Wasiat Terbaru Ustadz Abu Bakar Ba'asyir untuk Para Mujahid

24.3.10

100 Lebih Anggota Al Qaida Ditangkap di Arab Saudi


SAUDI (voa-islam.com): Lebih dari 100 tersangka yang dianggap militan yang terkait dengan al-Qaida ditangkap di Arab Saudi, demikian diumumkan Kementrian Dalam Negeri Arab Saudi.

Pemerintah Saudi mengatakan, kelompok yang terdiri dari 58 warga Saudi dan 55 warga asing sedang mempersiapkan "tindakan teror", yaitu sejumlah serangan terhadap instalasi perminyakan di negara pengekspor minyak terbesar di dunia itu.

Para warga asing yang ditangkap termasuk dari Banglades, Eritrea, Somalia, dan Yaman.

Pihak berwenang juga menyita senjata, kamera, dokumen dan komputer.

Arab Saudi menduga bahwa al-Qaida sekarang memanfaatkan situasi yang tidak stabil di Yaman untuk melakukan serangan di dalam wilayah Saudi.

Al-Qaida 'masuk'
Ada kekhawatiran bahwa di perbatasan dengan Yaman Utara, tempat pemerintah Yaman dan Saudi memerangi kelompok separatis Syiah, al-Qaida telah mendirikan kam-kam pelatihan.

Serangkaian penahanan terbaru ini menunjukkan bahwa anggota Al Qaida telah menyeberang masuk ke Saudi dan menggunakan koneksi mereka di dalam kerajaan itu untuk merencanakan sejumlah serangan terhadap berbagai fasilitas perminyakan negara itu.

Juru bicara Kementrian Dalam Negeri Saudi Mansour El Torky mengatakan sebagian dari mereka yang ditangkap sudah dilatih untuk menjadi pembom.

Pada tahun 2003 sejumlah pembom yang diduga memiliki kaitan dengan Al Qaida menewaskan 35 orang di ibukota, Riyadh tempat banyak warga asing Amerika tinggal disana. Tujuan serangan ini adalah untuk mengusir orang kafir dari tanah Haram.

Korban yang tewas termasuk banyak warga asing.

Ancaman Al Qaida Pada Kapal yang Berlayar Dari Yaman

Diposting pada Rabu, 24-03-2010 | 07:38:54 WIB
ADEN - Amerika Serikat memperingatkan kemungkinan serangan dari Al Qaida terhadap kapal-kapal di lepas pantai Yaman, di mana sebuah cabang dari jaringan Al Qaida diyakini telah mendirikan basis operasi mereka di sekitar tempat tersebut yang signifikan selama setahun ini.

Yaman menjadi fokus perhatian internasional yang mendalam pada bulan Desember ketika Al Qaida di Semenanjung Arab mengaku bertanggung jawab atas usaha untuk peledakan sebuah pesawat tujuan Detroit, ini menunjukkan bahwa kelompok yang berbasis di Yaman, Timur Tengah ini telah memiliki jangkauan global.

"Informasi menunjukkan bahwa Al Qaida tetap tertarik pada serangan maritim di daerah selat al-Mandeb, Laut Merah dan Teluk Aden di sepanjang pantai Yaman," kata seorang penasihat dari Department of Transportation Amerika, laporan ini telah diposting di  situs Web Office of Naval Intelligence Amerika.

Peringatan mengatakan serangan tersebut bisa sama dengan serangan tahun 2000 terhadap kapal perusak Angkatan Laut USS Cole di pelabuhan Aden Yaman yang saat itu menewaskan 17 pelaut Amerika. Para penyerang menggunakan perahu kecil yang sarat dengan bahan peledak untuk meledakkan sebuah lubang di sisi kapal.

"Metode-metode lain yang lebih canggih dapat mencakup serangan rudal atau tembakan," kata penasihat tersebut.

Secara khusus, kapal berada pada risiko terbesar saat sedang berada di dalam atau di dekat pelabuhan atau di jangkar, katanya.

Pernyataan tersebut menyarankan kapal untuk menuju Selat Malaka dan dari Terusan Suez untuk mempertahankan pandangan 24-jam dan laporan radar secara teratur setiap jam mengenai posisi mereka, dan tentu saja kecepatan pihak berwenang maritim.

Di samping ancaman al-Qaeda, daerah transit kapal-kapal ini juga diserang oleh bajak laut  Somalia yang kerap menyandera kapal-kapal nelayan, kapal pukat serta kapal minyak supertanker untuk mencari tebusan dalam jutaan dolar.

[muslimdaily.net/AP]

Kebodohan dan Muslihat AS Terhadap Perdagangan Obat Bius di Afghanistan

Diposting pada Rabu, 24-03-2010 | 14:39:08 WIB
Rusia dan Amerika Serikat baru-baru ini mulai berbagi informasi mengenai organisasi dan warga Afghanistan yang terlibat dalam perdagangan obat bius, baik yang ikut memproduksi ataupun yang hanya memperdagangkan saja, begitu kata direktur Layanan Federal Rusia untuk Obat-Obatan Terlarang (FSKN), Viktor Ivanov.

