Wasiat Terbaru Ustadz Abu Bakar Ba'asyir untuk Para Mujahid

19.2.10

Salafy Exposed (Dakwah Salafy Dakwah Murji’ah)

PENGANTAR
Assalaamu ‘Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,
Tulisan berikut ini adalah salah satu buah karya tulisan tangan Syaikh Al Mujahid Abu Muhammad ‘Ashim Al Maqdisiy hafidzahullah yang dibuat pada tahun 1417 H sewaktu beliau ditahan oleh thaghut Jordania di penjara Sawwaqah yang beliau beri judul Tabshirul Uqla Bi Talbisati Ahlit Tajahum Wal Irja’. Tulisan ini dibuat oleh beliau setelah mendapatkan kiriman 2 kitab dari seorang ikhwan muwahhid yang merasa resah terhadap isi dari kitab-kitab tersebut yaitu kitab At Tahdzir Min Fitnatittakfier karya Ali Hasan Al Kadzdzab -kitab ini di Indonesia sudah di terjemahkan dan di cetak oleh para pengikut dan pengekor mereka darai kalangan orang-orang yang mengaku penghusung dakwah salafy- dan kitab Fatwa Al Baniy tentang Fitnatittakfier.
Awalanya Syaikh Maqdisiy enggan untuk menulis kitab ini karena banyaknya celaan dan umpatan yang ditujukkan kepadanya dan kepada ikhwan ahlussunnah lainnya oleh Ali Hasan Al Kadzdzab, sehingga beliau khawatir tidak ikhlas yang hanya membela diri atas cercaan dan hinaan yang beliau terima sehingga tulisannya menjadi ngawur dan tercampur emosi, namun karena desakkan beberapa ikhwan dan banyaknya kebohongan dan serangan terhadap dienul mislimin dan dakwah para nabi dan rasul serta label para penghusung dan pengikutnya sebagai Takfiriey dan Khawarij oleh Ali Hasan dengan maksud talbis dan menghalang-halangi manusia darinya, akhirnya Syaikh Alhamdulillah Syaikh menulis kitab ini.
Kitab ini juga merupakan bantahan atas dua kitab yang ditulis oleh dua penghulu Murji’ah masa kini yaitu kitab At Tahdzir Min Fitnatittakfier karya Ali Hasan Al Kadzdzab Al Irja’i dan kitab Fatwa Al Baniy tentang Fitnatittakfier. Dalam kitab ini juga sekaligus dibongkar kedustaan-kedustaan yang dilakukan oleh Ali Hasan Al Kadzdzab atas nama para ‘ulama terdahulu dengan mengutip perkataan mereka lalu ditulis didalam kitabnya dengan menambah atau mengurangi perkataan mereka sesuai dengan hawa nafsunya lalu kemudian oleh si pendusta ini ditalbis seolah-olah perkataanpara ‘ulama yang telah ditambah atau dikurangi tersebut memang benar berasal dari mereka.
Tulisan adalah hasil terjemahan Ustadz Aman Abdurrahaman yang diberi judul Penerang Bagi Orang-orang Berakal Terhadap Pengkaburan Jahmiyyah & Murji’ah.          TUNGGU SELANJUTNYA........

Antara Qital Nikayah Dengan Qital Tamkin

Sudah ma’lum bahwa ulama membagi jihad menjadi dua macam, jihad daf’i (defensif) dan jihad thalab (ofensif), dan ini adalah bila ditinjau dari hakikatnya. Yang pertama sebagai pembelaan darul islam dan kehormatan kaum muslimin bila musuh memasuki mereka, sedangkan yang kedua adalah dengan cara menyantroni orang-orang kafir di negeri-negeri mereka atau memerangi mereka di mana saja mereka ada.
Adapun dari sisi buah-buah jihad dan efek-efeknya serta hasil-hasilnya, maka ia terbagi menjadi apa yang tergolong dari jenis qital nikayah (perang yang bersifat pemberian pukulan dan hantaman terhadap musuh), dan apa yang masuk dalam cakupan qital tamkin (penguasaan dan penyediaan tempat yang leluasa bagi kaum muslimin untuk tegakkan dien secara utuh).
Qital yang tujuan darinya pemberian pukulan terhadap musuh dan hasil-hasilnya tidak melebihi pemberian pelajaran pada musuh, menjadikan mereka geram, penimpaan bencana pada mereka dan penteroran atau menahan gangguan mereka dari kaum muslimin atau penyelamatan sebagian orang-orang yang tertindas atau pembebasan tawanan, maka ia walau tidak menghantarkan dalam waktu dekat kepada tahkim bagi kaum muslimin, akan tetapi ia adalah amal shalih yang disyari’atkan, dan para pelakunya insya Allah tergolong orang-orang yang berbuat baik, baik kaum muhazimun (orang-orang yang bertekuk lutut di hadapan musuh lagi cari ridla mereka) yang sudah kalah mental ridla maupun tidak. Karena Allah ta’la berfirman: “ Dan tidak (pula) menginjak suatu tempat yang membangkitkan amarah orang-orang kafir, dan tidak menimpakan suatu bencana pada musuh, melainkan dituliskan bagi mereka dengan yang demikian itu suatu amal shaleh, sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik,” (At Taubah: 120).
Dan firman-Nya swt: “ Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggetarkan musuh Allah, musuhmu dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya,” (Al Anfal: 60).
Dan firman-Nya ta’ala: “Mengapa kamu tidak mau berperang di jalan Allah dan (membela) orang-orang yang lemah baik laki-laki, wanita-wanita maupun anak-anak . (An-Nisa: 75).
Allah swt menyemangati untuk berperang di jalan-Nya secara umum dan dalam rangka membela kaum muslimin yang tertindas, maka itu adalah amal shalih yang disyari’atkan juga…
Dan adalah Nabi saw bila mengunjungi orang yang sakit, beliau mendo’akannya dengan ucapan “ Ya Allah sembuhkanlah hamba-Mu ini agar ia bisa berjalan untuk-Mu menuju shalat dan membinasakan musuh-Mu”. Beliau menjadikan pembinasaan pada musuh sebagai tugas dan tujuan hidup hamba yang muslim, dan menjadikannya dalam doa buat orang yang sakit untuk mengingatkan kaum muslimin selalu dengannya dan mengobarkan semangat mereka terhadapnya serta menyadarkan mereka agar memanfaatkan kodisi sehatnya untuk merealisasikan tujuan-tujuan yang agung lagi mulia yang mana mereka diciptakan untuknya, dan bahwa diantara tujuan yang paling agung itu ada dua maksud ini: ibadah kepada Allah saja dan membela dien-Nya dengan pemberian pukulan pada musuh, maka untuk hal itu orang muslim hidup, dan ini adalah tugas dia terbesar yang andai sakit membuat dia absen darinya maka dia memohon kepada Allah ‘afiyah untuk kembali kepadanya. Dan qital macam ini adalah realita umum qital kaum muslimin pada zaman kita di belahan-belahan dunia hari ini, dan ia walaupun memang amal shaleh sebagaimana yang telah kami katakan dan ia memiliki buah-buahnya yang banyak yang bukan di sini tempat untuk menuturkannya….akan tetapi di sana ada macam lain dari macam-macam qital, yang wajib atas kaum muslimin untuk memfokuskan upaya-upaya mereka terhadapnya dan mengarahkan kemampuan-kemampuan mereka kepadanya, ia itu adalah qital tamkin atau tahrir (pembebasan) sebagaimana dalam istilah masa kini, qital macam ini amat dibutuhkan oleh kaum muslimin hari ini, dan di dalamnya terdapat nikayah (pukulan) terhadap musuh-musuh Allah yang dasyat, akan tetapi hasil-hasilnya tidak terbatas pada nikayah atau pembebasan sebagian orang-orang tertindas dan yang lainnya sebagaimana ia macam pertama, akan tetapi di antara buah-buah terpentingnya adalah tamkin bagi kaum muslimin di muka bumi, dan sudah ma’lum bahwa di antara bencana terbesar ahlul islam pada hari ini adalah keberadaan mereka tidak memiliki Daulah islamiyyah yang menegakkan dien mereka di muka bumi ini dan mereka berlindung di dalamnya.
Qital macam ini (yaitu) qital dalam rangka tamkin bagi kaum muslimin di muka bumi atau pembebasan sebagian negeri-negeri mereka dari tangan para thoghut yang berkuasa atau yang menjajah lagi merampas adalah butuh kepada kemampuan-kemampuan dan syarat-syarat yang berbeda dari qital nikayah, dan butuh pada program yang mencakup (berbagai bidang) dan luas yang ikut andil di dalamnya orang-orang yang memiliki pandangan ke depan dan memiliki kemampuan dan pengalaman dari kalangan ulama rabbaniy, para du’at yang giat dan mujahidin yang jujur yang tidak terpengaruh di jalan Allah ini oleh celaan orang yang suka mencela, di mana menangani urusan jihad ini dan memelihara tunas-tunasnya dengan sebenar-benarnya pemeliharaan dengan telapak tangan-telapak tangan mereka yang bercahaya dan pemahaman-pemahaman mereka yang suci serta niat-niat mereka yang tulus sampai buah-buahnya itu matang untuk supaya dipetik oleh tangan-tangan itu juga dan oleh niat-niat dan pemahaman-pemahaman itu sendiri tidak yang lainnya….
