Wasiat Terbaru Ustadz Abu Bakar Ba'asyir untuk Para Mujahid

24.2.10

Rusia Ancam Akan Bereaksi Terhadap Ekspansi NATO




MOSKOW (Arrahmah.com) - Rusia akan merespon kekhawatirannya terhadap ekspansi NATO ke wilayah timur dan rencana Amerika untuk menempatkan elemen sistem pertahanan peluru kendali di Eropa, kata perwira tinggi militer Rusia pada hari Rabu (24/2).

"Jika kami mengatakan, bahwa kami harus mengatasi kemungkinan ancaman ini bersama-sama, maka sudah seharusnya kami saling menghormati satu sama lain dan saling percaya, bukan malah melakukan penguatan blok militer dekat perbatasan Rusia," Jenderal Nikolai Makarov, Kepala Staf Umum Angkatan bersenjata Rusia, mengatakan pada Rusia Today.

"Hal ini menyebabkan kami harus mengambil langkah-langkah yang tepat dalam menanggapi gelagat AS dan NATO tersebut," kata Makarov.

Sembari mengulangi seruan Polandia untuk mendemiliterisasi kawasan barat Rusia, Makarov mengatakan tidak ada satu pun senjata nuklir yang ditempatkan di Kaliningrad.

"Tahun lalu kami menarik lebih dari 600 tank, sekitar 600 kendaraan lapis baja dan sekitar 600 potongan artileri dari kawasan Kaliningrad. Dan sebagai balasannya kami harus mendapatkan penumpukan sistem pertahanan rudal. Kami harus segera melipatgandakan kewaspadaan kami," katanya.

Makarov pun mengatakan perisai rudal itu dirancang AS untuk mempertahankan ilusi serangan udara dari Rusia. "Ada kekhawatiran bahwa sistem pertahanan rudal ini diarahkan terhadap Rusia."

Sebuah doktrin militer Rusia baru disetujui oleh Presiden Dmitry Medvedev awal bulan ini mendefinisikan bahwa ekspansi NATO dan perluasan sistem pertahanan peluru kendali sebagai ancaman utama yang sedang dihadapi Rusia. (althaf/xnh/arrahmah.com)

Tak Mudah Melumat Taliban



Rabu, 24/02/2010 17:25 WIB | email | print | share

Janji Panglima Nato di Afghanistan, Jendral Mc Chrystal akan melumat Taliban dalam dua pekan tak terbukti. Pergerakan pasukan Nato di Helmand, yang masuk kota ke Marjah sangat lambat. Justru menunjukkan pengecutnya pasukan Nato, yang hanya mampu menggunakan tameng pasukan darat dan polisi Afghanistan, yang ada di garda paling depan menghadapi Taliban. Sementara pasukan Nato, yang terdiri dari marinir dari AS, hanya berlindung di balik tank dan kendaraan pengangkut personil.

Secara matematis pasukan Nato, yang digelar di propinsi Helmand itu, jumlahnya mencapai sepertiga atau lebih dari 35.000 pasukan. Dengan dukungan seluruh kekuatan dan persenjataan militer, seperti penyapu ranjau darat, halikopter black hawk, pesawat tempur F.16, dan pesawat tanpa awak (drone), yang terus mengelilingi kota Helmand, dan memuntahkan rudal, ke sasaran-sasaran yang diduga menjadi tempat markas Taliban. Mestinya hanya dengan hitungan jari tangan Taliban sudah punah. Semuanya itu tak terbukti.

Faktanya operasi militer yang menggunakan sandi ‘Mushtarak’, yang dalam bahasa pashtun itu, berarti ‘bersama’, justru yang banyak menjadi korban adalah penduduk sipil, yang terdiri wanita dan anak-anak, yang tidak berdosa. Pihak Nato selalu menuduh Taliban menggunakan penduduk sipil sebagai tameng, menghadapi serangan yang dilakukan pasukan Nato. Seperti ketika iring-iringan bus yang ditumpangi wanita dan anak-anak yang akan meninggalkan kota Marjah, diserang pesawat tempur tanpa awak (drone), yang menyebabkan 24 orang tewas.

Sudah berulang kali pasukan Nato yang menggunakan pesawat tanpa awak itu salah sasaran. Di perbatasan Pakistan-Afghanistan, terutama di Selatan Waziristan, Baluchistan, Boujur, dan Bahmian, tak semuanya yang menjadi korban adalah Taliban. Bulan September tahun 2008, justru yang menjadi korban, adalah anak-anak sekolah. Lebih dari 200 anak sekolah yang ada diperbatasan Pakistan, Selatan Waziristan, tewas oleh serangan pesawat tanpa awak.

Inilah sejarah pembataian yang dilakukan AS, sejak zaman Presiden Bush dan dilanjutkan oleh Presiden Barack Obama, terhadap rakyat sipil, di Pakistan, Afghanistan, dan Irak, mencapai eskalasi yang paling luas, dan mengerikan. Pembantaian yang tiada tara terhadap rakyat sipil, yang dilakukan oleh sebuah pemerintahan negara, yang mengaku menganut paham demokrasi, dan mengakui hak-hak sipil, seperti hak-hak dasar, termasuk hak untuk hidup. Justru Obama yang baru mendapatkan hadiah ‘Nobel Perdamaian’, belum lama ini telah mempertontonkan kejahatannya di depan masyarakat dunia, yang tidak hentinya membantai rakyat sipil yang tidak berdosa.