Seperti dilaporkan oleh kantor berita Rusia, RIA Novosti, Moskow memberikan informasi kepada Amerika tentang daftar nama warga Afghanistan yang berpartisipasi dalam bisnis kriminal tersebut. Nama-nama yang ada di dalam daftar tersebut kurang lebih sama dengan nama-nama yang pernah dikirim ke konsulat Amerika di Rusia. Menurut Ivanov, Rusia dan Amerika Serikat kemudian mulai mengadakan kerjasama dalam operasi pemberantasan jaringan perdagangan ilegal tersebut.

Dalam beberapa tahun terakhir, obat bius yang dipasok dari Afghanistan telah menewaskan lebih dari 1 juta orang di dunia. Selain itu, 16 juta yang lain menderita secara mental atau fisik.

Obat bius juga menjadi bencana besar bagi Rusia. Lebih dari 90% pecandu di Rusia setiap hari mengonsumsi berbagai jenis obat bius yang dibuat dari bahan dasar opium dan dipasok dari Afghanistan. Kurang lebih 30 ribu penduduk Rusia meninggal setiap tahun akibat kecanduan heroin.

Namun, berita terbaru yang dilaporkan surat kabar New York Times mengungkap kalau AS dan pasukan NATO yang beroperasi di Afganistan justru menghentikan operasi penghancuran obat-obat terlarang, karena menurut Jenderal Stanley McChrystal, komandan pasukan Amerika dan NATO dan stafnya, fakta di lapangan menunjukkan kalau candu menjadi sumber pendapatan utama petani di berbagai provinsi di Afghanistan. "Jadi kalau demikian, kami tidak boleh menghilangkan pendapatan mereka, karena kami ingin memenangkan hati mereka." kata Jeffrey Egerz, anggota dari komando grup penasihat strategi militer.

Tanaman opium memang banyak ditanam di penjuru kota Marjah, Helmand yang baru-baru ini berada di bawah kontrol NATO. Pembudidayaan opium melibatkan kurang lebih 60-70% petani dari Marjah dan sekitarnya. Pasukan Angkatan Laut Amerika yang sering beroperasi di sekitar di ladang opium mendapatkan perintah dari komando NATO untuk membiarkan ladang tersebut utuh.

Namun, beberapa pejabat Afghanistan justru khawatir kalau tindakan pembiaran terhadap ladang opium tersebut hanyalah taktik AS untuk membajaknya di kemudian hari, mengingat undang-undang yang ada di Afghanistan menyatakan larangan terhadap penanaman opium.

"Bagaimana kita bisa membiarkan angkatan bersenjata Amerika menjadi pengontrol di ladang opium yang menjadi racun pembunuh bagi orang di seluruh dunia?" Tanya Zulmay Afzali, wakil dari Badan Anti Narkotika Afghanistan.

[muslimdaily.net/Cno]

i'dad

Nasib Anak-Anak Jalanan Afghanistan


KABUL (voa-islam.com): Afghanistan merupakan negara kelima termiskin di dunia. 70 persen penduduknya hidup di bawah garis kemiskinan, sedangkan lebih dari 50 persen harus bertahan hidup dengan hanya dua dolar seharinya. Anak-anak merupakan korban utama situasi ini. Bagi mereka, jalanan berperan sebagai rumah dan tempat kerja.

Sepuluh tahun lalu, sekitar 60 ribu anak berusia lima hingga 18 tahun hidup di jalanan Kabul. Sekarang tidak ada yang tahu secara pasti berapa jumlahnya, sebab setelah penjajahan Amerika dimulai, kehidupan di Afghanistan menjadi kacau dan kehancuran dimana-mana. Di antara para anak jalanan, banyak yang yatim-piatu, atau hanya memiliki satu orang tua saja. Namun, bagi mereka yang orang tuanya lengkap sekalipun, situasinya sangat buruk. Hassan Palwasha, dari organisasi Afek menuturkan, banyak anak-anak ini yang menjadi pencari nafkah utama dalam keluarganya. Jadi artinya bukan bahwa anak jalanan itu pasti yatim piatu, banyak dari mereka yang memiliki ayah, atau ibu atau bahkan kedua orangtuanya. Malah kadang-kadang orangtuanya sendiri yang menyuruh mereka cari uang, atau ibunya yang bekerja di jalanan, sehingga para anak jalanan itu tak terlindungi oleh siapapun.

Untuk menghasilkan sedikit uang, anak-anak itu bisa harus bekerja atau mengemis sampai 16 jam setiap harinya. Ada yang berusaha berdagang dan menjual apa saja yang didapatnya, kantong plastik, surat kabar atau sampah yang bisa didaur ulang. Pakaian mereka compang camping dan di musim dingin pun mereka sering bertelanjang kaki, atau paling banter mengenakan sendal. Tak ada uang untuk membeli kaos kaki.