Maka tidak boleh secara syari’at maupun secara akal para mujahidin yang jujur berjihad dan mereka dengan jihadnya itu mampu menyelamatkan atau membebaskan sebagian negeri-negeri kaum muslimin; untuk kemudian naik setelah itu di atas kepala para pahlawan dan darah para syuhada orang yang memetik buah jihad mereka lewat cara perujukan kepada demokrasi dan pemilu atau cara-cara jahiliyyah lainnya yang berpatokan kepada mayoritas yang menyimpang dan yang menghantarkan ke atas kursi kekuasaan setiap orang bejat lagi rusak dan busuk, setelah jihad yang panjang dan mengorbankan mujahidin yang jujur.
Kenapa malu, mujahidin yang berperang lagi jujur yang telah menghancurkan Rusia atau Serbia atau yang lainnya di Afganistan atau Cechnya atau Bosnia dengan kekuatan dan jihad mereka; kenapa mereka malu atau sungkan atau enggan dari mengambil kendali pemerintahan dengan kekuatan itu sendiri yang dengannya mereka membebaskan negeri ? Bukankah mereka orang-orang yang lebih layak untuk memegang kendali pemerintahan …?
Alangkah menyedihkan dan menyakitkan saya apa yang saya baca suatu hari dari ucapan sebagian panglima militer mujahidin yang terkenal di sebagian negeri saat ditanya dalam jumpa pers, yaitu apakah ia dan panglima-panglima militer yang seperti dia akan memegang pemerintahan setelah berakhirnya pembebasan ? maka ia menjawab dengan “ tidak “ dan ia menjelaskan bahwa ia itu mujahid dan tujuannya adalah memerangi musuh-musuh Allah di mana saja (yaitu hanya jihad nikayah), adapun kekuasaan dan poloitik maka ia memiliki ahlinya sedang kami bukan ahlinya…!!
Ucapan yang rendah ini tidak patut muncul dari mujahid yang menghargai jihadnya dan menghormati darah para syuhada, umur para pemuda dan kemampuan umat yang dikerahkan pada peperangan itu, dan mengetahui musibah karena kehilangan daulah islam serta (mengetahui) kebutuhan umat yang mendesak terhadap negeri tempat bernaung dan tempat bertolak. Dan ini bukan pengragu-raguan dari saya terhadap saudara kita tersebut, sungguh saya tidak ragu bahwa ia mengetahui itu semua dan menghargainya, akan tetapi saya tidak tahu apa factor pendorong ucapan ini, apakah wara’ yang dingin atau keengganan ataukah tawadlu’ yang bukan pada tempatnya ??
Kenapa tidak dalam perhitungan para mujahidin mereka memegang pemerintahan dan kendali urusan setelah tamkin, mereka sendiri yang telah jujur di medan perang dan teguh di belakang mortir dan di taman ranjau…? Bukankah mereka itu orang yang paling tulus dan paling bersih serta paling terpecaya terhadap pemerintahan ?
Kenapa mereka itu menolak untuk memerintah ?
Dan sampai kapan proyek-proyek mereka itu akan tetap tidak melebihi qital nikayah dan cita-cita kesyahidan saja ? dan keberatan apa atau penghalang apa yang menghalangi dari menganut proyek tamkin dan upaya meraihnya di samping nikayah dan cita-cita kesyahidan ?
Bukankah termasuk pemahaman yang bersih dan jeli kita mengetahui posisi datangnya banyak atsar yang menghikayatkan tentang banyak syuhada islam dari kalangan sahabat atau tabi’ien atau yang lainnya; yaitu bahwa mayoritas angan-angan dan doa seseorang di antara mereka adalah terfokus keterbunuhan kudanya dan pedangnya patah di leher-leher musuh dan mendapat karunia kesyahidan, bahwa mayoritas itu adalah dalam kondisi kaum muslimin memiliki khilafah dan daulah. Dan bahwa cita-cita dan seruan-seruan pada kondisi tidak adanya daulah ini adalah wajib bersifat luas agar mencakup upaya pada perealisasian kejayaan islam dan tamkin bagi kaum muslimin, di samping cita-cita pertama itu.
Kenapa kita baru saja senang dengan sebagian barisan-barisan perlawanan yang pemikiran dan proyek para pelakunya melebihi qital nikayah, dan mereka meletakkan pada perhitungan-perhitungan mereka upaya untuk pembebasan atau tamkin, tiba-tiba saja kejernihan kebahagian itu dikeruhi oleh panglima-panglima atau sosok-sosok yang kotor agi tercoreng loyalitasnya yang menyimpang pemahamannya lagi ngawur manhajnya yang mana para komandan-komandan militer memberikan loyalitasnya kepada mereka, seraya mereka duduk di belakang meja bukan di parit-parit dan dibelakang mortir, dan mereka menunggu pemetikan buah !! atau mereka muncul di hadapan kita dari kotak-kotak undian yang mana sebagian mujahidin menyerahkan kepadanya hasil darah-darah dan nyawah-nyawah mereka.
Kemeranaan macam apa ini yang selalu berulang-ulang bersama kaum muslimin dalam pengalaman-pengalaman yang beraneka ragam dalam tenggang waktu yang pendek di masa ini…dan karena sebab itu mereka belum mendapatkan apa yang diharapkan dan tamkin walaupun banyaknya orang-orang yang tulus dan mujahidin serta banyaknya orang-orang yang berkorban dan para syuhada…
Kenapa boleh bagi para dictator, para thoghut, para penjahat, para pembunuh bahkan banci-banci memasuki istana-istana kekuasaan di negeri-negeri kita di atas tank-tank untuk memerintah kita dan memerintah umat dengan hawa nafsu dan kekafiran-kekafiran mereka, dan untuk melemahkan umat ini serta menjinakannya bagi wali-wali mereka bangsa barat dan Amerika.
Dan kenapa boleh bagi orang-orang sebelum mereka melakukan tipu daya jahat terhadap khilafah, mengkudetanya, dan merampasnya dari kaum muslimin serta memerintah mereka dengan undang-undang kaum musyrikin dengan kekuatan senjata…dan tidak boleh bagi mujahidin muslimin muwahiddin, atau sebagian mereka enggan dan bersikap wara’ dari melibas mereka dan orang-orang macam mereka, serta mengambil alih apa yang telah dirampas dari mereka dan dari islam mereka dengan kekuatan itu sendiri, kemudian mereka menundukkan manusia kepada Allah saja serta mengeluarkan mereka dari peribadatan terhadap makhluk.
Pelembekan terhadap semangat macam apa ini ? Dan pembancian terhadap cita-cita dan akal macam apa ini ? dan keterpurukan terhadap pemikiran macam apa ini yang menjadikan kaum muslimin bagaikan ayam potong dan kambing dan mereka dikandangi di zaman kekuatan yang mana mereka adalah orang-orang yang paling layak memilikinya, berupa kekuatan, penyembelihan dan pedang yang mana Nabi mereka saw telah diutus dengannya menjelang kiamat sampai Allah ta’ala yang diibadati.
Orang-orang yang menegakkan jihad di negeri-negeri kaum muslimin harus kembali mengkaji tujuan-tujuan jihad mereka dan program-program serta rancangan-rancangan qital mereka, dan mereka harus menuntaskan dalam perhitungan-perhitungan mereka dan program-program qital ini; upaya ‘amal dalam rangka tamkin bagi kaum muslimin di muka bumi.
Dan di samping pentingnya penekanan terhadap hal itu dan pemfokusan langkah terhadapnya; maka mesti mengkaji medan-medan perang mereka serta mengedepankan apa yang lebih manfaat bagi kaum muslimin dan yang lebih dekat kepada tujuan yang penting ini.
Dan mereka mesti memilih pimpinan-pimpinan mereka dengan hati-hati, dan mereka mempertimbangkan di dalmnya ilmu syar’iy kepekaan terhadap waqi’ (realita), syaja’ah (keberanian), ketegasan, kesegeraan dan tidak sungkan-sungkan atau maju mundur dari memegang kendali pemerintahan saat terjadi (tamkin), agar buah hasil jihad mujahidin tidak lenyap sia-sia atau dipetik oleh orang-orang yang tidak beriman.
Dan hendaklah mereka sadar bahwa mayoritas operasi-operasi jihad di negeri-negeri kaum muslimin pada hari ini adalah termasuk jenis qital nikayah walaupun hasilnya amat besar, dan di garis depan itu semuanya apa yang telah terjadi di Washington dan newyork berupa operasi-operasi raksasa yang direncanakan dengan cermat, maka sesungguhnya operasi ini walaupun amat besar namun tidak keluar dari qital macam ini.
Dan seperti itu juga pembunuhan thoghut Anwar Sadat dalam satu kesempatan yang ada bagi kaum muslimin di Mesir dan keberanian mereka terhadapnya tanpa ada kesiapan mereka untuk memegang kendali pemerintahan di negeri itu. Tindakan itu meskipun melegakan dada kaum muslimin namun tidak keluar dari sekedar nikayah selagi tidak merealisasikan bagi mereka tamkin, bahkan ia mempercepat kepemimpinan thoghut yang lain.
