Wasiat Terbaru Ustadz Abu Bakar Ba'asyir untuk Para Mujahid

16.2.10

Imarah Islam Afghanistan Tolak Laporan AS yang Menyatakan Komandan Mereka Tertangkap di Pakistan Oleh Hanin Mazaya pada Rabu 17 Februari 2010, 06:28 AM

Imarah Islam Afghanistan Tolak Laporan AS yang Menyatakan Komandan Mereka Tertangkap di PakistanAFGHANISTAN (Arrahmah.com) - Jurubicara Imarah Islam Afghanistan, Zabiullah Mujahid telah mengumumkan menolak pernyataan AS yang mengatakan bahwa salah seorang komandan Imarah Islam Afghanistan "berhasil" ditangkap di Pakistan.
Mujahid mengatakan kepada Reuters bahwa Mullah Baradar masih berada di Afghanistan dan masih aktif mengorganisir aktivitas militer dan politik seperti yang biasa dia lakukan.

"Dia tidak tertangkap.  Mereka ingin menyebarkan rumor untuk mengalihkan perhatian publik dari kekalahan mereka di Marjah dan membuat publik bingung."

Sebelumnya pejabat militer AS mengatakan bahwa komandan militer Taliban (Imarah Islam Afghanistan) telah ditangkap di Karachi.  Mereka mengatakan Baradar adalah salah satu "teroris" yang paling dicari oleh AS dan sekutunya.

Menurut laporan media AS, Mullah Abdul Ghanis Baradar ditangkap dalam operasi rahasia beberapa hari lalu, namun informasi mengenai penangkapannya terlambat diumumkan karena permintaan Gedung Putih agar anggota Taliban lainnya tidak memutuskan komunikasi dengan pemimpin mereka (yang ditangkap-red).

Semua statemen AS ditolah oleh Zabiullah Mujahid dan ia mengatakan seluruhnya hanyalah propaganda busuk. (haninmazaya/dbs/arrahmah.com)



    Operasi Militer Mujahidin Imarah Islam Afghanistan 16-2-2010


    AFGHANISTAN (Arrahmah.com) - Basis militer di distrik Bak, provinsi Khost mendapat serangan dari mujahidin pada tengah malam.  Laporan dari sana mengatakan bahwa basis tersebut mengalami kehancuran berat, sejumlah tentara yang berada di dalamnya tewas dan terluka, namun tidak ada konfirmasi mengenai jumlah pasti korban tewas dan terluka.
    Tiga tank baja milik tentara kafir AS kembali dihancurkan di Marjah dan Nad Ali, provinsi Helmand.  Menurut laporan, tank pertama hancur akibat serangan bom ranjau di daerah Sistani pada tengah malam, dua tank lainnya hancur terhantam ledakan bom ranjau di Senin (15/2) pagi saat tank-tank tersebut mencoba mendekati tank yang telah lebih dulu hancur untuk mengambil tubuh tentara yang tewas.  Sekitar 12 tentara kafir AS tewas dalam serangan ini.

    Pada Senin (15/2) mujahidin Imarah Islam Afghanistan selama serangkaian pertahanan menghadapi serangan besar tentara AS dan sekutunya di Marjah, berusaha melakukan yang terbaik semampu mereka.  Tentara musuh mendapatkan serangan tak henti dari mujahidin di daerah Camp dan Kariz Sadi.  Dalam serangan ini, mujahidin berhasil membunuh 3 tentara AS dan melukai 3 tentara lainnya.  7 tank musuh juga berhasil dihancurkan oleh serangan bom tepi jalan membunuh seluruh tentara kafir yang berada di dalamnya du tempat kejadian.

    Masih di hari yang sama, dua tank musuh kembali hancur akibat ledakan bom ranjau, juga di wilayah Marjah.  Serangan besar tentara AS dan sekutunya mendapat perlawanan sengit dari mujahidin.

