengungkapan itu, Densus berhasil menemukan 20 bom, 16 di antaranya siap ledak, serta puluhan kilogram bahan peledak yang disembunyikan di plafon rumah.

Benarkah JI kembali terlibat? tim Trijaya dalam acara Jakarta First Channel (JFC) telah melakukan perbincangan dengan mantan terdakwa yang dituduh sebagai anggota JI Thoriqudin alias Abu Rusdan alias Hamzah.

Dalam perbincangan itu, Abu Rusdan kembali menegaskan kalau JI tidak ada kaitannya dengan tindak kekerasan seperti yang dialamatkan sejumlah pengamat.

Menurutnya, JI adalah jaringan Islam yang tidak menganut kekerasan. Kalaupun ada yang mengatasnamakan JI, itu hanya segelintir orang yang ingin menjatuhkan nama JI.

Berikut petikan wawancaranya:

Mungkin Anda mengikuti tertangkapnya dua orang di Palembang. Anda yang pernah mendapat tuduhan sebagai anggota Jaringan Islamiya (JI) melihat ini bagaimana?

Kalau apa yang saya pahami, JI adalah sebagai institusi, sebenarnya tidak pernah terlibat masalah terorisme dimanapun juga. Mungkin ada pihak tertentu yang terlibat tindak kekerasan dalam bahasa yang dikenal masyarakat sebagai terorisme, dan mengaku sebagai JI. Saya tidak paham bagaimana mereka mengaitkannya. Sebab, yang saya pahami JI adalah kegiatan-kegiatan keislaman yang berhubungan dengan Abdullah Sungkar (alm) itu tidak ada kaitannya dengan tindak kekerasan.

Menurut Anda Pandangan soal JI mengarah kepada terorisme?

Jadi begini. Masalahnya komplek, kita harus telusuri dari awal, ada sekelompok pemuda muslim yang mereka itu dididik untuk jihad di Afghanistan. Semangat jihad dan kemampuan secara teknis menggunakan senjata dan bahkan bahan peledak itu memerlukan ruang untuk mempraktekkan itu, sementara kondisi sosial, ekonomi, dan budaya tidak memungkinkan itu berkembang.

Apa yang terjadi di Palembang, ada bahan bom yang dirakit. Dengan itu, apa Noordin M Top sekarang cukup leluasa merencanakan serangan?

Kalau kita teliti jujur dan apa adanya seperti di Palembang, belum ada action, hanya semacam mengumpulkan bahan-bahan, itu kalau benar. Apa yang kita dengar di media masa atau pengumpulan senjata, bahan peledak, apalagi katakanlah kelompok Noordin M Top, orang biasa saja melakukan hal itu hari ini bisa, hanya karena kebetulan orang yang memegang, dicurigai ada hubungannya dengan Noordin, maka persoalannya menjadi lain.


Sekarang ini Amrozi akan di eksekusi, apakah benar akan ada semacam balas dendam dari JI "garis keras" jilid dua?

Kalau kita berbicara JI itu sebenarnya tidak ada garis keras dan lunak, JI ya JI. Artinya, kalau ada yang membagi, saya pikir adalah pengamat yang tidak paham mengenai apa yang terjadi di tubuh JI, baik dari pengamat swasta atau yang lain. Adapun ada jilid dua atau ada dendam itu tidak kita kenal dalam ajaran islam, artinya, siapapun yang berkomitmen dengan prinsip dasar ajaran JI tidak mungkin akan membuat tindakan balas dendam apabila, Amrozi, Mukhlas, Imam Samudra di eksekusi. Sebab, apa yang dilakukan pemerintah terhadap ikhwan bertiga adalah risiko perjuangan yang kita pahami bersama. Siapapun yang terlibat JI, yang berpegang prinsip JI tidak kenal balas dendam.

Lalu, yang Anda ketahui apakah Noordin M Top masih berada di Indonesia?

Saya tidak tahu persis. Tapi kalau semacam analisa, tempat yang paling aman bagi Noordin saat ini adalah di Indonesia hari ini.

Kenapa aman? sulit dideteksi atau bagaimana?

Pertama, selama berada di Indonesia, kemudian setelah peristiwa belakangan yang membuat beliau berada di Indonesia, mau keluar dari Indonesia juga tertutup semua. Kalau dia mau aman ada dua tempat, yang pertama di Mindanau dan yang kedua di Afganistan. Sementara ke Afganistan tidak mungkin dan ke Mindanau tidak ada beritanya. Sementara temen yang ada di Mindanau yang dicurigai sebgai bagian tindak kekerasan seperti Abdul Masin dll juga di Mindanau. Jadi kemungkinan besar Noordin ada di Indonesia, masih.


Apakah kemungkinan Noordin di Indonesia dan kemudian yang di Palembang ditangkap yang diduga terkait dengan Noordin bisa leluasa melakukan aksinya mereka, terutama menjelang pemilu?

Kalau target 2009, siapapun entah Noordin atau siapa yang mau bergerak ibadah jihad, tidak pernah mentargetkan seperti itu, apakah pemilu atau yang lain yang sifatnya adalah kegiatan politik sementara tidak pernah menjadi ukuran bagi siapaun yang terlibat dalam jihad fisabililillah untuk menjadikannya sebagai target. Kalau ada, misalnya ada yang mengaku menggunakan isu politik lokal sebagai momentum, justru kita waspada, justru mereka ditunggangi. Sebab, kaum muslimin yang bergerak di dalam jihad, sebenarnya tidak pernah berpikir masalah isu politik lokal dan lainnya.


Sebenarnya mereka tidak punya target ke pemilu? kalau begitu isu apa yang mereka perhatikan?

Jadi kalau mengikuti yang diajarkan agama Islam dalam ibadah jihad, ada langkah-langkah yang baik, menyampaikan dakwah yang benar dan sebagainya. Kalau misalnya ada sekolompok orang islam, misalnya Noordin, mereka mengunakan isu politik lokal, justru kita harus waspada apakah ditunggangi oleh kepentingan politik lokal yang mempunyai kepentingan itu.

Apakah ada semacam permainan, bisa jadi misalnya intelijen yang memperkeruh suasana?

Kita mengambil semacam perbandingan, bahwa Al- Qaidah, yang bergerak dalam jihad sudah mempunyai organisasi yang rapi dan jaringan yang rapi, itupun tidak menutup kemungkinan untuk sebuah operasi tertentu mereka bisa melaksanakan sesuatu yang tidak ditunggangi diluar kendali mereka. Apalagi di Indonesia, kita tahu sendiri, bahwa kelompok yang bergerak dalam bidang jihad yang 'menggunakan kekuatan persenjataan' itu tidak sekuat Al- Qaidah dalam oraganisasinya, perencanaanya, dan sarana dan prasarananya, sangat mungkin ditunggangi oleh kepentingan politik tertentu tanpa sepengatuan para pelakunya. Sangat mungkin.


Apakah Anda sendiri melihat, dengan menggunakan kekerasan, terorisme yang dihubungkan dengan jihad, seperti apa?

Kalau memenuhi persyaratan yang diajarkan Islam itu sah secara syariat Islam, kalau untuk itu kan perlu dikaji. Kalau tidak memenuhi persyaratan-persyaratan mereka bersemangat ibadah jihad, tapi mereka melakukan sebuah kekeliruan. Menurut pandangan saya, orang-orang seperti ini harus diberitahu, kita harus ada dialog. Memberitahu mereka jihad fisibalillah adalah ibadah kepada Allah SWT untuk melakukannya harus taat kepada Allah SWT. Jadi pengertiannya, ini adalah masalah ibadah, kalau kita mencanangkan jihad adalah ibadah itu artinya kita sudah mencanangkan sebuah tujuan. Di dalam Islam, tujuan itu yang menentukan cara, bukan tujuan yang menghalalkan cara. Kalau tujuannya ibadah kepada Allah harus mengikuti Allah SWT.

Imam Syahid Syeikh Sayyid Qutb

Nama sebenar beliau ialah Sayyid ibn Qutb Ibrahim; lahir pada tahun 1906 di Kampung Musyah, daerah Asyut, Mesir dalam sebuah keluarga yang mentaati ajaran agama serta punya kedudukan yang baik dalam masyarakat.

Kedua orang tuanya mempunyai peribadi yang baik. bapanya sangat disegani khalayak kerana banyak berbakti kepada fakir miskin, menghidupkan hari-hari kebesaran Islam melalui majlis-majlis jamuan dan tilawah al-Quran. Ibunya seorang yang solehah dan mencintai al-Quran. ini mempunyai kesan yang mendalam kepada Syed Qutb apabila dia pernah berniat dan bercita-cita untuk mempunyai suara yang lunak dan merdu seperti para qari yang memperdengarkan alunan al-Quran kepada ibunya, yang amat mencintai al-Quran. namun, taqdir Allah tidak menentukan jalan hidupnya untuk menjadi seorang qari, tetapi seorang mufassir yang agung di zamannya.