Dan termasuk apa yang dilakukan kaum muslimin hari ini di Iraq bahkan di Palestina berupa memerangi Amerika atau Yahudi, maka sesungguhnya ia adalah seperti itu juga selagi ahlul islam di sana adalah lebih lemah serta para pimpinan dan para syaikh mereka lemah dari bisa memetik buah perang ini walaupun di dalamnya ada hasil sesuatu dari pembebasan (tahrir).
Karena seandainya negeri-negeri ini dibebaskan atau sebagian wilayah darinya di bebaskan dari Amerika atau Yahudi dalam kondisi lemahnya kaum muslimin hari ini dan ketidakmilikannya akan pimpinan-pimpinan yang layak, kemudian pemerintahan di dalamnya dipegang oleh kaum sekuler yang kafir, tentulah ini sama sekali bukan tamkin bagi agama Allah; sehingga ia tidak lebih – sedang keadaannya adalah seperti ini – dari penggantian thoghut asing dengan thoghut arab….
Sungguh eksperimen-eksperimen mujahidin di Afganistan, Cechnya dan Bosnia adalah lebih baik keadaanya dari sisi penggalangan anshar dan kesemangatan mereka serta shibghah islamiyyah (celupan islam) yang amat kuat yang mewarnai medan-medan jihad itu, namun demikian para mujahidin yang jujur tidak bisa memetik hasilnya di sana karena sebab-sebab yang wajib atas para penanggung jawab jihad di sana untuk mempelajarinya, mengamatinya serta mengkaji ulang di dalamnya; di mana hal itu menjadikan upaya keras kaum muslimin dan jihad para mujahidin serta para syuhada di akhir perjalanan tidak melebihi dari qital nikayah kepada qital tamkin.
Dan di antara sebab-sebab ini sebagaimana yang telah kami utarakan adalah keengganan atau kelemahan dan ketidakmampuan mujahidin yang jujur dari memetik hasil jihad; karena lemahnya mereka di hadapan timbangan-timbangan kekuatan yang lain di negeri itu atau karena sikap pengikutan mereka – dan sungguh disayangkan – pada keinginan mayoritas manusia yang telah Allah firmankan tentang mereka “Dan sebahagian besar manusia tidak akan beriman – walaupun kamu sangat menginginkannya-“(Yusuf 103). Dan itu terjadi dengan cara berhakim kepada kotak-kotak pemilihan suara sebagaimana yang telah terjadi di Cechnya di mana Maskhadov naik ke atas kursi kekuasaan lewat kotak-kotak suara itu.
Atau karena mereka ikut serta atau berkoalisi dengan faksi-faksi yang rusak lagi menyimpang yang memiliki dominasi lebih kuat di tengah realita dan di tengah msyarakat, yang mana ini membantu para pimpinannya semacam Rabbani dan Sayyaf serta orang-orang semacam mereka untuk naik berpijak di atas kepala-kepala para syuhada dan darah mujahidin ke tampuk kursi-kursi pemerintahan setelah pembebasan Afganistan dan penggulingan kekuasaan Najib di sana. Dan ini adalah hal yang tidak mengagetkan kami walaupun selain kami merasa kaget dengannya. Sungguh kami sejak dahulu telah menghati-hatikan dari penyimpangan-penyimpangan faksi-faksi itu dan kami enggan berperang di barisan-barisannya dan kami mengingatkan terhadap penegasan-penegasan para panglimanya yang walaupun mayoritasnya bercelupkan islam, akan tetapi mereka itu menyatakan dengan terang-terangan bukan dengan ucapan kiasan; bahwa mereka itu berupaya mewujudkan Negara islam yang demokratis !! dan mereka menyatakan secara terang-terangan tentang persaudaraan mereka terhadap thaghut-thaghut arab dan ‘ajam, sebagaimana peribahasa bahwa yang ditulis itu bisa dibaca dari judulnya, maka mereka itulah orang-orang yang akan memetik buah dan akan memegang pemerintahan, sedangkan ini adalah keadaannya, akan tetapi orang-orang yang terlampau semangat tetap menolak peringatan dan malah mengatakan: Dan meskipun ….dan walapun …bukankah memerangi musuh-musuh Allah secara umum adalah disyari’atkan ? Bukankah Allah ta’ala berfirman:
Maka berperanglah kamu pada jalan Allah, tidaklah kamu dibebani melainkan dengan kewajiban kamu sendiri,” (An Nisa: 84).
Qital nikayah pada musuh-mush Allah secara umum adalah diyari’atkan meskipun kita tidak memetik hasil …Dan begitulah hasilnya di akhir perjalanan, cita-cita orang itu tidak melebihi di tengah semangatnya dari perang macam ini..!!
Eksperimen-eksperimen ini saya isyaratkan di sini walaupun yang wajib atas pergerakan-pergerakan jihad adalah mengkajinya dengan penuh kepekaan, mengambil pelajaran dari pengalaman-pengalamannya, melewati kekeliruan-kekeliruannya serta tidak mengulanginya kembali…Dan ini bukanlah materi renungan ini, akan tetapi materinya adalah dorongan terhadap mujahidin untuk mengarah pada qital tamkin dan mefokuskan terhadapnya, menjaga buah-buahnya serta menangani pemetikannya…dan pengingatan bahwa jihad dan upaya keras mereka di myoritas belahan bumi hari ini adalah berserakan pada operasi-operasi yang tidak keluar dari qital nikayah, meskipun pada sebagian kondisi kadang memiliki bentuk upaya untuk tamkin atau tahrir akan tetapi di akhir perjalanan ia tidak keluar dari qital nikayah dengan sebab ketidakmatangan mereka atau ketidakmampuannya untuk memetik hasil atau karena penyimpangan mereka dan sikap serabutannya atau sebab-sebab lainnya yang sudah lalu dan pemegangan orang lain terhadap hal itu.
Dan akhirnya bila telah jelas perbedaan antara dua macam qital tersebut dan engkau mngetahui kebutuhan kaum muslimin terhadap pemfokusan pada qital tamkin serta pentingnya pengarahan kemampuan-kemampuan mereka terhadapnya; maka saya simpulkan apa yang telah lalu dan saya beranjak kepada peringatan-peringatan yang cepat yang berkaitan dengan materi ini.
Tidaklah sah umat seluruhnya atau mayoritasnya menyibukkan diri dengan qital nikayah dan menelantarkan qital tamkin atau tahrir, akan tetapi wajib memfokuskan segenap kemampun terhadap suatu tempat dari tempat-tempat di bumi ini. Yang di sana kaum muslimin memiliki suatu macam dari macam-macam kekuatan dan di sana mereka memiliki tokoh-tokoh rujukan atau pimpinan-pimpinan yang memiliki bashirah akan syari’at dan realita yang layak manusia berkumpul di sekelilingnya, dan mereka berupaya untuk mengokohkan kekuasaannya di bumi ini dan mendirikan bagi kaum muslimin suatu Negara yang mereka berlindung di dalamnya dan bertolak darinya.
Termasuk kesalahan mengobarkan semangat dan emosional para pemuda untuk mengarahkan mereka kepada qital nikayah dan mereka bertolak dengan dorongan semangat ke front-front yang diramaikan dan ditabuhi media masa tanpa mengkaji realitanya dan buah hasil yang diharapkan darinya, dan dengan hal itu mereka dipalingkan dari front-front yang bisa jadi tamkin adalah buah hasil yang sebenarnya baginya seandainya ada sokongan-sokongan kekuatan dan anshar.
Termasuk bab pertimbangan maslahat dan pemahamannya serta kewajiban mendahulukan mashlahat yang paling besar terhadap yang paling kecil saat terjadi pertentangan; adalah tidak boleh menghapuskan qital tamkin atau menggugurkannya atau membatalkan buah hasilnya dengan mengedepankan sebagian ‘amal nikayah terhadapnya atau mempertentangkannya atau menyodorkannya kepada bahaya dengan sebabnya, bagi orang yang memiliki rancangan dan program untuk itu, dan ia itu menghargai jihadnya serta energi-energi kaum muslimin, upaya keras mereka, umur para pemuda mereka dan darah-darahnya.
Nabi saw tidak membunuh banyak kaum munafikin yang menampakkan beberapa gangguan di Madinah, sedangkan membunuh mereka itu tidak di ragukan lagi adalah termasuk nikayah pada musuh-musuh Allah yang terpuji, sebagaimana beliau mengakui yahudi di Madinah padahal mereka itu sangat busuk dan banyak menyakiti, dan itu sebelum penguasaan penuh di bumi dan sebelum kesempurnaan tamkin padahal mereka itu bukan kafir dzimmiy yang hina, beliau tidak membunuh mereka dan menangguhkan mereka itu demi menjaga tamkin yang sudah dirintis dari awal. Dan di dalamnya terkandung fiqh (pemahaman) yang wajib diperhatikan kandungannya. Kemudian tatkala Allah telah mengokohkan kaum muslimin di Badr maka beliau mulai melakukan operasi nikayah pada kaum yahudi, akan tetapi beliau tidak memperluas dalam hal itu, namun hanya cukup membunuh orang yang menyakitinya dari kalangan yang tidak menimbulkan kerusakan terhadap kaum muslimin dan negeri mereka saat membunuhnya, sampai terealisasi baginya keleluasaan di muka bumi dan timbangan telah berubah, maka Allah ta’ala menurunkan kepadanya firman-Nya: “Jihadilah orang-orang kafir dan munafiqin, serta bersikap keraslah terhadap mereka,”…dan ayat-ayat lainnya.