    Di daerah Nad Ali, provinsi Helmand, 12 tentara kafir AS yang berada dalam satu tank tewas di tempat setelah tank mereka terhantam ledakan bom ranjau ada Senin sore.  Seorang penerjemah yang ikut dalam konvoy, ikut tewas dalam serangan ini.

    Sekitar 3 tentara kafir Inggris tewas dan 2 tentara lainnya terluka setelah tank mereka terhantam ledakan bom ranjau di distrik sangin, provinsi Helmnad.  Militer British mengumumkan hanya satu tentara mereka yang tewas dalam serangan ini. (haninmazaya/alemarah/arrahmah.com)

    Tafsir Ibnu Abbas Rodhiyallahu Anhuma Terhadap Ayat Hukum


    Oleh: Arif Fathul Ulum bin Ahmad Saifulloh

    "Dan barangsiapa yang tidak berhukum dengan apa yang diturunkan Alloh, maka mereka itu adalah.orang-orang yang kafir". [QS. Al-Ma’idah: 44]

    Di antara syubhat yang dilontarkan oleh kelompok Khowarij dan orang-orang yang terpengaruh dengan pemikiran dan aqidah mereka di zaman ini ialah menyebarkan keragu-raguan terhadap keshohihan tafsir Ibnu Abbas Rodhiyallahu anhuma terhadap ayat hukum’ [1] dari surat Al-Ma’idah ayat ke 44.

    lbnu Abbas Rodhiyallahu anhuma berkata: “Sesungguhnya kekufuran dalam ayat ini bukan kekufuran yang mengeluarkan pelakunya dari agama, dia adalah kufur duna kufrin (kufur kecil yang tidak mengeluarkan pelakunya dan lslam)”. [Tafsir Ibnu Jarir 10/355]

    Syubhat berikutnya yang mereka lontarkan, mereka menyatakan bahwa pendapat yang membagi kekufuran menjadi dua: “kufur akbar” dan “kufur duna kufrin” (kufur kecil) adalah pendapat Murjiah sebagaimana dikatakan oleh Abu Bashir di dalam sebagian dari bait-bait syairnya yang melecehkan para ulama Salafiyyin.

    Mereka memandang kekufuran dengan perkataan yang melampaui batas, keimanan Murji’ah dan menyifatinya sebagai kufur duna kufrin.

    Sudah bisa ditebak tujuan penyebaran syubhat-syubhat di atas, mereka hendak melegalkan pemikiran para pendahulu mereka yang memahami secara serampangan ayat 44 surat al-Ma’idah di atas, lantas dengan pemahaman yang dangkal ini mereka kafirkan kaum muslimin dan mereka halalkan darah-darah kaum muslimin!

    Mengingat syubhat ini banyak disebarkan akhir-akhir ini oleh kelompok-kelompok tertentu yang terpengaruh pemikiran Khowarij di tanah air, dalam bahasan kali ini kami berusaha menyingkapkan syubhat di atas dengan mengacu kepada tulisan-tulisan para ulama salafiyyin yang tidak diragukan lagi keteguhan langkah mereka di atas manhaj salaf.

    Metode Tafsir Yang Shohih
    Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rohimahullah berkata: “Jika ada yang bertanya apakah metode terbaik dalam menafsirkan al-Qur’an? Maka jawabannya adalah: Metode terbaik dalam menafsirkan al-Qur’an adalah al-Qur’an ditafsirkan dengan al-Qur’an, karena yang global di suatu ayat diperinci di ayat lain, dan jika ada yang diringkas dalam suatu ayat maka dijabarkan di ayat yang lainnya. Dan jika hal itu menyulitkan, wajib bagimu mencarinya di dalam sunnah Rosululloh Shallallahu alaihi wa sallam, karena Sunnah adalah syarah (penjelas) al-Qur’an. Bahkan al-Imam asy-Syafi’i rohimahullah berkata: ’Setiap hukum yang diputuskan oleh Rosululloh Shallallahu alaihi wa sallam adalah apa yang beliau pahami dari al-Qur’an.’