Kecerdasan minda dan akalnya menjadi tarikan dan tumpuan kepada para guru dan pendidiknya. dia, sebelum berumur 10 tahun sudah menghafal al-Quran, turut mempunyai minat membaca yang sangat tinggi, malah berani mengemukakan pertanyaan dan mengemukaka pendapat yang bernas.

Beliau seorang yang senantiasa mendampingi al-Quran sehingga berjaya memasuk kuliah Darul 'Ulum yang merupakan sebuah institusi pengajian tinggi Islam telah berjaya membentuk kefahaman Quraniyyah dan pemikiran Islam yang cemerlang. selesai pengajian, dia menceburkan diri dalam bidang keguruan dan kemudian akhirnya dipindah ke bahagian Pentadbiran Kementerian Pelajaran di Kaherah.

Apa yang tidak diketahui kebanyakan umum ialah, beliau membesar dengan sastera, termasuklah sastera Yunani dan lain-lainnya, ini juga mempengaruhi corak pemikiran beliau ketika mana membesar. malah bidangnya di Kementerian Pelajaran turut berkait rapat dengan sastera. dengannya dia menjadi terkenal sebagai seorang penulis yang prolifik bukan sahaja dalam akhbar, malah majalah-majalah sehingga beberapa pihak penerbitan terasa terancam dengannya.

Tulisan beliau pernah suatu ketika mencetuskan kontroversi di mana beliau yang terpengaruh dengan sastera Yunani mengajak orang ramai untuk mengikut budaya Yunani tidak berbaju dan berbogel. tulisan ini menyebabkan beberapa anggota ikhwan bertemu dengan Hassan al-Banna untuk diambil tindakan, namun ditegah. Hassan al-Banna mengatakan dia (Syed Qutb) mempunyai potensi.

1948, beliau dihantar oleh Kementeriannya, untuk melanjutkan pelajaran ke Amerika untuk melanjutkan pengajian dan pembelajaran di negeri yang kononnya termaju itu. Selama hampir dua tahun melakukan kajian yang mendalam dalam bidang yang berkaitan dengan pendidikan dia mendapati bahawa kehidupan di Amerika banyak mengecewakannya. dia menulis kepada sahabatnya Taufik al-Hakim, dalam suratnya; 'Amerika mempunyai segala sesuatu kecuali roh'.

1949, beliau dimasukkan ke dalam hospital kerana sakit. Suatu ketika semasa berada di dalam wad, dia mendapati orang ramai berpesta dan bersorak-sorai dengan gembira. Dia mendapati bahawa semua orang yang berpesta itu adalah orang Yahudi, lalu dia bertanya mengapa mereka berpesta. dia diberitahu bahawa, mereka (orang Yahudi) berpesta kerana seorang lelaki arab bernama Hassan al-Banna telah mati dibunuh. peristiwa itu meninggalkan impak yang mendalam ke dalam hati Syed Qutb dan membuatkannya berfikir dalam.

Apabila beliau pulang ke Mesir, beliau meletakkan jawatannya di Kementerian dan menyertai Ikhwanul Muslimin.

1951-1964 ialah suatu era kecemerlangan peralihan beliau kepada penulisan Islami yang serius di mana karya-karya agung yang menjadi warisan yang penting pada zamannya dan zaman yang mendatang. antaranya ialah Tafsir fi Zilalil al-Quran, Ma'ani fit Thariq dan sebagainya.

Penulisan tafsir fi zilalil Quran dibuat ketika mana beliau berada di dalam penjara. Beliau ditangkap oleh kerajaan kerana tuduhan yang tiada asas yang kukuh. Pagi dan petangnya beliau disiksa, dipukul dan disabotaj, malamnya beliau menyambung penulisan fi zilal. namun, meskipun penulisannya diterbitkan, ia perlu melalui pemeriksaan pihak penjara terlebih dahulu, ini menyebabkan bahasa yang digunakan oleh Syed Qutb dalam tulisannya memerlukan pemahaman dan penelitian yang rapi serta teliti. Tulisannya turut diubah oleh pihak penjara kerana dengkinya mereka.

1959, beliau dibebaskan dan mendapati bahawa tulisan beliau sudah banyak disunting dan diedit. Lalu dia membuat kajian semula terhadap penulisan tafsir fi zilalil Quran. semakan semula yang dibuat beliau hanya sempat dibuat sehingga surah Ibrahim, dan selebihnya tidak sempat disiapkan kerana kerajaan yang angkuh sekali lagi menangkap beliau.

Isnin, fajar 13 Jamadil Awal 1386 hijriyyah bersamaan 29 Ogos 1966 menjadi hari di mana beliau menemui ajalnya di tali gantung setelah disabitkan bersalah (dengan cara yang zalim) oleh mahkamah tentera yang ditubuhkan oleh kerajaan revolusi ketika itu. Hukuman tersebut dijalankan tanpa mengira bantahan dunia Islam dan menolak dengan tidak sopannya rayuan peribadi Raja Saudi, al-Marhum Faisal ibn Abdul Aziz meskipun baginda menawarkan apa sahaja yang dituntut oleh kerajaan Mesir.

nota kaki
* beliau dihukum gantung kerana kenyataan yang disalah tafsir (kerana kurangnya ilmu) dalam bukunya 'Ma'ani fit Thariq' oleh kerajaan dengan anggapan bahawa beliau (Syed Qutb) berniat untuk menggulingkan kerajaan.
* beliau disabitkan salah dan dihukum gantung dengan tuduhan di atas tanpa mendengar sebarang penjelasan daripada pihaknya, cuma dengan bertanya 'adakah ini buku anda?' dan 'adakah ini tulisan anda?' Syed Qutb rah. digantung.

As-Syahid Dr. Abdul Aziz Al-Rantisi Dalam Kenangan.

Pada hari Sabtu, 17 April 2004 kerajaan haram Israel sekali lagi mengejutkan dunia dengan pembunuhan pemimpin HAMAS, Dr Abd Aziz Ar-Rantisi selepas sebelum itu mereka juga telah membunuh As-Syahid Ahmad Yasin hanya beberapa bulan sebelumnya. Jika As-Syahid Ahmad Yasin dibunuh setelah keluar dari masjid selepas menunaikan solat Subuh, Dr Abd Aziz ar-Rantisi dibunuh setelah menunaikan solat Maghrib di al-Ghafri, utara Ghaza.

Selepas hanya tiga tahun, suasana politik di dalam bumi Palestin berubah sama sekali; HAMAS berubah daripada gerakan pembangkang kepada penguasa yang memaksa dunia untuk berinteraksi dengan mereka dengan cara yang lain dari sebelum ini. Sebahagian dari penduduk Palestin menyandarkan kejayaan ini (selepas menyandarkannya kepada Allah) kepada kedua-dua syahid.

Berikut adalah terjemahan petikan temubual dengan isteri as-Syahid Dr. Abd Aziz ar-Rantisi, Rasya al-Adluni yang dilakukan sempena mengingati tiga tahun pemergian as-Syahid.

Rasya:

Allah s.w.t. berfirman di dalam al-Quran:
"Di antara orang-orang yang beriman itu terdapat pemuda-pemuda yang membenarkan janji mereka kepada Allah. Di antara mereka ada yang telah menyempurnakannya dan ada yang masih menunggu. Mereka tidak sekali-kali mengubah janji mereka." (Al-Ahzab: 23)

Di sana terdapat ramai syuhada' yang telah pun pergi menemui Allah lalu mendapat ganjaran yang lebih baik dan lebih kekal bagi mereka. Yang lain, saudara-saudara mereka masih lagi setia terhadap janji mereka dan tidak sekali-kali mengubahnya. Allah mentakdirkan mereka menang di dalam pilihanraya di peringkat parlimen. Allah mentakdirkan mereka berjaya membentuk kerajaan dan berada di kedudukan yang mulia ini. Walau pun menghadapi pelbagai konspirasi, kerajaan HAMAS tetap berdiri teguh dan akan terus berdiri teguh. Di masa yang sama mereka masih lagi kekal berpegang kepada manhaj yang telah mereka pilih bersama-sama saudara-saudara mereka dan mereka berjanji akan terus berpegang dengannya hingga mereka bertemu Allah.