Dan sejenis itu pula perintah beliau kepada Hudzaifah tatkala mengutusnya untuk mencari tahu berita tentang ahzab (pasukan-pasukan yang bersekutu) saat mereka mengepung Madinah “ agar ia tidak melakukan sesuatu di tengah mereka “ dan dalam riwayat muslim “ Jangan membuat mereka geram terhadap saya “ dan keengganan Huzaifah dari membunuh Abu Sufyan pimpinan pasukan, padahal pembunuhannya tergolong nikayah terbesar pada musuh-musuh Allah, maka ia meninggalkannya padahal membunuhnya itu amat sangat mudah, sebagai pengamalan dengan wasiat Nabi saw agar ia tidak memancing kegeraman mereka terhadap kaum muslimin, maka di dalamnya terkandung sikap meninggalkan qital Nikayah demi menghindarkan mafshadah yang bisa dimunculkan hal itu terhadap kaum muslimin dan negeri mereka sebelum kesempurnaan tamkin dan keleluasaan mereka di muka bumi.
Maka dalam tuntutan ini dan itu terdapat sikap pengedepanan mashlahat yang lebih utama bagi kaum muslimin dan mashlahat penghindaraan mafshadah yang besar dari mereka dan dari tamkin mereka terhadap qital nikayah…
Bahkan sesungguhnya pengorbanan-pengorbanan yang dikerahkan dalam qital nikayah tidak seyogyanya sebanding dengan yang dikerahkan dalam rangka perealisasian tamkin.
Maka saya memahami bila para du’at meninggalkan dakwah dan program-program mereka yang bersifat pendidikan, dakwah, keilmuan dan studiy di Negeri mereka dan mereka mengosongkan tempat dari para du’at dan para pencari ilmu dan mereka menuju untuk bergabung perang di negeri yang diharapkan di dalamnya tamkin atau tahrir…
Adapun mereka meninggalkan dakwahnya atau mereka dicela karena tetap konsisten dengan dakwahnya, dan segenap kemampuan dikerahkan, serta medan dakwah dikosongkan dari aktivis dan ansharuddin demi Qital yang tidak lebih dari sekedar qital nikayah, maka ini sama sekali bukan termasuk pemahaman timbangan mashlahat dan mafshadah yang syar’iy. Sungguh Allah ta’ala berfirman: “Sesungghnya Al Qur’an ini memberikan petunjuk kepada jalan yang lebih lurus (Al Isra: 9).
Lebih lurus adalah lebih baik.
Dan Dia swt berfirman: “Ikutlah sebaik-baik apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu (Az Zumar: 55).
Ini adalah perintah terhadap hamba-hamba-Nya untuk mengikuti amalan yang paling lurus yang paling baik manfa’atnya bagi dien dan dunia mereka…“Yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranny,” (Az Zumar: 18).
Dan begitu juga tidak sah para pemuda dikompori untuk meninggalkan dakwah mereka dan mereka dicela dengan sebab tetap berdakwah, dan mereka disuruh keluar berperang semuanya serta mereka digusur ke dalam peperangan yang rugi dengan klaim membantu sebagian orang yang tidak memiliki kesabaran terhadap dakwah ilallah dari kalangan orang yang tergesa-gesa konfrontasi phisik yang tidak diperhitungkan dengan musuh-musuh Allah, atau sembrono melakukan sebagian kesalahan-kesalahan keamanan sehingga ia diusir oleh pihak pemerintah, atau amalan lain apa saja yang tidak keluar hakikatnya dari qital nikayah selagi para pemuda itu telah memilih program dakwah yang terencana rapih, maka amal-amal semacam itu tidak sah dibenturkan dengan program-program dakwah yang shahih yang berada di atas jalan tauhid, apalagi kalau ia menjadi sebab penelantaran atau penghancurannya, berbeda halnya dengan qital tamkin maka ia memiliki perhitungan-perhitungan yang berbeda.
Di dalam qital nikayah kadang bisa tasahul (mengenteng-enteng) dalam banyak hal yang tidak boleh tasahul dengannya dalam qital tamkin, terutama dalam hal memilih pimpinan yang berperang dengannya, kadang dalam operasi-operasi nikayah dianggap cukup dengan panglima militer walaupun ia masih kurang dalam ilmu syar’iy dan kadang bisa tasahul dengan sebagian maksiat-maksiatnya atau penyimpangan-penyimpangannya yang tidak sampai pada kekafiran. Adapun dalam qital tamkin maka seyogyanya atas orang-orang yang berakal untuk tidak menyerahkan kendali jihad kecuali kepada pimpinan yang takut kepada Allah yang bertauhid yang mengetahui ilmu syar’iy lagi peka terhadap realita serta ia layak untuk berhukum dengan apa yang telah Allah turunkan dan untuk memetik buah jihad mujahidin, agar tidak berulang kembali keterpurukan kaum muslimin di sana di sini.
Ini adalah hal yang tidak boleh tafrith terhadapnya selagi pilihan ada di tangan mujahidin dan kesempatannya luas. Adapun bila kondisinya sempit maka kebolehan qital bersama amir yang fajir untuk menghadang orang kafir adalah disyari’atkan sebgai bentuk penolakan mafshadah atau keburukan terbesar dengan menanggung yang paling ringan. Kemudian bila setelah itu memiliki kemungkinan untuk mencopot yang fajir itu dan mengangkat yang yang baik maka itu wajib.
Namun hati-hati kemudian hati-hati dari menganggap pilihan demokrasi sebagai system untuk pemerintahan atau loyalitas kepada para thoghut timur dan barat sebagai manhaj atau mengemis-ngemis terhadap pengakuan dunia internasional yang kafir serta ikut serta dengan lembaga-lembaganya; saya katakan hati-hati dari menganggap hal itu dan yang serupa dengannya berupa kekafiran sebagai kefajiran saja, karena itu bisa menyebabkan timbangan rusak dan gambaran menyimpang serta perhitungan ngawur.
Ini adalah sebagian hal-hal yang ingin saya ingatkan dalam renungan ini …dan maksud saya sama sekali bukanlah meremehkan keberadaan qital nikayah yang dibatasi dengan batasan-batasan syar’iy yang mempertimbangkan mashlahat kaum muslimin yang terpenting kemudian yang berikutnya, yang peka dan menampakkan jihad islamiy dengan gambarannya yang indah, sebagaimana maksud saya sama sekali bukanlah mencela mujahidin di jalan Allah, karena setiap orang yang megetahui surat-surat saya dan ia mengikuti apa yang saya tulis, akan mengetahui pembelaan saya buat jihad dan mujahidin secara umum, bahkan dukungan saya terhadap serangan Newyork dan Washington serta para pahlawannya padahal serangan itu tidak keluar dari macam ini sebagaimana yang telah lalu kami utarakan. Dan saya berlindung kepada Allah dari sikap mecela para mujahidin manapun yang telah menjual jiwa dan ruhnya kepada Allah di zaman kehinaan dan kecenderungan (kepada dunia), akan tetapi itu adalah sebagai bentuk keinginan kuat terhadap jihad kaum muslimin, upaya keras mereka dan kemampuan mereka agar diarahkan kepada yang lebih manfa’at, lebih tepat dan lebih baik bagi agama Allah.
Oleh sebab itu saya kembali dan mengakhiri ini dengan mengatakan: sesungguhnya meskipun mayoritas jihad para pemuda umat ini pada hari ini adalah mengarah kepada qital nikayah, dan qital macam ini tidak membuahkan tamkin yang dalam waktu dekat , dan bisa jadi mayoritasnya tidak menghancurkan musuh-muuh Allah dengan penghancuran yang mematikan, bahkan sebagiannya tidak menimpakkan pada mereka dalam banyak kejadian kecuali pukulan kecil saja; akan tetapi bila itu sesuai perencanaan yang jelas dan dalam bingkai pilihan-pilihan yang jeli dan dengan hubungan atau arah pemahaman yang murni bersih yang tidak terkontaminasi atau terkotori; maka sesungguhnya ia memiliki hasil-hasilnya yang banyak dan besar, dan bisa saja bila ia para pelaksananya mendapatkan taufik pada kepekaan yang sebenarnya terhadap realita dan pilihan-pilihan: (Ia) menjadi madhrasah yang terdidik di dalamnya anak-anak kaum muslimin dan keluar darinya orang-orang yang akan memegang kendali qital tamkin dengan izin Allah ta’ala
Karena sesungguhnya mereka itu tidak akan turun kepada kita dari langit, sebagaimana mereka itu tidak akan datang dari pangkuan jama’ah-jama’ah irja’ serta tidak akan keluar kecuali dari belakang meriam-meriam dan dari lobang parit serta dari rahim jihad kaum muslimin di sana sini.
“Dan di hari itu bergembiralah orang-orang yang beriman, karena pertolongan Allah. Dia menolong siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Dia-lah Yang Maha Perkasa Lagi Maha Penyayang. (Ar Rum: 4-5).