    Alloh Sunhanahu wa Ta’ala berfirman:

    “Artinya: Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab kepadamu dengan membawa kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang telah Alloh wahyukan kepadamu, dan Janganlah kamu menjadi penentang (orang yang tidak bersalah) karena membela orang yang khianat” [An-Nisa’:105]

    Dan Alloh Sunhanahu wa Ta’ala berfirman:

    “Artinya: Dan Kami turunkan kepadamu adz-Dzikr agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan” [An-Nahl: 44]

    Dan karena inilah Rosululloh Shallallahu alaihi wa sallam bersabda.

    “Artinya: Dan ketahuilah sesungguhnya aku telah diberi al-Qur’an dan yang semisalnya (yaitu as-Sunnah) bersamanya.” [Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Tirmidzi, dishohihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Al-Hadits Hujjatun bi Nafsihi hal.33]…

    Dan jika kita tidak menjumpai tafsir di dalam Kitab dan Sunnah, kita kembalikan hal itu kepada perkataan para sahabat Rodhiyallahu anhum karena mereka lebih mengetahui hal itu. Dengan sebab adanya hal-hal yang hanya dimiliki oleh mereka, seperti: Apa yang mereka saksikan dan diturunkannya al-Qur’an. Dan apa yang mereka miliki dan pemahaman yang sempurna, ilmu yang shohih, dan amal yang sholih; terutama ulama mereka seperti: Abu Bakar, Umar bin Khoththob, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Tholib, Abdulloh bin Mas’ud, dan Abdulloh bin Abbas, Rodhiyallahu anhum .

    Dan jika engkau tidak mendapati tafsir di dalam al Qur’àn, tidak juga dalam As-Sunnah, dan tidak engkau jumpai pula dalam perkataan-perkataan sahabat Rodhiyallahu anhum maka sebagian besar para imam merujuk kepada perkataan-perkataan para tabi’in seperti Mujahid bin Jabr, Sa’id bin Jubair, Abul ‘Aliyah, Robi’ bin Anas, Atho’ bin Abu Robah, Hasan al-Bashni, Masruq, Sa’id bin Musayyib, Qotadah, dan yang lainnya dari para tabi’in” [Muqoddimah fi Ushuli Tafsir hal. 93-101 dengan sedikit ringkasan]

    Kedudukan Tafsir Ibnu Abbas Rodhiyallahu Anhuma
    Abdulloh bin Abbas Rodhiyallahu anhuma dikenal dengan julukan “Penerjemah al-Quran dengan barokah do’a Rosululloh Shallallahu alaihi wa sallam.

    “Ya Alloh, pahamkan dia dalam agama dan ajarilah dia tafsir” [Diriwayatkan oleh Ahmad dalam Musnad 1/328 dan dishohihkan sanadnya oleh Syaikh Ahmad Syakir]

    lbnu Mas’ud Rodhiyallahu anhu berkata: “Sebaik-baik penerjemah al-Qur’an adalah lbnu Abbas” [Diriwayatkan oleh lbnu Jarir dalam Muqoddimah Tafsir-nya dengan sanad yang shohih]

    Tafsir Ibnu Abbas Rodhiyallahu Anhuma Terhadap “Ayat Hukum”
    [1]. Al-Hafizh Ibnu Jarir Ath-Thobari Rohimahullah berkata dalam Tafsir-nya
    (6/256).: Telah mengabarkan kepada kami Hannad dia berkata: Telah mengabarkan kepada kami Waki’ dan telah mengabarkan kepada kami lbnu Waki’ bahwasanya dia berkata: Telah mengabarkan kepada kami bapakku dari Sufyan dari Ma’mar bin Rosyid dari lbnu Thowus dari bapaknya dari lbnu Abbas rodhiallahu anhu (tentang ayat) ... Dan barangsiapa yang tidak berhukum dengan apa yang diturunkan Alloh, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.” (Al-Ma‘idah: 44), dia (lbnu Abbas Rodhiyallahu anhuma) berkata: “ini adalah kekufuran dan bukan kufur kepada Alloh, para malaikatNya, kitab-kitab-Nya, dan para rosul-Nya.”