Inilah pandangan saya terhadap suasana sekarang. Saya berdoa kepada Allah agar Dia membantu semua saudara kita di dalam gerakan HAMAS yang masih tidak merubah janji mereka. Agar Allah membantu mereka di dalam perjalanan mereka di atas jalan ini sehinggalah Palestin keseluruhannya dibebaskan dan risalah saudara-saudara mereka yang telah pergi dapat disempurnakan.

Soalan:

Bagaimanakah Puan melihat HAMAS sekarang dan sebelum mereka menjadi kerajaan?

Rasya:

Semua orang perlu mengetahui bahawa HAMAS adalah pertubuhan yang berdiri di atas prinsip syura di antara ahli-ahlinya. Apa yang dilakukan oleh saudara-saudara kita sekarang hanyalah kesinambungan apa yang dilakukan oleh pahlawan-pahlawan kita yang telah pergi. Manhaj mereka sama dan jalan mereka juga sama. Oleh kerana itu, ketika saudara-saudara kita memasuki medan politik pada hari ini, itu bukanlah satu pengalaman baru buat mereka. Syeikh kita yang mulia, Ahmad Yasin pernah melakukan perjanjian genjatan senjata yang panjang dengan pihak Zionis. Beliau telah merangka plan untuk melakukan islah dan perubahan sebelum beliau dan Dr Abd Aziz menemui syahid. Dengan itu saudara-saudara kita tidak lain hanyalah meneruskan jalan saudara-saudara mereka yang telah pergi. Saudara-saudara kita di dalam HAMAS berjuang berdasarkan maslahat rakyat Palestin. Mereka berlegar di mana maslahat tersebut berada. Permulaannya adalah pada jihad. Ketika mereka berlegar di sekitar operasi jihad, mereka tidak menjauhkan diri mereka dari aktiviti politik. Sebaliknya kita mempunyai pimpinan politik sejak bertahun sebelum ini di dalam dan di luar Palestin.

Untuk menyempurnakan peranan amal politik, mereka mencalonkan diri di dalam pilihanraya peringkat parlimen dan berjaya membentuk kerajaan. Tetapi mereka tidak meninggalkan perjuangan asal. Dengan itu saya menegaskan bahawa mereka berada di atas jalan yang sama yang ditinggalkan oleh saudara-saudara mereka yang telah pergi. Mereka tidak mengubahnya dan tidak juga menukarnya. Mereka akan terus begitu sehinggalah mereka bertemu Allah sebagai syuhada' dengan izin Allah.

Soalan:

Adakah rumah Dr. Ar-Rantisi kehilangan tetamu dan pencintanya sesudah beliau menemui syahid atau adakah rumahnya masih lagi sibuk seperti ketika beliau masih lagi hidup?

Rasya:

Dengan limpah kurnia Allah, saya dan anak-anak berjanji untuk berjalan di atas jalan yang sama. Kami berdoa agar kami menjadi sebaik-baik pengganti kepada sebaik-baik manusia yang telah pergi. Risalah ini menjadi tanggungjawab kami untuk menyempurnakannya. Rumah ini terbuka kepada sesiapa sahaja yang ingin menziarahinya. Dengan limpah kurnia Allah juga kami masih lagi berhubung dengan sesiapa sahaja yang menziarahi dan berhubung dengan Dr Abd Aziz ar-Rantisi. Apa yang kemungkinan kurang adalah wartawan-wartawan yang sebelum ini datang dalam jumlah di luar jangkaan kami. Ini kerana Dr. Abd Aziz mempunyai personaliti yang menarik perhatian media.

Soalan:

Bagaimana layanan anggota HAMAS kepada anak-anak pimpinan besar dan pengasasnya selepas mereka menemui syahid?

Rasya:

HAMAS dengan limpah kurnia Allah adalah pergerakan yang kuat ikatannya. Apa yang wajib ke atas mereka ketika pimpinan mereka masih hidup tidak berubah sesudah pimpinan itu meninggal dunia. Bukan sahaja kepada anak-anak pimpinan tetapi juga kepada semua ana-anak pengikut HAMAS yang telah meninggal dunia. Mereka melayannya dengan cara yang sama. Mereka memelihara anak-anak itu. Bagaimana tidak, sedangkan mereka telah berjanji akan menjadi pengganti pejuang-pejuang itu bagi keluarga mereka. Dengan limpahan Allah, HAMAS yang berjanji untuk melaksanakan Islam secara syumul tidak pernah meninggalkan walau pun satu kewajipan. Di antara kewajipan tersebut adalah memelihara anak-anak syuhada' samada mereka anak-anak pimpinan atau tidak. Begitu juga dengan anak-anak tahanan.

Soalan:

Siapakah tokoh-tokoh yang masih berhubung dengan keluarga Puan sehingga ke hari ini?

Rasya:

Semua tokoh HAMAS masih berhubung dengan kami tanpa kecuali seorang pun. Di antara tokoh yang paling menonjol yang masih berhubungan dengan kami adalah Ismail Haniyeh, Perdana Menteri, Dr. Ahmad Bahr, Dr. Ismail Ridhwan dan tokoh-tokoh lain; menteri-menteri dan barisan pimpinan yang biasa kita lihat di kaca televisyen. Tidak ada hari keraian yang mereka tidak bersegera menemui kami. Kesibukan mereka tidak menghalang mereka menunaikan tanggungjawab mereka terhadap anak-anak syuhada' dan tahanan.


Soalan:

As-Syahid adalah seorang peribadi yang menonjol. Adakah Puan atau sesiapa sahaja terfikir untuk menulis tentang riwayat hidupnya? Adakah terdapat mana-mana badan yang berminat untuk menulis? Atau adakah ada mana-mana pelajar yang diketahui ingin menulis tesis di peringkat Sarjana atau PhD berkenaan as-Syahid?

Rasya:

HAMAS sedang mengumpulkan bahan tentang ini. Mungkin saya tidak begitu mengambil peduli hal seperti ini dan menyerahkannya kepada HAMAS. HAMAS lebih layak untuk menjaga anak-anaknya dan HAMAS lebih lama bergaul dengan as-Syahid daripada kami. Dengan itu saya atau anak-anak dan ahli keluarga kami tidak mengambil peduli hal ini. Saya berdoa kepada Allah yang maha berkuasa agar kisah riwayat hidup ini terbit tidak lama lagi.

Soalan:

Walau pun terdapat banyak bukti yang menunjukkan bahawa kerajaan Zionis yang bertanggungjawab membunuh suami Puan,kenapa Puan sehingga hari ini masih tidak mengemukakan dakwaan ke Mahkamah Keadilan Antarabangsa agar mereka dihadapkan ke mahkamah sebagai penjenayah perang?

Rasya:

Adakah kamu menjangkakan bahawa kami akan menuntut sedemikian? Sedangkan kita tahu dengan penuh kepastian bahawa yang memberi bantuan dan sokongan kepada penjenayah perang tersebut adalah mereka walau pun mereka berselindung di sebalik Mahkamah Keadilan Antarabangsa dan slogan hak asasi manusia. Ianya jelas seumpama cahaya matahari dan inilah hakikat sebenar. Adakah kita mahu memperbodohkan diri kita sendiri?

Soalan:

Adakah budaya cintakan mati syahid sebagai mana yang menjadi keistimewaan rakyat Palestin itu yang menghalang Puan melakukan demikian?

Rasya:

Pada kadar yang begitu banyak, semua anak-anak bangsa ini menunaikan fardhu jihad. Kita tahu bahawa harga untuk kebebasan Palestin adalah darah rakyat Palestin. Apabila kita kiaskan itu dan segala perkara yang wujud di atas bumi nyata, kita akan tahu secara pasti bahawa merekalah yang memberikan senjata kepada Zionis untuk membunuh pahlawan-pahlawan itu. Pembunuhan pejuang-pejuang itu dengan menggunakan senjata siapa? Ia adalah senjata Amerika dan Eropah. Dengan itu saya mengulangi kata-kata saya: "Hakikat adalah jelas." Jika sekiranya mereka benar, kami cuma meminta supaya pertubuhan-pertubuhan itu mengangkat perlindungannya kepada Zionis dan tidak memberikan bantuan kepada mereka.

Soalan:

Pada peringkat individu dan kehidupan dalam masyarakat, apakah Puan rasai kehilangan sesuatu setelah pemergian as-Syahid?

Rasya:

Bercakap tentang kehilangan Dr. Abd Aziz ar-Rantisi, saya katakan di sini bahawa saya tidak kehilangannya cuma selepas beliau menemui syahid. Kami pernah kehilangannya ketika dia di dalam tahanan. Kami pernah kehilangannya ketika beliau dalam buruan. Kemudian kami kehilangannya selepas beliau menemui syahid. Tetapi, walau pun kami kehilangan jasad Dr. Abd Aziz ar-Rantisi, ruhnya sentiasa berlegar di sekitar rumah kami. Kami tidak merasai bahawa ruhnya meninggalkan kami. Dengan itu kami tidak mencari penggantinya. Bahkan sebagaimana yang saya katakan kepada kamu bahawa ruh as-Syahid sentiasa berlegar di dalam kehidupan kami; di dalam dan di luar rumah.