Dikutip dari kitab:
Waqafat Ma’a Tsamaraatil Jihad Bainal Jahli Fisy Syar’i Wal Jahli Bil Waqi’ (Merenung Sejenak Atas Hasil-hasil Jihad, Antara Kebodohan Akan Syari’at dan Kebodohan Akan Realita) Renungan ke-12
Karya: Asy Syaikh Al Mujahid Abu Muhammad ‘Ashim Al Maqdisiy Fakallahu ‘Asrah
Diterjemahkan oleh Ustadz Abu Sulaiman Aman Abdurrahman Fakallahu ‘Asrah

Status Pegawai Negeri Pemerintahan Thaghut

Ikhwani fillah, materi kali ini adalah tentang status orang-orang atau dinas-dinas yang ada di pemerintahan thaghut ini. Apakah pekerjaan yang ada di semua dinas-dinas thaghut ini pekerjaan-pekerjaanya adalah kekafiran, ataukah ada rincian…?
Dalam masalah ini, ada pekerjaan-pekerjaan yang sifatnya merupakan kekufuran, ada pekerjaan-pekerjaan yang sifatnya dosa besar, dan ada pula pekerjaan-pekerjaan yang sifatnya tidak masuk ke dalam dua kategori ini. Kita akan merincinya dan menyebutkan contoh-contohnya.
I. Pekerjaan Yang Bersifat Kekafiran
Di antara pekerjaan atau dinas yang merupakan kekufuran adalah dinas yang mengandung salah salah satu di antara hal-hal berikut ini:
1. Dinas yang mengandung pembuatan hukum.
Orang yang membuat hukum atau dia bagian dari lembaga yang membuat hukum, maka pekerjaannya dan orang-orang yang tergabung di dalamnya adalah orang-orang kafir. Seperti orang-orang yang ada di lembaga legislatif dari kalangan anggota-anggota parlemen, karena di antara tugas parlemen itu adalah membuat hukum, maka pekerjaan ini adalah merupakan pekerjaan kekufuran dan orangnya adalah orang kafir. Adapun dalilnya adalah firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala:
“Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu? mereka hendak berhakim kepada thaghut, padahal mereka telah diperintahkan untuk mengingkari thaghut itu.” (An Nisa: 60)
Dalam ayat ini Allah Subhanahu Wa Ta’ala menyebutkan bahwa orang yang membuat hukum yang dirujuk selain Allah disebut thaghut, orang yang merujuk kepada selain hukum Allah disebutkan dalam ayat itu bahwa imannya bohong dan hanya klaim, dan yang dirujuk tersebut, yaitu si pembuat hukum ini yang Allah katakan sebagai thaghut –maka seperti yang telah kita ketahui- adalah lebih kafir daripada orang kafir ‘biasa’.
Dan firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala dalam surat yang lain:
“Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai arbab (tuhan-tuhan) selain Allah dan (juga mereka mempertuhankan) Al Masih putera Maryam, Padahal mereka tidak diperintahkan kecuali mereka hanya menyembah Tuhan Yang Esa, tidak ada ilah (Tuhan yang berhak disembah) selain Dia. Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan”. (At Taubah: 31)
Dalam ayat ini Allah memvonis orang Nashrani dengan lima vonis:
1. Mereka telah mempertuhankan para alim ulama dan para rahib
2. Mereka telah beribadah kepada selain Allah, yaitu kepada alim ulama dan para rahib
3. Mereka telah melanggar Laa ilaaha illallaah
4. Mereka telah menjadi musyrik
5. Para alim ulama dan para rahib itu telah memposisikan dirinya sebagi arbab.
Imam At Tirmidzi meriwayatkan, bahwa ketika ayat ini dibacakan oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam di hadapan ‘Adiy ibnu Hatim (seorang shahabat yang asalnya Nashrani kemudian masuk Islam), ‘Adiy ibnu Hatim mendengar ayat-ayat ini dengan vonis-vonis tadi, maka ‘Adiy mengatakan: “Kami (orang-orang Nashrani) tidak pernah shalat atau sujud kepada alim ulama dan rahib (pendeta) kami”, Jadi maksudnya dalam benak orang-orang Nashrani adalah; kenapa Allah memvonis kami telah mempertuhankan mereka atau apa bentuk penyekutuan atau penuhanan yang telah kami lakukan sehingga kami disebut telah beribadah kepada mereka padahal kami tidak pernah shalat atau sujud atau memohon-mohon kepada mereka?. Maka Rasul mengatakan: “Bukankah mereka (alim ulama dan para rahib) menghalalkan apa yang Allah haramkan terus kalian ikut menghalalkannya, dan bukankah mereka telah mengharamkan apa yang Allah halalkan terus kalian ikut mengharamkannya?”. Lalu ‘Adiy menjawab: “Ya”, Rasul berkata lagi: “Itulah bentuk peribadatan mereka (orang Nashrani) kepada mereka (alim ulama dan para rahib).”
Jadi bentuk peribadatan di sini adalah ketika alim ulama itu membuat hukum di samping hukum Allah, kemudian hukum tersebut diikuti dan ditaati oleh para pengikutnya, maka si alim ulama atau pendeta tersebut Allah Subhanahu Wa Ta’ala cap mereka sebagai Arbab atau sebagai orang yang memposisikan dirinya sebagai tuhan selain Allah, sedangkan orang yang memposisikan dirinya sebagi pembuat hukum atau sebagai tuhan selain Allah, maka dia itu adalah orang kafir. Maka berarti pekerjaan ini adalah pekerjaan kekafiran.
Dan dalil yang lain adalah firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala:
“Apakan mereka memiliki sekutu-sekutu yang menetapkan bagi mereka dari dien (hukum/ajaran) ini apa yang tidak Allah izinkan”. (Asy Syuura: 21)
Dalam ayat ini Allah mencap para pembuat hukum selain Allah sebagai syuraka (sekutu-sekutu) yang diangkat oleh para pendukungnya sebagai sekutu Allah Subhanahu Wa Ta’ala, sedangkan orang yang memposisikan dirinya sebagai sekutu bagi Allah adalah orang kafir.
Ini adalah pekerjaan pertama yang merupakan kekafiran; yaitu orang yang pekerjaannya adalah membuat hukum atau menggulirkan atau menggodok undang-undang, seperti para anggota dewan perwakilan dan yang serupa dengannya atau apapun namanya.
2. Pekerjaan yang tugasnya bersifat pemutusan dengan selain hukum Allah.
Orang yang pekerjaannya adalah memvonis dan menuntut dengan selain hukum Allah, seperti para jaksa dan hakim. Mereka menuntut dan memutuskan di persidangan, si jaksa yang menuntut dan si hakim yang memutuskan, sedangkan kedua-duanya adalah memutuskan dengan selain hukum Allah.
Pekerjaan semacam ini, pemutusan dengan selain hukum Allah ini merupakan pekerjaan kekafiran dan orangnya telah Allah cap secara tegas dan jelas sebagai orang kafir, zhalim, dan fasiq dalam satu surat:
“Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir”. (Al Maidah: 44)
“Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim”. (Al Maidah: 45)
“Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang yang fasik”. (Al Maidah: 47)
Sedangkan kita mengetahui bahwa para hakim dan para jaksa ketika memutuskan atau ketika menuntut mereka memutuskan dan menuntutnya dengan selain hukum Allah, yaitu dengan hukum jahiliyyah (hukum thaghut), maka pekerjaannya adalah pekerjaan kekafiran.
3. Pekerjaan yang bersifat nushrah (pembelaan/perlindungan) bagi sistem thaghut
Ini adalah sebagaimana yang sudah dijabarkan dalan materi Anshar Thaghut, seperti; tentara, polisi, atau badan-badan intelejen. Maka dzat dari pekerjaan ini adalah kekafiran karena mereka memberikan nushrah terhadap thaghutnya dan terhadap sistemnya itu sendiri, maka berarti ini pekerjaan kekafiran dan orangnya adalah sebagai orang kafir, sebagaimana yang Allah katakan dalam firman-Nya:
“Orang-orang yang beriman berperang di jalan Allah, dan orang-orang yang kafir berperang di jalan thaghut, sebab itu perangilah kawan-kawan (wali-wali) syaitan itu” (An Nisa: 76)
Allah Subhanahu Wa Ta’ala mencap mereka sebagai orang kafir karena mereka berperang di jalan thaghut. Dan dalam surat yang lain Allah mengatakan:
“Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang munafik yang berkata kepada saudara-saudara mereka yang kafir di antara ahli kitab: “Sesungguhnya jika kamu diusir niscaya kamipun akan keluar bersamamu; dan kami selama-lamanya tidak akan patuh kepada siapapun untuk (menyusahkan) kamu, dan jika kamu diperangi pasti kami akan membantu kamu”. dan Allah bersaksi bahwa sesungguhnya mereka benar-benar pendusta”. (Al Hasyr: 11)
Dalam ayat ini Allah Subhanahu Wa Ta’ala menetapkan ukhuwah kufriyyah antara orang munafiq dengan orang-orang Yahudi, padahal kita tahu bahwa orang munafiq dihukumi secara dunia sebagai orang muslim, akan tetapi ketika dia menampakkan kekafiran dengan cara membantu orang-orang Yahudi, maka Dia memvonis kafir mereka.
Orang munafiq dalam ayat ini dihukumi kafir karena berjanji akan membantu orang Yahudi dalam memerangi Rasulullah, padahal janji mereka di hadapan orang Yahudi itu bohong, akan tetapi Allah memvonis mereka sebagai orang kafir karena menjanjikan akan melakukan kekafiran, yaitu membela orang Yahudi dalam memerangi Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam. Begitu juga orang yang berjanji untuk melakukan kekafiran tapi janjinya bohong, maka tetap dia itu sebagai orang kafir.