Banyak diantara mereka yang membutuhkan perawatan medis. Banyak dari mereka yang akhirnya menjadi kriminal, atau disalahgunakan oleh kelompok kriminal, seperti mafia pengemis yang menguras tenaga mereka.

"Ada sejumlah kelompok atau geng, yang suka memeras anak-anak itu, atau memaksa mereka untuk mencuri. Saat ini, sifatnya masih amatiran dan belum terorganisasi dengan baik, tapi justru karena itu sangat penting untuk mengatasinya sekarang. Karena kelompok-kelompok seperti itu bisa berkembang dengan cepat dan tingkat kriminalitas akan melejit tinggi“, begitu kata Palwasha dari organisasi Afek itu.

Tanpa masa depan dan pendidikan akibat perang yang dipicu Amerika, para anak-anak ini sering melihat jalur militer atau polisi sebagai jalan keluar. Presiden Afghanistan, Hamid Karzai sebenarnya telah menetapkan batas minimum usia 18 tahun untuk masuk militer. Namun banyak anak-anak di bawah umur yang diterima secara ilegal. Lebih parah lagi, di dalam militer maupun kepolisian Afghanistan anak-anak ini sering menjadi korban pelecehan seksual, inilah bobroknya pemerintah boneka yang didalangi Amerika.

Ada sejumlah organisasi yang berusaha membela para anak jalanan ini. Diantaranya Palwasha dari LSM Afek, yang berusaha mengembalikan harapan dan jati diri anak-anak itu namun dengan cara yang tidak Islami yakni melalui latihan-latihan musik dan tari. Bagi segelintir anak jalanan yang bisa dibantunya, pintu ke bangku sekolah terbuka. Namun Barmaki, seorang petugas Komisi Hak Azasi Manusia Afghanistan tetap prihatin,  karena masih ribuan anak Afghanistan yang tak terlindungi dan tak punya jalan keluar. Ia mengeluhkan, selama situasi politik dan ekonomi di Afghanistan tidak berubah, tampaknya nasib anak-anak jalanan di negara itu juga tak akan berubah. Satu-satunya jalan adalah Amerika segera hengkang dari Afghanistan dan Taliban berkuasa lagi untuk menjalankan negara sesuai dengan syariat Islam yang dulu sedang mereka jalankan menuju kesempurnaan.

Inggris Ketakutan Akan Adanya Serangan Nuklir Al-Qaidah

Rabu, 24/03/2010 13:03 WIB (eramuslim.com)
Laporan awal dari pemerintah Inggris menyebutkan ketakutan mereka dengan kemungkinan akan adanya serangan nuklir yang dilakukan oleh Al-Qaidah. Ketakutan ini di latar belakangi oleh adanya peningkatan penyelundupan bahan radio aktif dalam beberapa periode terakhir.
Surat kabar Daily Telegraph dalam laporannya, mengutip laporan dari pemerintah mengatakan: "Pembuat bom aktif di Afghanistan, kemungkinan telah memiliki kemampuan untuk memproduksi sebuah bom 'kotor' dari pengetahuan yang mereka dapat dari internet."
Surat kabar tersebut menambahkan: "Ada kekhawatiran bahwa teroris mungkin dapat memindahkan perangkat peralatan nuklir dari seberang sungai Thames dan meledakkannya menggunakan remote control di jantung kota London."
Menteri keamanan Inggris telah memberikan peringatan akan adanya kemungkinan 'teroris' menggunakan perahu kecil untuk masuk ke pelabuhan dan kemudian menyerang seperti apa yang terjadi di Mumbai pada tahun 2008 lalu.
Peringatan ini datang dalam tiga laporan terpisah pada kemampuan negara untuk mencegah Al-Qaidah meluncurkan sebuah serangan terhadap negara Inggris.
Rincian laporan yang memperingatkan serangan nuklir
Laporan pertama yang dikeluarkan oleh Downing Street mengatakan: "Inggris sekarang menghadapi ancaman nuklir, dan ada kemungkinan bahan pembuat senjata nuklir jatuh ke tangan kelompok teroris."
Surat kabar Downing Street melaporkan bahwa Badan Energi Atom Internasional mencatat ada 1.562 peristiwa kehilangan atau pencurian bahan nuklir pada periode antara tahun 1993 dan 2008, kebanyakan di bekas negara Uni Soviet.
Laporan pemerintah kedua, mencatat bahwa ada risiko yang didasarkan pada peningkatan pengetahuan tentang unsur-unsur yang diduga terkait dengan pembuatan bom di Afghanistan, yang membuat berkembangnya kekhawatiran dari ancaman bom 'kotor'.
Laporan mengutip informasi yang didapat, menunjukkan bahwa al Qaidah mungkin telah mendirikan fasilitas untuk mencari bahan senjata kimia dan nuklir, ketika Taliban Afghanistan berkuasa pada tahun 2002.(fq/imo)