Soalan:

Lari sedikit dari isu politik, bagaimana kehidupan as-Syahid sebagai suami? Adakah kedudukannya sebagai pimpinan HAMAS memberi kesan kepada peranannya terhadap anak-anak Puan?

Rasya:

Sesungguhnya akhlak beliau menyamai akhlak Rasulullah s.a.w. yang pernah bersabda: "Akulah yang terbaik terhadap keluarganya." Saya menjadi saksi bahawa Abu Muhammad (ar-Rantisi) adalah sebaik-baik suami, sebaik-baik ayah, sebaik-baik datuk dan sebaik-baik pemimpin. Kerana Allah beliau tidak takut celaan orang-orang yang mencela. Tidak ada tapak yang dipijaknya kecuali akan menyakiti hati musuh. Hasil perkongsian hidup bersama-samanya saya dikurniakan empat orang anak perempuan; Inas, Samar, Aasia dan Asma'. Juga dua orang anak lelaki; Muhammad dan Ahmad. Peranan saya ketika hidupnya adalah peranan seorang wanita muslim yang memahami risalahnya dengan baik; risalah Islam dan risalah dari Kitab Allah dan Sunnah RasulNya. Risalah inilah yang menjadikan saya berdiri teguh di belakang Dr. Abd Aziz.

Soalan:

Adakah Puan masih ingat bagaimanakah bermulanya perkenalan antara Puan dan Dr. ar-Rantisi? Adakah Dr. Ar-Rantisi aktif di dalam amal politik pada waktu itu?

Rasya:

Hubungan saya dengan Dr. Abd Aziz ar-Rantisi sama seperti mana-mana keluarga Palestin muslim yang lain. Hubungan biasa. Beliau menemui keluarga saya untuk meminang saya dan kami menerima pinangan tersebut. Saya telah dapat merasai wujudnya peranan yang akan dimainkan oleh seorang wanita muslim secara umum dan peranan isteri seorang pegawai perubatan dan ahli politik secara khusus. Tugas saya bukan sekadar untuk berpakaian cantik dan berhias. Tetapi saya telah pun menyediakan diri saya untuk memainkan peranan yang akan dituntut dari saya. Abu Muhammad adalah seorang pegawai perubatan. Beliau sibuk berulang alik dari hospital ke klinik dan wad kecemasan. Saya tidak pernah mencemuhnya jika dia tidak berada di rumah sebaliknya saya menganggap itu semua sebagai jihad. Saya mesti bersabar dan menyediakan kerehatan dan kebahagian ketika beliau masuk ke rumah dan bukannya mencemuh atau membebel. Pada waktu itu, Dr. Abd Aziz belum bergiat aktif di dalam amal politik. Beberapa tahun selepas itu beliau bergabung dengan HAMAS dan seluruh waktunya selepas itu adalah untuk amal politik. Saya mengambil tanggungjawab mentarbiah anak-anak. Peranan yang saya mainkan ini banyak meringankan beban Dr. Abd Aziz ketika beliau di dalam tahanan, dibuang daerah, di dalam buruan dan selepas itu menemui syahid.

Soalan:

As-Syahid ar-Rantisi pernah dibuang daerah dan menjadi buruan sebelum menemui syahid. Moga-moga Allah merahmatinya. Itu adalah kehidupan seorang mujahid yang dipenuhi dengan ujian. Bagaimana dengan keadaan ketika beliau di dalam tahanan?

Rasya:

Ketika beliau di dalam tahanan, kami sentiasa berhubung dengan beliau. Samada dengan menziarahinya atau melalui surat-surat yang dikirim melalui persatuan Palang Merah atau melalui pemuda-pemuda yang dibebaskan dari tahanan. Ini sama seperti tahanan-tahanan yang lain. Beliau mengingatkan saya prinsip “Berilah peringatan sesungguhnya peringatan itu bermenfaat bagi orang-orang beriman.” (Az-Zariyyat: 55). Sesungguhnya itu memainkan peranan yang besar kepada saya untuk terus teguh mendidik anak-anak. Saya tidak pernah selama-lamanya berasa terputus dari dunia Dr. Abd Aziz.

Soalan:

Apa perasaan Puan selepas satu cubaan membunuh ar-Rantisi gagal sebelum ini?

Rasya:

Kamu bertanya kepada saya tentang perasaan saya. Percayalah, pada waktu itu saya menyiapkan perasaan saya untuk menghadapi apa yang akan berlaku selepas itu. Saya tidak berhenti setakat melihat peristiwa itu sahaja. Berita itu sampai kepada saya di tempat kerja. Pengurus menghubungi saya selepas mengetahui kisah tersebut dan bertanya: “Apa yang Puan mahu kami lakukan untuk Puan?” Saya menjawab: “Saya mahu pulang ke rumah dan menyambut orang ramai yang akan datang mengucapkan selamat.” Dengan keyakinan diri yang tinggi, itulah yang saya lakukan.

Soalan:

Bagaimana dengan detik pertemuan semula dengan Dr. Abd Aziz selepas cubaan membunuh tersebut?

Rasya:

Ia adalah pertemuan yang biasa. Ini kerana saya yakin bahawa apa yang akan menimpa saya tidak akan meleset dan apa yang ditakdirkan tidak menimpa saya, ia tidak akan berlaku. Keimanan yang sedemikian menjadikan kita tidak bergembira berlebihan. Kita mengetahui bahawa itu adalah ketentuan Allah dan wajib ke atas kita untuk mensyukuriNya. Saya tahu bahawa ketika Allah menyelamatkan suami saya, itu hanyalah untuk satu tempoh waktu yang terlalu pendek dan untuk menyiapkannya memikul peranan yang akan dipikulnya. Dia mesti menyempurnakan risalah tersebut sebelum ajal menemuinya. Percayalah perasaan ini menjadikan diri saya kuat. Ini tidak bermakna bahawa kewujudan dan kehilangan Dr. Abd Aziz tidak memberi kesan kepada diri saya. Sebaliknya ini adalah keimanan kepada takdir Allah.

Soalan:

Ar-Rantisi menemui syahid selepas cubaan membunuhnya kali ketiga. Bagaimana perasaan Puan ketika hari nahas tersebut?

Rasya:

Berkaitan dengan peristiwa pembunuhan tersebut; Allah memilih Dr. Abd Aziz untuk menjadi syahid. Kamu bertanya kepada saya tentang perasaan saya. Saya katakan di sini bahawa saya cukup terkesan. Saya tidak mengatakan bahawa jiwa saya keras. Saya cukup terkesan ketika saya mengetahui bahawa suami saya berada di ICU dan ketika saya tahu bahawa peluru itu ditujukan kepada Dr. Abd Aziz. Tetapi saya telah menyiapkan diri selepas saya tahu bahawa beliau adalah sasaran serangan tersebut dan beliau sekarang ini berada di ICU. Selepas itu saya tidak mengambil sikap menunggu sahaja berita kematiannya. Sebaliknya saya mengambil wudhu’ dan memakai pakaian yang sesuai untuk menyambut orang ramai yang akan datang menenangkan saya. Saya menunaikan sembahyang Isyak dan berdoa kepada Allah agar meneguhkan saya dan anak-anak di atas syahidnya Abu Muhammad.

Soalan:

As-Syahid ar-Rantisi tidak pernah hilang dari ingatan. Apakah kenangan bersama as-Syahid yang paling Puan ingati?

Rasya:

Kehidupan Dr. Abd Aziz keseluruhannya adalah kenangan. Apakah ada kesakitan yang akan dirasai lebih dari perasaan kehilangan suami kamu ketika dia di dalam tahanan; samada ketika penjajahan atau di zaman pemerintahan Pihak Berkuasa Palestin? Saya masih ingat di dalam salah satu siri penahanan yang berlaku kepada Dr. Abd Aziz. Ketika itu dia dalam perjalanan balik ke rumah. Kebiasaannya dia akan menalipon saya dalam perjalanan balik ke rumah dan memberitahu bahawa dia sekarang berada di tempat sekian sekian. Ketika dia sampai pintu rumah, saya tidak menyedari bahawa ketika itu pihak berkuasa sedang menunggunya. Waktu ketika itu adalah pukul 11 malam. Mereka menahannya. Mereka tidak memberinya peluang langsung untuk masuk ke dalam rumah untuk memberitahu saya bahawa dia akan dibawa ke tahanan. Ini bukanlah satu pengalaman yang mudah bagi saya.