Ini adalah dalil, bahwa membantu orang kafir di atas kekafiran adalah merupakan kekafiran dan orangnya adalah orang kafir. Oleh karena itu dinas yang bersifat pembelaan dan perlindungan bagi sistem thaghut merupakan dinas kekafiran dan pekerjaannya itu adalah pekerjaan yang membuat kafir pelakunya.
4. Setiap pekerjaan yang bersifat tawalliy kepada hukum thaghut.
Orang yang dzat pekerjaannya tawalliy (mencurahkan loyalitas) kepada sistem thaghut, yaitu melaksanakan hukum-hukum thaghut secara langsung, seperti aparat thaghut yang bekerja di departemen kehakiman, dinas mereka langsung tawalliy kepada hukum thaghut. Dinas seperti ini adalah dinas kekafiran.
Dan dinas yang seperti ini juga adalah kejaksaan. Atau orang bekerja di sekretariat gedung DPR/MPR, dimana dia yang mengatur program-program atau berbagai acara rapat atau sidang mejelis thaghut ini. Dia tawalliy penuh kepada sistem ini karena kegiatan-kegiatan angota DPR/MPR tidak akan terlaksana tanpa ada pengaturan dari mereka. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
“Sesungguhnya orang-orang yang kembali ke belakang (murtad) sesudah petunjuk itu jelas bagi mereka, syaitan telah menjadikan mereka mudah (berbuat dosa) dan memanjangkan angan-angan mereka. Yang demikian itu karena sesungguhnya mereka (orang-orang munafik) itu berkata kepada orang-orang yang benci kepada apa yang diturunkan Allah: “Kami akan mematuhi kamu dalam sebagian urusan”, sedang Allah mengetahui rahasia mereka”. (Muhammad: 25-26).
Orang yang mengatakan kepada orang kafir atau thaghut “kami akan mentaati kalian dalam sebagian urusan kekafiran” telah Allah vonis kafir, sedangkan orang-orang yang tawalliy tadi, ternyata mereka justeru mengikuti sepenuhnya kekafiran ini, mengikuti thaghut sepenuhnya dalam melaksanakan hukum-hukum kekafiran (hukum thaghut).
5. Orang yang bersumpah untuk loyal kepada thaghut (sistem/hukum/undang-undang)
Setiap orang yang bersumpah untuk loyal kepada undang-undang, apapun dinasnya, walaupun dia bekerja di dinas pendidikan umpamanya, atau dinas pertanian, atau dinas perhutanan, akan tetapi jika dia bersumpah untuk loyal kepada undang-undang atau kepada sistem thaghut, maka apapun bentuk pekerjaannya jika dia melakukan sumpah, maka dia kafir dengan sebab sumpahnya, bukan dengan sebab pekerjaannya.
Ini berbeda dengan dengan jenis pekerjaan yang sebelumnya, di mana yang menyebabkan kekafiran adalah dzat pekerjaannya, seperti anggota MPR/DPR, baik dia disumpah ataupun tidak maka dia tetap kafir, begitu juga hakim, jaksa, tentara, polisi, baik mereka bersumpah ataupun tidak, maka mereka tetap orang kafir.
Sedangkan di sini, orang menjadi kafir bukan dengan sebab dari sisi pekerjaannya, tapi dari sisi sumpahnya, apapun bentuk dinasnya selama ada sumpah untuk loyal kepada hukum thaghut maka dia kafir. Jika saja Allah memvonis murtad orang yang menyatakan akan taat, setia dan akan mengikuti hanya dalam sebagian kekafiran, maka apa gerangan dengan orang yang menyatakan dalam sumpahnya; kami akan setia dan taat sepenuhnya kepada Undang Undang Dasar atau Pancasila atau kepada Negara Kafir Republik Indonesia?? ini lebih kafir daripada orang yang Allah vonis murtad dalam surat Muhammad tadi. Jika saja mengikuti sebagiannya saja Allah vonis murtad, maka apa gerangan dengan orang yang mengatakan akan setia dan mengikuti sepenuhnya…?!!
Ini adalah di antara pekerjaan-pekerjaan atau dinas-dinas yang Allah vonis kafir pelakunya, dan pekerjaan ini merupakan pekerjaan kekafiran di dinas thaghut tadi.
II. Pekerjaan Yang Bersifat Keharaman
Jika pekerjaan selainnya yang tidak ada kelima unsur tadi; tidak ada pembuatan hukum, tidak ada pemutusan dengan selain hukum Allah, tidak ada pembelaan atau tidak ada tawalliy, tidak ada janji setia kepada hukum thaghut, maka dinas-dinas yang tidak ada kelima unsur tadi harus dilihat apakah dinas tersebut dinas kezhaliman yang merupakan keharaman ataukah bukan (dinas yang mubah).
Apabila dinas tersebut adalah dinas keharaman lalu tidak ada lima hal tadi, seperti di perpajakan atau bea cukai atau keimigrasian yang merupakan kezhaliman, atau di bank-bank riba, maka ini adalah pekerjaan-pekerjaan yang haram. Ini bukan pekerjaan kekafiran kecuali kalau ada sumpah.
Orang yang bekerja sebagai PNS di bea cukai, dzat pekerjaannya adalah haram karena kezhaliman, dan jika ada sumpah maka dia kafir dari sisi sumpahnya, jika tidak ada sumpah, maka pekerjaannya itu adalah pekerjaannya saja yang haram.
III. Pekerjaan Yang Mubah
Seandainya tidak ada kelima hal tadi, terus pekerjaannya juga bukan pekerjaan yang haram, maka itu adalah pekerjaan yang mubah (yang boleh-boleh saja) seperti di dinas kesehatan, di pertanian, di kelautan, atau dinas-dinas yang bukan merupakan kekufuran dan bukan merupakan keharaman.
Para ulama mengatakan bahwa jika dinas tersebut milik thaghut maka minimal hukumnya makruh, tidak dikatakan mubah karena minimal dia dekat dengan thaghut. Hukumnya makruh tapi dengan syarat dia tetap menampakkan keyakinannya. Dalil dalam hal itu adalah hadits yang diriwayatkan Al Bukhari dalam Shahih-nya pada Kitab Al Ijarah bab “Apakah seseorang boleh mengupahkan dirinya bekerja pada orang musyrik di negeri harbiy”: Dari Khabab radliyallahu ‘anhu, berkata: “Saya adalah pandai besi, kemudian saya bekerja untuk Al ‘Ash Ibnu Wail, sehingga terkumpul hak upah saya di sisinya, kemudian saya mendatanginya untuk meminta upah itu darinya”, maka ia (Al ‘Ash ibnu Wail) berkata: “Tidak, demi Allah. Saya tidak akan membayar upahmu sampai kamu kafir kepada Muhammad!”, maka saya berkata: “Demi Allah, tidak akan saya lakukan sampai kamu mati kemudian dibangkitkan sekalipun”, ia berkata: “Apa saya akan mati kemudian dibangkitkan ?”, saya berkata: “Ya!”, dan ia berkata: “Ya, berarti di sana saya akan memiliki harta dan anak, kamudian saya akan membayar upahmu”.
Di sini Khabab menampakkan keyakinannya. Jadi dalam dinas-dinas seperti kesehatan dan yang lainnya yang sifatnya mubah-mubah saja dengan syarat tetap menampakkan keyakinan di tengah mereka, karena jika tidak menampakkan, maka ia berdosa karena dia meninggalkan hal yang wajib yaitu izhharuddin hanya karena mencari pekerjaan yang bersifat dunia ini. Akan tetapi jika seandainya dinas-dinas yang mubah ini di dalamnya ada sumpahnya, maka dia kafir karena sebab sumpahnya bukan karena dzat pekerjaannya.
Dan yang harus dikertahui juga adalah jika dia bekerja di dinas-dinas yang mubah tadi lalu dia sebelumnya bersumpah, maka dia kafir karena sumpahnya, karena secara hukum thaghut ketika diangkat menjadi PNS, maka dia diambil sumpahnya sesuai dengan undang-undang yang berlaku di dinas kepegawaian yaitu bahwa semua PNS di Indonesia ini harus bersumpah ikrar setia[1].
Berdasarkan hukum thaghut, PNS harus disumpah, akan tetapi antara disumpah atau tidak dalam praktiknya, maka itu urusan dia dengan dengan Allah, jika kita tidak tahu apakah dia itu mengikrarkan sumpah atau tidak, maka dia tidak bisa dikafirkan, karena dzat pekerjaannya bukan pekerjaan kekufuran, kecuali bila kita mendengar saksi dari dua orang laki-laki muslim yang adil atau pengakuan dari dia langsung, maka kita nasihati agar dia berlepas diri dari sumpahnya. Ini berbeda dengan tentara atau polisi atau aparat lainnya dimana kita bisa langsung mengkafirkan mereka, juga seperti anggota MPR/DPR karena dzat pekerjaannya merupakan kekafiran, kita tidak bisa menghukuminya sebagai orang muslim sampai dia keluar dari pekerjannya dan melepaskan segala atribut pekerjaannya.