Benarkah apa yang dilakukan pasukan Nato di Afghanistan itu? Benarkah keputusan politik Presiden Bush dan Obama atas tindakan militernya terhadap Taliban, yang dampaknya terhadap rakyat Afghanistan, mengalami penderitaaan hidup, akibat penghancuran dengan menggunakan militer, yang tidak memiliki landasan hukum dan moral.

Jika Taliban dianggap mendukung Al-Qaidah, dan terlibat dalam peristiwa serangan 11 September 2001, yang menghancurkan Gedung WTC itu, pernah dibuktikan dengan bukti-bukti yang dapat dipertanggung jawabkan? Apakah semua hanya didasari atas tuduhan, prasangka, kebencian, dan permusuhan atas kelompok-kelompok, yang ingin menegakkan prinsip dalam hidup mereka sesuai dengan keyakinan, yang mereka miliki?

Agresi militer AS ke Iraq dan penggulingan Saddam Husien, yang menjadi tindakan politik Presiden George Walker Bush, dan sekarang dilanjutkan oleh Barack Obama, tidak cukup memiliki dasar, yang dapat dipertanggung jawabkan secara hukum, politik, dan moral. Presiden Bush, di akhir masa jabatannya, mengakui, bahwa keputusan politik perang di Iraq itu, adalah sebuah kesalahan, dan hanya berdasarkan rekaan laporan intelijen yang salah.

Tapi, akibat perintah perang dari Presiden Bush itu, mengakibatkan Iraq dan Bagdad, menjadi hancur, dan sekarang, Iraq pasca Saddam Husien, justru dalam kubangan perang saudara, yang dipicu oleh politik ‘divide at impera’ (pecah belah), yang dilakukan AS, yang mengadu antara kelompok Syiah dan Sunni, yang akan membawa Iraq kepada kehancuran yang bersifat total.

AS dan Sekutunya, selalu menuduh kelompok garis keras Islam, yang menjadi unsur-unsur yang menciptakan instabilitas keamanan di berbagai negara, justru fakta-fakta yang secara empirik, AS dan Sekutunya, yang terus menciptakan kondisi instabilitas di berbagai negara Islam, dan bahkan melakukan agresi secara terang-terangan dengan dalih memerangi ‘toreris’, yang mereka sebut : Al-Qaidah.

Perang melawan teroris dan Al-Qaidah itu, justru menciptakan setiap negara dalam kondisi tidak stabil, menghadap-hadapkan antara pemerintah di setiap negara dengan rakyatnya sendiri, yang mayoritas bergama Islam. AS dan Sekutunya dengan dukungan yang dimilikinya, menciptakan sebuah ‘monster’ baru yang seolah-olah menakutkan bagi kehidupan umat manusia,dan mengajak seluruh umat manusia untuk melawan ‘monster’ itu, yang mereka sebut sebagai ‘teroris’ dan ‘Al-Qaidah'.

Sebuah keadaan yang tidak pernah berhenti, dan membawa dampak, yang sangat buruk bagi hubungan antara Barat dengan Dunia Islam. Siapa yang menciptakan permusuhan ini? Semua pihak harus membayarnya dengan mahal. Wallahu’alam(eramuslim.com)

Al-Qaeda di Afrika Utara Bebaskan Sandera Asal Perancis


BAMAKO (Arrahmah.com) - Mujahidin Al-Qaeda di afrika Utara pada Selasa (23/2) membebaskan sandera mereka yang berasal dari Perancis, Pierre Camatte setelah hampir tiga bulan berada dalam tahanan mujahidin. Dia ditukarkan dengan empat mujahid yang ditahan oleh Mali, ujar negosiator seperti yang dilansir AFP.

"Pierre telah dibebaskan. Dia berada dalam keadaan baik, dan itu yang sangat penting," ujar sumber dari Mali yang tidak ingin disebutkan namanya, ia menambahkan Pierre dibebaskan di utara wilayah Mali.

Presiden Perancis, Nicolas Sarkozy mengucapkan terimakasih kepada Amadou Toumani Toure yang menjadi motor dalam pembebasan Pierre.

Pierre Camatte (61), ditangkap pada 26 November lalu dari sebuah hotel oleh seseorang yang bekerja untuk Al-Qaeda Islamic Maghreb (AQIM).

Ia dibebaskan setelah pemerintah Mali membebaskan empat mujahid, dua dari Aljazair, satu dari Burkina Faso dan satu dari Mauritania.

Selain Camatte, mujahidin AQIM masih menaham tiga sandera asal Spanyol dan sepasang suami istri asal Italia yang ditangkap di wilayah perbatasan Mauritania pada November silam. (haninmazaya/AFP/arrahmah.com)