Soalan:

As-Syahid dikenali sebagai seorang yang sungguh periang. Bagaimana dengan kenangan manis bersama Dr. Abd Aziz?

Rasya:

Dr. Abd Aziz adalah seorang yang periang dan ceria. Nampak keceriaannya kepada sesiapa sahaja yang berinteraksi dengannya. Maka sudah tentulah ia juga dirasai oleh ahli keluarganya. Pada satu hari saya menghukum anak saya perempuan setelah saya bersungguh-sungguh memintanya untuk melakukan sesuatu. Saya memukulnya dengan tepung yang diuli. Pukulan itu tidak kuat tetapi ia meninggalkan kesan psikologi pada anak perempuan saya. Ketika Abu Muhammad pulang, saya menceritakan peristiwa itu. Saya memintanya untuk merawat perasaan anak kami. Kami duduk bersama sekeluarga. Dr. Abd Aziz mula menjernihkan suasana. Beliau mengarang satu syair secara spontan:

pemuda

Sesungguhnya, sebuah pemikiran itu akan berhasil diwujudkan manakala kuat rasa keyakinan kepadanya, ikhlas dalam berjuang di jalannya, semakin bersemangat dalam merealisasikannya, dan kesiapan untuk beramal dan berkorban dalam mewujudkannya. Sepertinya keempat rukun ini, yakni iman, ikhlas, semangat dan amal merupakan karekter yang melekat pada diri pemuda, kerana sesungguhnya dasar keimanan itu adalah nurani yang menyala, dasar keikhlasan adalah hati yang bertaqwa, dasar semangat adalah perasaan yang menggelora, dan dasar amal adalah kemahuan yang kuat. Itu semua tidak terdapat kecuali pada diri para pemuda.

ASY-SYAHID “SOFYAN” - Syuhada Indonesia Pertama yang Syahid di Afghanistan

PERJALANAN MENUJU SYAHADAH
ASY-SYAHID (Insya Allah) "SOFYAN"
(Syuhada Indonesia Pertama Yang Syahid Di Afghanistan)




Identitas :
Nama (alias) : SOFYAN
Asal : Tasikmalaya, Jawa Barat
Syahid di : (Dekat Jalalabad), Prov. Nanggrahar – Afghanistan
Tahun : + 1991
Pendidikan : Akademi Militer Mujahidin Afghanistan


Latar Belakang:

Asy-Syahid Sofyan (begitulah nama aliasnya, nama aslinya = ?), seorang ikhwan yang berasal dari Tasikmalaya yang pada tahun 1989 bersama dengan 2 orang rekannya yang juga berasal dari daerah Jawa Barat berangkat ke Afghanistan, lewat Pakistan.

Dia adalah termasuk salah seorang dari + 30 orang kadet yang belajar di Akademi Militer Mujahidin Afghanistan, yang semula milik sebuah tandzim (organisasi) Al-Ittihad Islamy, pimpinan Syekh Abdur Robbi Rasul Sayyaf.

Latar belakang pendidikannya adalah Sekolah Menengah Atas (SMA). Pribadinya biasa-biasa saja, bahkan di komunitasnya saat itu dia dikenal sebagai seorang pencanda (periang), banyak bicara dan suka humor.


Ribath Yang Pertama Dan Terakhir:

Pendidikan di Akademi Militer Afghanistan harus dilewati dalam waktu sekitar 18 bulan, dengan 3 semester. 4 bulan dalam setiap semester adalah waktu efektif belajar. Sedang 2 bulan adalah masa liburan. Kebiasaan yang berlaku adalah ketika tiba masa liburan, diadakanlah program Ribath di beberapa daerah perang di Afghanistan. Namun sayang tidak semuanya mendapat giliran untuk diikutkan dalam program tersebut. Biasanya kalau masih duduk di semester pertama hanya mendapat tugas tinggal di Akademi saja selama masa liburan.

Ketika Asy-Syahid sudah duduk di semester ke-2, dan dia telah menjalani waktu belajar selama 4 bulan kedua, maka tibalah saat masa liburan. Mas'ul Akademi kembali membuat program Ribath. Para kadet dibagi menjadi beberapa kafilah dengan tujuan berbeda, diantaranya ke Logar, Nanggrahar, Ghazni, Turgor. Sedang Asy-Syahid tergabung bersama kafilah yang akan berangkat ke daerah Nanggrahar. Kami (saya dan Asy-Syahid serta beberapa ikhwan) yang berada dalam satu kafilah yang berjumlah + 8 orang berangkat pada permulaan waktu masuk musim panas. Dan biasanya masa liburan itu selalu bertepatan dengan musim panas.

As-Syahid asalnya adalah seorang yang periang suka bercanda, banyak omong. Entah mengapa semenjak berada di jabhah,beliau berubah menjadi seorang pendiam, dan sangat rajinn membaca Al-Qur'an.

Pada suatu saat, ketika sehabis makan siang, As-Syahid yang berada di dalam gua, sedang membaca Al-Qur'an. Kemudian tiba-tiba dari atas terdengar bunyi suara pesawat (MIG) melintas di atas, yang ketinggiannya cukup tinggi. Lalu secara tiba-tiba menjatuhkan bom.

Gua tempat kami berlindung tertutup asap dan debu. Setelah asap dan debu itu hilang, maka nampaklah Asy-Syahid terduduk dengan leher yang hampir terbelah diagonal melintas ke dada, Darah mengucur dari tubuhnya. Kami pun menghampiri dan ternyata beliau sudah syahid.

‘ABBAD BIN BISYR r.a - “Ahli Ibadah yang Gagah Berani”

Pada perang Dzatu r-Riqo' ada suatu peristiwa yang patut kita renungkan kemudian kita tiru. Peristiwa itu adalah mengenai seorang shohaby mulia 'Abbad bin Bisyr radliyallahu 'anhu. Shohaby yang penuh kesahajaan hingga Rosululloh shalallahu 'alaihi wasallam pun turut memintakan ampun baginya. Lalu siapakah dia? Mari kita selidiki sekilas tentang tokoh mulia ini…

'ABBAD bin Bisyr, adalah seorang shohaby yang tidak asing lagi dalam sejarah dakwah Islamiyah. Ia tidak hanya termasuk di antara para 'abid (ahli ibadah), bertaqwa, dan menegakkan sholat tahajud setiap malam dengan membaca beberapa juz Al-Qur'an, tapi juga tergolong kalangan para pahlawan, yang gagah berani, dalam menegakkan kalimah Alloh. Tidak hanya itu, ia juga seorang penguasa yang cakap, berbobot, dan dipercaya dalam urusan harta kekayaan kaum Muslimin.

Ketika Islam mulai tersiar di Madinah, 'Abbad bin Bisyr Al-Asyhaly Al-Anshory masih muda. Kulitnya yang bagus dan wajahnya yang rupawan memantulkan cahaya kesucian. Dalam kesehariannya dia memperlihatkan tingkah laku yang baik, bersikap dewasa layaknya orang yang sudah dewasa, kendati usianya belum mencapai dua puluh lima tahun.

Dia mendekatkan diri kepada seorang da'i dari Makkah, yaitu shohaby Mus'ab bin 'Umair radliyallahu 'anhu. dalam tempo singkat hati keduanya terikat dalam ikatan iman yang kokoh. 'Abbad mulai belajar membaca Al-Qur'an kepada Mus'ab. Suaranya merdu, menyejukkan dan menawan hati. Begitu senangnya membaca kalamulloh, sehingga menjadi kegiatan utama baginya. Diulang-ulangnya siang dan malam, bahkan dijadikannya suatu kewajiban. Karena itu dia terkenal di kalangan para shohabat sebagai imam dan pembaca Al-Qur'an.

Pada suatu malam Rosululloh shalallahu 'alaihi wasallam sedang melaksanakan sholat lail di rumah 'Aisyah radliyallahu 'anhu yang berdempetan dengan masjid Nabawi. Terdengar oleh beliau suara 'Abbad bin Bisyr membaca Al-Qur'an dengan suara yang merdu, laksana suara Jibril ketika menurunkan wahyu ke dalam hatinya.

"Ya 'Aisyah, suara 'Abbad bin Bisyr-kah itu?" tanya Rosululloh.

"Betul, ya Rosululloh!" jawab 'Aisyah.

Rosululloh berdo'a, "Ya Alloh, ampunilah dia!"