Jika orang bekerja di dinas-dinas keharaman atau yang mubah tadi, lalu dia pernah bersumpah dan setelah kita nasihati, lalu dia menyatakan keberlepasan diri dari sumpahnya, dia bertaubat dari sumpah kekufurannya, dia ikrarkan dua kalimah syahadat, maka dia dihukumi sebagai orang muslim, walaupun dia tidak keluar daripada kedinasannya, karena kekafirannya disebabkan oleh sumpahnya, bukan karena dinasnya.
Jadi, di sini dibedakan antara kekafiran yang disebabkan oleh dzat pekerjaannya dengan kekafiran yang diakibatkan oleh sumpah untuk setia dan loyal kepada thaghut.
Dalam realita masyarakat banyak terdapat PNS, tetapi kita tidak mengetahui secara individu dari mereka apakah si fulan ini sumpah ataukah tidak, maka kita tidak bisa mengkafirkannya meskipun pada hakikat sebenarnya dia itu telah bersumpah, karena yang mengetahui dia mengaikrarkan sumpah atau tidak hanyalah Allah, sedangkan kita tidak tahu. Bila kita melihat dzat pekerjaannya bukan kekufuran, maka dia tidak boleh dikafirkan, karena kita menghukumi secara zhahir sedangkan urusan bathin maka itu urusan Allah.
Kemudian, bagi orang yang telah bekerja di dinas kekafiran akan tetapi dia sudah pensiun atau sudah berhenti dari pekerjaannya, baik berhentinya karena dipecat atau karena mengundurkan diri atau karena selesai masa jabatannya, maka bagi orang-orang semacam ini; maka selama dia menampakkan keislaman, lalu tidak muncul dari sikap atau dari ucapan dia hal-hal yang menunjukan bahwa dia itu masih menginginkan perbuatannya itu atau masih membanggakannya atau membolehkannya atau menganjurkan agar orang masuk ke dalamnya, maka orang seperti itu kita hukumi secara dunia dia itu muslim, sedangkan masalah bathinnya itu urusan dia dengan Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Demikianlah bagaimana menyikapi orang-orang semacam itu, karena ketika kita mengkafirkan orang-orang yang bekerja di dinas-dinas kekafiran adalah karena pekerjaannya, jika dia sudah berhenti dan meninggalkan pekerjaannya apapun faktor yang membuat dia berhenti, maka apabila tidak muncul dari ucapannya atau perbuatannya hal-hal yang menunjukan bahwa dia masih menginginkannya atau membanggakannya dan dia menampakkan keislaman, maka dia dihukumi muslim kembali secara hukum dunia, adapun masalah bathinnya maka perhitungannya itu di sisi Allah. Ini sebagaimana dalam hadits dari Imam Muslim yang diriwayatkan dari Abu Malik Al Asyja’iy: “Barangsiapa yang mengucapkan Laa ilaaha illallaah dan dia kafir terhadap segala sesuatu yang diibadati selain Allah, maka haramlah darah dan hartanya, sedangkan perhitungannya atas Allah Ta’ala”, karena kadar minimal adalah meninggalkannya.
Ini adalah materi tentang status pekerjaan-pekerjaan yang ada di dinas-dinas pemerintahan thaghut ini. Yang mana di antaranya ada pekerjaan-pekerjaan yang sifatnya merupakan kekufuran, dan ada pekerjaan-pekerjaan yang sifatnya dosa besar, dan ada pekerjaan yang sifatnya tidak masuk ke dalam dua kategori ini atau pekerjaan ini bersifat mubah.
Dan terakhir, ketika para shahabat memperlakukan keluarga atau anak isteri anshar tahghut, seperti kelompok Musailamah Al Kadzdzab adalah sebagai orang kafir. Mungkin ada pertanyaan kenapa kita sekarang tidak memperlakukan anak isteri anshar thaghut ini sebagai orang kafir…?. Ini karena bahwa anak isteri anshar thaghut bisa dikatakan kafir bila dalam konteks muwajahah (konfrontasi) antara kelompok Islam dengan kelompok kafir, itu juga dengan dua syarat: Pertama, kaum muslimin memiliki kekuatan dan mendominasi penuh terhadap orang kafir tersebut. Ke dua: ada kemungkinan untuk bergabung kepada kelompok Islam tersebut.
Dikarenakan pada waktu itu kekuatan kaum muslimin sangat mendominasi, maka seandainya mereka (keluarga anshar thaghut) mau membelot, mereka bisa bergabung dengan kaum muslimin, dan ketika mereka tidak melakukannya di mana waktu itu dalam konteks sedang muwajahah, maka mereka dihukumi kafir murtad. Sebagaimana Rasulullah sebelumnya saat Futuh Mekkah, maka orang yang ada di kota Mekkah semuanya diperlakukan sebagai orang kafir. Saat itu kekuatan kaum muslimin berada di atas kekuatan orang kafir, dan orang yang mengaku muslim yang ada di tengah mereka bisa bergabung dengan kaum muslimin jika mau. Dan ketika tidak bergabung maka dihukumi kafir oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam.
Berbeda halnya jika dua syarat ini atau salah satu dari syarat ini tidak terpenuhi seperti saat sekarang ini di mana kaum muslimin tidak memiliki kekuatan dan tidak memiliki dominasi, maka dari itu kita tidak mengkafirkan anak isteri anshar tahghut, dan ini seperti isteri Fir’aun, dimana Allah mengatakan tentangnya dalam surat At Tahrim bahwa isteri Fir’aun adalah seorang mu’minah. Kenapa mu’minah? Kenapa tidak dihukumi seperti isteri Musailamah umpamanya ? Karena kaum muslimin pada saat itu (yang dipimpin Nabi Musa) tidak memiliki dar (wilayah) dan tidak mendominasi kekuatannya sehingga ia tidak bisa membelot atau bergabung dengan kaum Nabi Musa.
Jadi jika dua syarat ini tidak terpenuhi, maka kita memperlakukan orang yang menampakkan keislaman di tengah orang-orang kafir sebagai orang muslim. Orang muslim dimana saja adalah orang muslim, baik itu di darul harbiy ataupun di darul Islam.
Alhamdulillaahirrabbil’aalamiin…

[1] Seperti yang ada pada Sumpah Pegawai Negeri Sipil RI, berdasarkan Peraturan Pemerintah No.21 Tahun 1975 pasal 6 yang berbunyi:
Demi Allah, Saya Bersumpah:
Bahwa saya untuk diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil akan setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, Undang Undang Dasar 1945, Negara dan Pemerintah;
Bahwa saya, akan mentaati segala peraturan perundang-undangan yang berlaku dan melaksanakan tugas kedinasan yang dipercayakan kepada saya dengan penuh pengabdian, kesadaran, dan tanggung jawab;
Bahwa saya akan senantiasa menjungjung tinggi kehormatan Negara, Pemerintah, dan martabat Pegawai Negeri serta akan senantiasa mengutamakan kepentingan Negara daripada kepentingan saya sendiri, seseorang atau golongan;
Bahwa saya akan memegang rahasia sesuatu menurut sifatnya atau menurut perintah saya haruus merahasiakan;
Bahwa saya akan bekerja dengan jujur, tertib, cermat, dan bersemangat untuk kepentingan Negara

Rate This
Quantcast

Filed under: AQIDAH, FATWA, FIRQAH, MANHAJ, MURJI'AH, SALAFY, SYUBHAT, TAUHID , , , , , , ,

12 Responses

  1. Anonymous says:
    af1, ana menangkap adanya kekurangtegasan atas lembaga-lembaga/departemen-departemen/dinas-dinas di bawah pemerintahan thaghut, khususnya dengan masih dibedakannya -misalnya- pekerjaan di bidang pemerintahan thaghut di bidang kesehatan, pertanian, kelautan: bukankah mereka juga dibentuk dan bekerja berdasarkan hukum atau undang-undang yang dibuat oleh rezim thaghut itu? tidakkah itu berarti ta’awun ‘ala-l-itsmi wa-l-udwan? bagaimana pula kalau rezim thaghut itu membayar pegawai-pegawainya dengan uang negara yang bercampur antara halal (bila ada), haram, atau syubhat (misal didapat oleh negara dari mengenakan cukai atas khamr, & itu bercampur dengan pendapatan negara ybs dari sumber-sumber yang lainnya, dan dalam hal penggajian, bukankah pendapatan-pendapatan itu bercampur). mohon penegasan atas hal ini. jazak4JJI khairan katsira.
    0
    0
    Rate This
    Quantcast
  2. Abu Musa says:
    Tulisan diatas dimaksudkan untuk merinci STATUS PEGAWAI PEMERINTAH THAGHUT (baca PNS) yang disimpulkan oleh penulis kedalam 3 status yaitu:
    1. Bersifat Kekafiran
    2. Bersifat Keharaman
    3. Bersifat Mubah
    Adapun permasalahan yang antum sampaikan, sepertinya semuanya bersifat bukan kekufuran.
    Memang semua dinas dan departemen itu dibuat dan dibentuk berdasarkan hukum dan undang-undang taghut, namun kita harus membedakan antara pembuat/pembentuk/pembangun yang kafir dengan perbuatannya itu dengan pegawai yang bekerja di dalamnya yang statusnya sebagaimana rincian di atas.
    Begitupula dengan sumber uang yang digunakkan oleh thaghut untuk menggaji para PNS tidak akan berpengaruh dengan status PNS, konsekuensi dosa dan kekufuran ada pada pemberi gaji jika dana yang diperoleh untuk menggaji berasal dari yang haram atau bahkan kekufuran, pegawai hanya dilihat dari bentuk pekerjaan dan apa yang dikerjakan.