'Abbad bin Bisyr selalu turut berperang bersama-sama Rosululloh dalam setiap Ghozawatu r-Rosul (peperangan yang dipimpin Rosululloh shalallahu 'alaihi wasallam). Dalam peperangan-peperangan itu dia bertugas sebagai pembawa Al-Qur'an. Ketika Rosululloh kembali dari peperangan Dzatu r-Riqo', beliau beristirahat dengan seluruh pasukan kaum Muslimin di lereng sebuah bukit.

Waktu itu, seorang prajurut muslim menawan seorang wanita musyrik yang ditinggal pergi oleh suaminya. Ketika suaminya datang kembali, istrinya sudah tiada. Dia bersumpah dengan Latta dan 'Uzza akan menyusul Rosululloh dan pasukan kaum Muslimin, ia tidak akan kembali kecuali setelah menumpahkan darah di antara para shohabat.

Setibanya di tempat pemberhentian di atas bukit, Rosululloh bertanya kepada para shohabat, "Siapa yang bertugas jaga malam ini?"

'Abbad bin Bisyr dan 'Ammar bin Yasir –rodhiyallohu 'anhuma- berdiri, "Kami, ya Rosululoh!" kata keduanya serentak. Rosululloh shalallahu 'alaihi wasallam telah menjadikan kedua-nya bersaudara ketika kaum Muhajirin baru tiba di Madinah.

Ketika keduanya keluar ke mulut jalan (pos penjagaan), 'Abbad bertanya kepada 'Ammar, "Siapakah di antara kita yang berjaga lebih dahulu?"

"Saya yang tidur lebih dahulu!" jawab 'Ammar yang bersiap-siap untuk berbaring tidak jauh dari tempat penjagaan.

Suasana malam kala itu tenang, sunyi dan nyaman. Bintang gemintang, pohon-pohon dan bebatuan, seakan-akan bertasbih memuji kebesaran Alloh. Hati 'Abbad tergiur hendak turut melakukan ibadah. Dalam sekejap, ia pun larut dalam manisnya ayat-ayat Al-Qur'an yang dibacanya dalam sholat. Nikmat sholat dan tilawah berpadu menjadi satu dalam jiwanya.

Dalam sholat lail itu dibacanya surat Al-Kahfi dengan suara memilukan, merdu bagi siapa pun yang mendengarnya. Ketika ia sedang bertasbih dalam cahaya Ilahi yang meningkat tinggi, tenggelam dalam kelap-kelip pancarannya, seorang laki-laki datang memacu langkah tergesa-gesa. Laki-laki itu melihat dari kejahuan seorang hamba Alloh sedang beribadah di mulut jalan, dia yakin Rosululloh dan para shohabat pasti berada di sana. Sedangkan orang yang sedang sholat itu adalah pengawal yang bertugas jaga.

Penyusup itu segera menyiapkan anak panah dan memanah 'Abbad tepat mengenainya. 'Abbad mencabut panah yang bersarang di tubuhnya sambil meneruskan bacaan dan tenggelam lagi dalam sholatnya. Orang itu memanah lagi dan mengenai 'Abbad dengan jitu. 'Abbad mencabut juga anak panah kedua ini dari tubuhnya seperti yang pertama. Kemudian orang itu memanah lagi. Lagi-lagi 'Abbad mencabutnya dan tetap larut dalam munajah-nya.

Ketika tiba giliran jaga saudaranya, 'Ammar, 'Abbad merangkak ke dekat saudaranya yang terlelap tidur lalu membangunkannya seraya berkata, "Bangun! Aku terluka parah dan lemas!"

Sementara itu, ketika melihat mereka berdua, si pemanah buru-buru melarikan diri. 'Ammar menoleh kepada 'Abbad. Dilihatnya darah mengucur dari tiga buah lubang di tubuh 'Abbad. "Subhanalloh! Mengapa kamu tidak membangunkanku ketika anak panah pertama mengenaimu?" tanyanya keheranan.

Aku sedang membaca Al-Qur'an dalam sholat. Aku tidak ingin memutuskan bacaanku sebelum selesai. Demi Alloh, kalaulah tidak karena takut menyia-nyiakan tugas yang dibebankan Rosululloh, menjaga mulut jalan tempat kaum Muslimin berkemah, biarlah tubuhku putus dari pada memutuskan bacaan dalam sholat tahajudku," jawab 'Abbad.

Ketika perang dalam rangka memberantas orang-orang murtad berkecamuk di masa Abu Bakar radliyallahu 'anhu, kholifah menyiapkan pasukan besar untuk menindas kekacauan yang ditimbulkan oleh Musailamah al-Kadzdzab. 'Abbad bin Bisyr termasuk pelopor dalam ketentaraan tersebut.

Setelah diperhatikannya celah-celah pertempuran, 'Abbad berpendapat kaum Muslimin tidak akan menang karena kaum Muhajirin dan kaum Anshor saling menyerahkan urusan satu sama lain. Bahkan mereka saling menbeci dan saling mencela. 'Abbad yakin kaum Muslimin tidak akan menang dalam pertempuran dengan kondisi pasukan yang tidak kompak itu. Kecuali bila kaum Ashor dan Muhajirin membentuk pasukannya masing-masing dengan tanggung jawab sendiri-sendiri. Dengan begitu dapat diketahui dengan jelas mana pejuang yang sungguh-sungguh.


Sebelum pertempuran yang menentukan itu dimulai, 'Abbad bermimpi dalam tidurnya, seolah-olah dia melihat langit terbuka. Setelah dia memasukinya, dia langsung menggabungkan diri ke dalam dan mengunci pintu. Ketika Shubuh tiba, 'Abbad menceritakan mimpinya itu kepada Abu Sa'id Al-Khudriy. "Demi Alloh, itu seperti benar-benar kejadian, hai Abu Sa'id!" ujarnya.

Ketika perang mulai berlangsung, 'Abbad naik ke suatu bukit kecil seraya berteriak, "Hai kaum Anshor, berpisahlah kalian dari tentara yang banyak itu! Pecahkan sarung pedang kalian! Jangan tinggalkan Islam terhina atau tenggelam, niscaya bencana menimpa kalian!"

'Abbad mengulang-ulang seruannya, sehingga sekitar empat ratus prajurit berkumpul di sekelilingnya. Di antara mereka terdapat perwira seperti Tsabit bin Qois, Al-Barro' bin Malik, dan Abu Dujanah, pemegang pedang Rosululloh shalallahu 'alaihi wasallam.

'Abbad dan pasukannya menyerbu memecah pasukan musuh dan menyebar maut dengan pedangnya. Kemunculannya menyebabkan pasukan Musailamah al-Kadzdzab terdesak mundur dan melarikan diri ke "Kebun Maut".

Di sana, dekat pagar tembok "Kebun Maut", 'Abbad gugur sebagai syahid. Wajah dan tubuhnya penuh dengan luka bekas pedang, tusukan lembing, panah yang menancap dan lainnya. Para shohabat hampir tak mengenalinya, kecuali setelah melihat-lihat beberapa tanda di bagian tubuhnya yang lain. Semoga Alloh memberikan pahala kepadanya dengan Jannatu l-Firdaus seperti para syuhada' lainnya. Amin. [brainnews]

Sa’ad bin Abi Waqqash ra. - Singa yang Menyembunyikan Kukunya

Sa'ad bin Abi Waqqash ra. - Singa yang Menyembunyikan Kukunya

Allah SWT berfirman yang artinya, "Dan Kami wasiatkan (perintahkan) kepada manusia supaya berbuat baik kepada ibu bapaknya. Ibunya telah mengandungnya dengan menderita kelemahan diatas kelemahan dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada ibu bapakmu! Kepada-Ku tempat kembali. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Ku-beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan." (QS. Luqman: 14-15)



Ayat-ayat yang mulia ini mempunyai latar belakang kisah tersendiri dan mengejutkan; menyebabkan satu golongan diantara dua golongan yang bertentangan jatuh terbanting, berhubungan dengan pribadi seorang pemuda lemah lembut. Akhirnya kemenangan berada di pihak yang baik dan beriman.

Tokoh kisah ini ialah seorang pemuda Makkah, keturunan terhormat, dan dari ibu bapak yang mulia. Nama pemuda itu Sa'ad bin Abi Waqqash radhiyallahu 'anhu.

Tatkala cahaya kenabian terpancar di kota Makkah, Sa'ad masih muda belia, penuh perasaan belas kasih, banyak bakti kepada ibu bapak, dan sangat mencintai ibunya. Walaupun Sa'ad baru menjelang usia 17 tahun, namun dia telah memiliki kematangan berpikir dan kedewasaan bertindak. Dia tidak tertarik kepada aneka macam permainan yang menjadi kegemaran pemuda-pemuda sebayanya. Bahkan dia mengarahkan perhatiannya untuk bekerja membuat panah, memperbaiki busur, dan berlatih memanah, seolah-olah dia sedang menyiapkan diri untuk suatu pekerjaan besar. Dia juga tidak puas dengan kepercayaan/agama sesat yang dianut bangsanya, serta kerusakan masyarakat, seolah-olah dia sedang menunggu uluran tangan yang kokoh kuat, penuh kasih sayang, untuk merubah keadaan gelap gulita menjadi terang benderang.

Sementara itu, Allah 'Azza wa Jalla menghendaki akan menaikkan harakat kemanusiaan yang telah merosot secara keseluruhan dan merata, melalui pribadi yang belas kasih itu, yaitu melalui penghulu segala makhluk, Muhammad bin Abdillah. Dalam genggamannya memancar sinar petunjuk keutuhan yang tidak tercela, yaitu Kitabullah.
Sa'ad segera memenuhi panggilan yang berisi petunjuk dan hak ini (agama Islam), sehingga dia tercatat sebagai orang ketiga atau keempat yang masuk Islam. Bahkan dia sering berucap dengan penuh kebanggaan, "Setelah aku renungkan selama seminggu, maka aku masuk Islam sebagai orang ketiga."

Rasulullah saw. sangat bersuka-cita dengan islamnya Sa'ad. Karena beliau melihat pada pribadi Sa'ad terdapat ciri-ciri kecerdasan dan kepahlawanan yang menggembirakan. Seandainya kini ia ibarat bulan sabit, maka dalam tempo singkat ia akan menjadi bulan purnama yang sempurna.

Keturunan dan status sosialnya yang mulia dan murni, melapangkan jalan baginya untuk mengajak pemuda-pemuda Makkah mengikuti langkahnya masuk Islam seperti dirinya. Di samping itu sesungguhnya Sa'ad termasuk paman Nabi saw. juga. Karena dia adalah dari Bani Zuhrah sedangkan Bani Zuhrah adalah keluarga Aminah binti Wahab, ibunda Rasulullah saw.

Rasulullah saw. sangat membanggakan pamannya. Pernah diceritakan, suatu ketika beliau sedang duduk-duduk beserta beberapa orang sahabat. Tiba-tiba beliau melihat Sa'ad bin Abi Waqqash datang. Lalu beliau berkata pada para sahabat yang hadir, "Inilah pamanku. Coba tunjukkan padaku siapa yang punya paman seperti pamanku!"

Tetapi, Islamnya Sa'ad tidak langsung memberikan kemudahan yang mengenakkan baginya. Sebagai pemuda muslim, dia ditantang dengan berbagai tantangan, ujian, serta cobaan-cobaan berat dan keras. Ketika cobaan-cobaan itu telah sampai dipuncaknya, Allah SWT menurunkan wahyu mengenai peristiwa yang dialaminya. Marilah kita dengarkan kisahnya.

Sa'ad bercerita, "Tiga malam sebelum aku masuk Islam, aku bermimpi, seolah-olah aku tenggelam dalam kegelapan yang tindih menindih. Ketika aku sedang mengalami puncak kegelapan itu, tiba-tiba aku lihat bulan memancarkan cahaya sepenuhnya lalu kuikuti bulan itu. Aku melihat tiga orang telah lebih dahulu berada dihadapanku mengikuti bulan tersebut. Mereka itu adalah Zaid bin Haritsah, Ali bin Abi Thalib dan Abu Bakar As-Shiddiq, aku bertanya kepada mereka, "Sejak kapan anda bertiga disini?" Mereka menjawab, "Belum lama." Setelah siang hari, aku mendapat kabar, Rasulullah saw. mengajak orang-orang mengajak kapada Islam secara diam-diam. Yakinlah aku sesungguhnya Allah SWT menghendaki kebaikan bagi diriku, dan dengan Islam Allah akan mengeluarkanku dari kegelapan kepada cahaya terang. Aku segera mencari beliau, sehingga bertemu dengannya pada suatu tempat ketika dia sedang salat Ashar. Aku menyatakan masuk Islam di hadapan beliau. Belum ada orang mendahuluiku masuk Islam, selain mereka bertiga, seperti yang terlihat dalam mimpiku.

Sa'ad melanjutkan kisahnya, "Ketika ibuku mengetahui aku masuk Islam, dia marah bukan kepalang. Padahal aku anak yang berbakti dan mencintainya. Ibu memanggilku dan berkata, "Hai Sa'ad! Agama apa yang engkau anut, sehingga engkau meninggalkan agama ibu bapakmu? Demi Allah Engkau harus meninggalkan agama barumu itu! Atau aku mogok makan minum sampai mati….! Biar pecah jantungmu melihatku, dan penuh penyesalan karena tindakanmu sendiri, sehingga semua orang menyalahkan dan mencelamu selama-lamanya."

Aku menjawab, "Jangan lakukan itu, Bu! Bagaimanapun juga aku tidak akan meninggalkan agamaku." Ibu tegas dan keras melaksanakan ucapannya. Beliau benar-benar mogok makan minum. Sehingga tubuh dan tulang-tulangnya lemah, menjadi tidak berdaya sama sekali. Terakhir, aku mendatangi ibu untuk membujuknya supaya dia mau makan dan minum walaupun agak sedikit. Tetapi ibu memang keras. Beliau tetap menolak dan bersumpah akan tetap mogok makan sampai mati, atau aku meninggalkan agamaku, Islam.

Aku berkata kepada ibuku, "Sesungguhnya aku sangat mencintai ibu. Tetapi aku lebih cinta kepada Allah dan Rasul-Nya. Demi Allah! Seandainya ibu mempunyai seribu jiwa, lalu jiwa itu keluar dari tubuh ibu sata persatu (untuk memaksaku keluar dari agamaku), sungguh aku tidak akan meninggalkan agamaku karananya."

Tatkala ibu melihatku bersungguh-sungguh dengan ucapanku, dia pun mengalah. Lalu dia menghentikan mogok makan sekalipun dengan perasaan terpaksa. Maka Allah SWT menurunkan firman-Nya kepada Nabi Muhammad saw. yang artinya, "Dan kalau keduanya memaksa engkau menyekutukan-Ku (dengan) apa yang engkau tidak ketahui jangan diturut, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik." Setelah Sa'ad masuk Islam, dia lantas berjasa terhadap Islam dan kaum muslimin dengan prestasi baik dan tinggi.

Dalam perang Badar, Sa'ad ikut berperang bersama-sama adiknya 'Umair. Ketika itu 'Umair masih muda remaja, belum lama mencapai usia baligh. Tatkala Rasulullah saw. memerintahkan tentara muslimin berkumpul dan bersiap sebelum berangkat perang, 'Umair bersembunyi-sembunyi, takut kalau-kalau dia tidak diperbolehkan Rasulullah turut berperang, karena usianya yang masih kecil. Tetapi Rasulullah tetap melihatnya, lalu tidak membolehkannya ikut. 'Umair menangis, sehingga Rasulullah merasa kasihan, dan akhirnya membolehkan 'Umair ikut berperang. Sa'ad mendatangi adiknya dengan gembira, lalu mengikatkan pedang di bahu 'Umair, karena tubuhnya yang kecil. Kedua bersaudara itu pergi berperang, berjuang bersama fi sabilillah. Seusai peperangan Sa'ad kembali ke Madinah seorang diri. Sedangkan adiknya, 'Umair, tinggal di bumi Badar sebagai syuhada. Sa'ad merelakan adiknya ke pangkuan Allah SWT dengan mengharap pahala dari-Nya.

Ketika tentara muslimin lari kocar-kacir dalam perang Uhud, Rasulullah saw. tinggal di medan tempur dengan kelompok kecil tentara muslimin tidak lebih dari sepuluh orang. Satu diantaranya adalah Sa'ad bin Abi Waqqash. Sa'ad berdiri melindungi Rasulullah saw. dengan panahnya. Tidak satupun anak panah yang dilepaskan Sa'ad dari busur melainkan mengenai sasaran dengan jitu, dan orang musyrik yang terkena, langsung tewas seketika. Tatkala Rasulullah saw. melihat Sa'ad seorang pemanah jitu, beliau berkata memberinya semangat, " Panahlah, hai Sa'ad! Panahlah …! Bapak dan ibuku menjadi tebusanmu!" Sa'ad sangat bangga sepanjang hidupnya dengan ucapan Rasulullah itu. Sehingga Sa'ad pernah pula berkata, "Tidak pernah Rasulullah berucap kepada seorang juapun, mempertaruhkan kedua ibu bapaknya sekaligus sebagai tebusan, melainkan hanya kepadaku."