    Contohnya jika seorang muslim bekerja kepada orang kafir sebagai penjaga toko atau pekerjaan lainnya yang halal dan dia mendapat upah dari majikannya atas pekerjaannya, tentunya status orang muslim tersebut tidak bisa dikaitkan dengan sumber dana yang dipakai majikannya untuk membayar upahnya, karena bisa jadi si majikan menggunakkan dana yang haram untuk membayar upah pegawainnya.
    Penulis berniat dengan tulisannya untuk memberikan gambaran status PNS dan menghati-hatikan kaum muslimin agar tidak terjerumus ke dalam kekafiran.
    Untuk selanjutnya mohon antum gunakan identitas jelas untuk kirim komentar, afwan kalo masih anonymous komentar akan dihapus.
    Wallahu A’lam
    0
    0
    Rate This
    Quantcast
  3. Muksi Shubhana says:
    Assalamualaikum…
    Afwan ana mau tanya…
    Apakah antum setuju dengan apa yang dilakukan oleh Imam Samudra dkk atas kasus Bom Bali-nya?
    0
    0
    Rate This
    Quantcast
  4. abu raghdah says:
    Assalamu’alaikum wr wb
    Saat ini banyak kelompok2 yang mengaku salafy menyatakan bahwa pemerintah yang tidak bersyariat islam tetap di anggap sebagai pemerintahan islam yang tidak boleh di lawan atau memberontak selama pemimpinnya masih sholat dan bolehnya azan serta hukum2 lain yang tidak berkaitan dengan hukum syariah hudud.
    Saya usul agar di buat tentang makalah Ilyasiq serta bangsa tartar yang notabene mereka adalah muslim, sholat dll, namum tetap di kafirkan oleh ulama salaf Ibnu taimiyah.
    Bisa gak ditulis tentang sejarah / latar belakang kenapa ilyasiq di buat, serta pelaku2 sejarah baik dari kalangan ulamanya, umaro, serta siapa thogut2 tartarnya.
    Jazaakumullah atas perhatiannya…
    0
    0
    Rate This
    Quantcast
  5. Abu Musa says:
    @ Muksi Shubhana
    Wa’alaikumussalam Warahmatullahi Wabarakatuh,Insya Allah apa yang mereka perbuat adalah bagian dari jihad dan termasuk amal shaleh…Tapi secara pribadi ana tidak setuju dengan cara seperti itu…Untuk lebih jelasnya silakan antum buka postingan ana Antara Qital Nikayah Dan Qital Tamkin
    Wallahu A’lam
    0
    0
    Rate This
    Quantcast
  6. Abdul Aziz says:
    ada kontadiktif dari pendapat antum ttg cara imam samudra, antara setuju dan tidak setuju,,,, gak tegas, bukankah amal itu dikatakan sebagai amal sholeh, jika memenuhi 3 hal
    1. benar niat
    2. benar cara
    3. benar tujuan
    jika salah satu tidak dipenuhi maka akankah diterima amal?…
    0
    0
    Rate This
    Quantcast
  7. Abu Musa says:
    Yang ana maksud dengan “tidak setuju dengan CARA seperti itu…” adalah penentuan target dan lokasi amaliah tersebut (target acak) tidak fokus terhadap musuh yang lebih layak untuk diserang (diantaranya para anshar thaghut dan markas-markas mereka)
    Selain itu amaliah seperti itu termasuk amaliah jihad nikayah (balasan) yang mengharuskan melakukan banyak pertimbangan terutam maslahat dan mafsadat bagi ummat dan dakwah
    Silakan antum buka tulisan di link berikut Antara Qital Nikayah & Qital Tamkin di link yang sudah ana sebutkan di atas.
    Insya Allah amaliah mereka termasuk amaliah JIHAD yang sudah tentu merupakan amal shaleh yang akan diterima oleh Allah swt jika memenuhi 3 syarat yaitu:
    1. Beriman (Tauhid)
    2. Ikhlas
    3. Mutaba’ah
    Wallahu A’lam
    Barakallahu Fik
    0
    0
    Rate This
    Quantcast
  8. alias1700 says:
    Jika itu aturannya, maka dinas kesehatan dan semua dokter di Indonesia ini adalah kafir [menurut kaidah yang antum buat]. Kenapa? Karena setiap dokter itu disumpah untuk [di antaranya] taat kepada Pancasila dan UUD ‘45. Bahkan pada HAM.
    Juga kafir para pegawai yang pernah lulus sarjana. Karena Ijazah itu adalah ijazah dari Thagut dan sebagai legalitas bahwa Si Pemilik Ijazah adalah Seorang yang Taat Terhadap Pancasila dan UUD ‘45. [Orang yg menolaknya tidak akan mungkin bisa lulus, coba saja!]
    Jadi semuanya kafir [kalau menuruti kaidah anda]. Dan hati-hatilah berobat ke dokter/RS. Bisa-bisa itu haram…
    0
    0
    Rate This
    Quantcast
  9. abu syamil says:
    Menarik! kang admin, gmn tanggapannya???kok diam aja….sampaikanlah kebenaran itu……
    0
    0
    Rate This
    Quantcast
  10. ovan says:
    ndak tau akh! abis belum paham sih!
    0
    0
    Rate This
    Quantcast
  11. hamood says:
    @alias1700 : bukankah sudah dijelaskan bhwa pkrjaan yg mubah itu pelakunya tdk boleh di ta’yin kalo kita tidak melihat dia mengucapkan sumpah atau dia mengaku bersumpah atau ada 2 sksi yg melihat atau masyhur. dan tidak ada larangan kok muamalah dgn dokter kfir selama dlm proses muamalahnya tidak ada hal2 yg brtntangan dgn syariat.
    0
    0
    Rate This
    Quantcast
  12. Sikuk says:
    Uang negara yg didapat dari pajak,cukai dll untuk bangun PLN, subsidi listrik, pembangunan jalan, belum lagi subsidi BBM, subsidi Pendidikan, subsidi pertanian dll, jadi selama Anda Hidup di Indonesia, Anda secara gak langsung menikmati Uang negara dan jasa2 pegawai pemerintah yg thagut. Intinya kalo Anda masih tinggal di indonesia berarti nonsense. Bisa jadi koneksi internet yg anda gunakan jg jasa pemerintah. Bukan saya tidak setuju Apa yg anda tulis, saya cuma tidak suka dengan mudah mengkafirkan orang lain secara eksplisit, Secara pribadi saya setuju jika negara ini menggunakan syariat islam, tetapi tidak secepat dan semudah membalik telapak tangan, justru DPR dan lembaga pemerintah harus diisi orang2 yg paham islam, dirubah sedikit demi sedikit sampai akhirnya produk UU tdk bertentangan dgn syariat, bahkan UUD pun bisa diamandemen,Intinya harus ada yg terjun ke pemerintahan,so be realistic, klo hanya bisa bilang ini kafir, itu haram, sampai 1000 tahun gak akan ada perubahan.
    = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = =
    Admin:
    Uang negara dan jasa-jasa pegawai thaghut yang dapat dinikmati kaum muslimin adalah rezeki dari Allah yang boleh kita nikmati bahakan wajib kita syukuri…
    Alhamdulillah anda setuju dengan tulisan saya, berarti masih ada kehanifan di hati anda… mudah-mudahan Allah memberi kemudahan kepada anda untuk bisa menerima dengan keikhlasan dan menjalankan sesuai kemampuan apa yang ada di blog ini…
    Saya setuju bahwa merubah apa yang ada sekarang dengan apa yang Allah inginkan tidak semudah membalikan telapak tangan…, tapi saya SANGAT TIDAK setuju dengan cara masuk PARLEMEN karena itu adalah KEMUSYRIKAN…, tidakkah anda merasa TERHINA sebagai orang yang mengaku Muslim jika untuk menerapkan SATU saja UU yang sesuai dengan syariat harus terlebih dahulu DITAWARKAN, DEPERDEBATKAN baru DISETUJUI kepada dan oleh MANUSIA…!!! lalu di mana MAHA BESAR, MAHA TINGGI, MAHA SEGALANYA ALLAH…???!!! lalu bagaimana jika DITOLAK….???!!! SUNGGUH itu adalah bentuk PENGHINAAN yang sangat BURUK terhadap ALLAH dan musibah serta kecelakaann yang besar bagi manusia yang terlibat di dalamnya…!!! Na’udzubillah… Aku berlindung kepada Allah agar dijauhkan sejauh-jauhnya dari hal itu semua…
    Kita memang harus realistik dengan keadaan yang ada, tapi harus dingat bahwa sikap realistik itu tidak harus dan tidak boleh menggadaikan keimanan… Allah sudah memberikan jalan keluar dari permasalahan yang ada sekarang yaitu dengan cara DAKWAH TAUHID menyeru ummat kembali kepada pemahaman tauhid yang benar… dan JIHAD FI SABILILLAH sebagai pelindung dakwah dan pendobrak kemusyrikan dan kebatilan… semua itu dilakukan dengan keikhlasan dan kesabaran mengikuti tahapan-tahapannya yang di sana Allah pasti akan turunkan ujian…
    Justru dengan sikap anda seperti ini menjadi salah satu faktor penghambat dan pelambat cepatnya proses perubahan itu…
    Wallahu A’lam