Namun puncak kejayaan Sa'ad, adalah ketika Khalifah 'Umar Al-Faruq bertekad menyerang kerajaan Persia, untuk menggulingkan pusat pemerintahannya, dan mencabut agama berhala sampai keakar-akarnya di permukaan bumi. Khalifah 'Umar memerintahkan kepada setiap Gubernur dalam wilayahnya, supaya mengirim kepadanya setiap orang yang mempunyai senjata, atau kuda, atau setiap orang yang mempunyai keberanian, kekuatan, atau orang yang berpikiran tajam, yang mempunyai suatu keahlian seperti syi'ir, berpidato dan sebagainya, yang dapat membantu memenangkan perang. Maka tumpah ruahlah ke Madinah para pejuang muslim dari setiap pelosok.

Setelah semuanya selesai melapor, Khalifah 'Umar merundingkan dengan para pemuka yang berwenang, siapa kiranya yang pantas dan dipercaya untuk diangkat menjadi panglima angkatan perang yang besar itu. Mereka sepakat dengan aklamasi menunjuk Sa'ad bin Abi Waqqash, singa yang menyembunyikan kuku. Lalu Khalifah menyerahkan panji-panji perang kaum muslimin kepadanya dengan resmi, dalam pengangkatannya menjadi panglima.

Sewaktu angkatan perang yang besar itu hendak berangkat, Khalifah 'Umar berpidato memberi amanat dan perintah harian kepada Sa'ad. Umar berkata, "Hai Sa'ad! Janganlah engkau terpesona, sekalipun engkau paman Rasulullah, dan sahabat beliau. Sesungguhnya Allah tidak menghapus suatu kejahatan dengan kejahatan. Tetapi Allah menghapus kejahatan dengan kebaikan. Hai, Sa'ad! Sesungguhnya tidak ada hubungan kekeluargaan antara Allah dengan seorangpun melainkan dengan mentaati-Nya. Segenap manusia sama di sisi Allah, baik ia bangsawan atau rakyat jelata. Allah adalah Rabb mereka, dan mereka semuanya adalah hamba-hamba-Nya. Mereka berlebih-berkurang karena taqwa, dan memperoleh karunia dari Allah karena taat. Perhatikan cara Rasulullah yang engkau telah ketahui, maka tetaplah ikuti cara beliau itu".

Maka berangkatlah pasukan yang diberkati Allah itu menuju sasaran. Di dalamnya terdpat 99 orang bekas pahlawan perang Badar, lebih kurang 319 orang para sahabat yang tergolong dalam bai'at Ridwan, 300 orang pahlawan yang ikut dalam penaklukan Makkah bersama-sama Rasulullah saw., 700 orang putra-putra para sahabat, dan pejuang-pejuang muslim lainnya (yang keseluruhan berjumlah 30.000 orang). Sampai di Qadisiyah, Sa'ad menyiagakan seluruh pasukannya dan bertempur hebat. Pada hari Al-Harir kaum muslimin bertekad menjadikan hari itu sebagai hari yang menentukan. Mereka mengepung musuh dengan ketat, lalu maju ke depan dari segala arah, sambil membaca takbir.

Dalam pertempuran itu, kepala Rustam, panglima tentara Persia, berpisah dengan tubuhnya oleh lembing kaum muslimin. Maka masuklah rasa takut dan gentar ke dalam hati musuh-musuh Allah. Sehingga dengan mudah kaum muslimin menghadapi para prajurit Persia dan membunuh mereka. Bahkan kadang-kadang mereka membunuh dengan senjata musuh itu sendiri.

Sa'ad bin Abi Waqqash dikaruniai Allah usia lanjut. Dia dicukupi kekayaan yang lumayan. Tetapi ketika wafat telah mendekatinya, dia hanya meminta sehelai jubah usang. Ia berkata, "Kafani aku dengan jubah ini. Dia kudapatkan dari seorang musyrik dalam perang Badar. Aku ingin menemui Allah 'Azza wa jalla dengan jubah itu". Wallaahu a'lam bish showaab

Sumber: Shuwarum min Hayaatis Shahaabah, Abdulrahman Ra'fat Basya (Buku Shuwarum min Hayaatis Shahaabah oleh Abdulrahman Ra'fat Basya telah diterjemahkan dan diterbitkan oleh penerbit Media Da'wah dengan judul Kepahlawanan Generasi Sahabat Rasulullah)

http://www.arrahmah.com

Syaikh Abdul Qodir bin Abdul Aziz

Nama lengkapnya adalah Sayyid Imam bin Abdul Aziz Imam Asy Syarif. Bisa juga dipanggil dengan sebutan Dr Fadhel, namun lebih populer dengan nama Syaikh Dr Abdul Qodir bin Abdul Aziz. Lahir pada Agustus 1950 di kota Bani Suwaif, Mesir Selatan. Menuntut ilmu dan menghafal Al Qur`an sejak kecil serta mulai menulis buku sejak awal usia mudanya.



Dr Abdul Qodir bin Abdul Aziz merupakan lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Kairo tahun 1974 M dengan meraih predikat Mumtaz (cum laude). Setelah lulus ia sempat bekerja sebagai Wakil Kepala Bagian Operasi pada Jurusan Spesialis Mata di Fakultas Kedokteran Universitas Kairo.

Dr Abdul Qodir bin Abdul Aziz mulai menjadi buron pemerintahan Mesir pasca terbunuhnya Anwar Sadat pada tahun 1981 M, namun ia berhasil meloloskan diri keluar dari Mesir. Kemudian Dr Abdul Qodir bin Abdul Aziz bekerja sebagai direktur sebuah rumah sakit milik Bulan Sabit Merah Kuwait di Kota Peshawaar, Pakistan. Dengan dibantu oleh Dr Aiman Azh Zhawahiri. Dr Abdul Qodir bin Abdul Aziz menikah dengan seorang wanita Palestina dan dikarunia empat orang anak laki-laki dan seorang anak perempuan. Di Pakistan itulah Dr Abdul Qodir bin Abdul Aziz sempat meraih gelar doktor dibidang bedah disalah satu universitas di sana.

Dr Abdul Qodir bin Abdul Aziz kemudian meninggalkan Pakistan dalam rangka menghindari kejaran pihak intelijen. Pada saat bersamaan terjadi penangkapan terhadap orang-orang Aron di daerah Peshawar pada tahun 1993 M. Dr Abdul Qodir bin Abdul Aziz kemudian menuju Sudan.

Beliau sempat tinggal di Yaman pada saat akhir perang saudara antara Yaman Utara dengan Yaman Selatan dan kemudian bekerja di Rumah Sakit Ats Tsaurah Al `Aamm di Kota Ib sebelah selatan Ibukota Shan`a, sebagai sukarelawan. Dr Abdul Qodir bin Abdul Aziz sempat menikahi seorang wanita dari daerah tesebut, dan kemudian dikaruniai satu orang anak perempuan. Selanjutnya Dr Abdul Qodir bin Abdul Aziz bekerja di sebuah Rumah Sakit Spesialis Daar Asy Syifaa.

Pada bulan April 1999 M, Dr Abdul Qodir bin Abdul Aziz divonis penjara seumur hidup dalam kasus “orang-orang yang kembali dari Albania”, padahal beliau sama sekali tidak pernah pergi ke sana. Setelah peristiwa 11 September 2001 M, pada tanggal 28 Oktober 2001 M, beliau ditangkap oleh pemerintahan thoghut Yaman. Selanjutnya beliau dipenjara di rumah tahanan poliyik yang berada di Shan`a selama 2 tahun 5 bulan.

Terakhir Dr Abdul Qodir bin Abdul Aziz di ekstradisi ke Mesir yaitu pada tanggal 28 februari 2004 M, oleh pemerintah Mesir. Dr Abdul Qodir bin Abdul Aziz dan sejumlah kawan seperjuangannya dipenjara dan ada pula yang divonis hukuman mati.
Dr Abdul Qodir bin Abdul Aziz memiliki sejumlah karya tulis diantaranya:

1. Faidhul Karimil Mannaan min Ahammi Furuudhul A`yaan
(Mendukung [kontradiksi] antara Tauhid dengan Jihad Sebagai Prioritas Yang Paling Penting)
2. Al Jaami` fie Tholabil `Ilmisy Syariif
(Kelengkapan dalam Menuntut Ilmu Syar`ie)
3. Al `Umdah fie I`daadil `Uddah
(Bekal dalam Mempersiapkan Kemampuan)
4. Da`watut Tauhid
(Da`wah Tauhid)
5. Al Hujjah fie Ahkami Millatil Islamiyyah
(Hujah dan Kedudukannya dalam Hukum Islam)
6. Hadzaa Bayaan Lin Naas: Al Irhaabu minal Islaam
(Penjelasan Bahwa Teror adalah Bagian dari Islam)