    Kami katakan: Para perowi riwayat ini adalah orang-orang yang tsiqoh (terpercaya) dan para imam, dan sanad inii dishohihkan oleh Syaikh al-Albani rohimahullah dalam Silsilah Shohihah 6/113.

    [2]. Al-Hakim Rohimahullah berkata dalam Mustadrok-nya (2/342): Telah mengabarkan kepada kami Ahmad bin Sulaiman al-Mushili dia berkata: Telah mengabarkan kepada kami Ali bin Harb dia berkata: Telah mengabarkan kepada kami Sufyan bin Uyainah dari Hisyam bin Hujair dari Thowus dari lbnu Abbas RodhiYallahu anhu dia berkata: “Dia bukanlah kekufuran yang kalian [2] katakan, sesungguhnya dia adalah kekufuran yang tidak mengeluarkan dari Islam. (Ayat yang artinya:) .... Dan barangsiapa yang tidak berhukum dengan apa yang diturunkan Alloh, maka mereka itu adalah orangorang yang kafir (Al-Ma ‘idah (51:44). ini adalah kufur duna kufrin”

    Sesudah membawakan riwayat ini, al-Hakim rohimahulloh berkata: “Ini adalah hadits yang shohih sanadnya” dan disetujui oleh Dzahabi rohimahullah dalam Talkhis Mustadrok 2/342.

    Syaikh Al-Albani rohimahullah berkomentar: “Keduanya berhak mengatakan hadits ini shohih atas syarat Bukhori dan Muslim karena memang demikian keadaannya.” [Silsilah Shohihah 6/113]

    [3]. Al-Imam Ibnu Jarir rohimahullah berkata dalam Tafsir-nya (6/257): Telah mengabarkan kepadaku Mutsanna dia berkata: Telah mengabarkan kepada kami Abdulloh bin Sholih dia berkata: Telah mengabarkan kepadaku Mu’awiyah bin Sholih dari Ali bin Abu Tholhah dari lbnu Abbas Rodhiyallahu anhuma tentang firman Allah ... Dan barangsiapa yang tidak berhukum dengan apa yang diturunkan Alloh, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir” (Al-Ma ‘idah: 44); (lbnu Abbas Rodhiyallahu anhu berkata): “Barangsiapa yang juhud (mengingkari) apa yang diturunkan oleh Alloh maka sungguh dia telah kafir, dan barangsiapa yang mengakui apa yang diturunkan oleh Alloh dan tidak berhukum dengannya maka dia zholim lagi fasik.”

    Kami katakan: Abdulloh bin Sholih dikatakan oleh lbnu Hajar: “Shoduq Katsirul Gholath Tsabt fi Kitabihi (shoduq, banyak salah kuat dalam kitabnya)’, Mu’awiyah bin Sholih dikatakan oleh lbnu Hajar dalam Taqrib: “Shoduq Lahu Auham (shoduq, memiliki beberapa kesalahan)”.

    Ali bin Abu Tholhah dikatakan oleh lbnu Hajar dalam Taqrib: “Shoduq Qod Yukhti’u (shoquq, kadang salah)’ dia dikritik dalam riwayatnya dari lbnu Abbas rodhialLahu anhu oleh beberapa ulama seperti Duhaim dan lbnu Hibban bahwasanya Ali bin Abu Tholhah tidak pernah mendengar riwayat langsung dari lbnu Abbas Rodhiyallahu anhuma (Lihat Tahdzibut Tahdzib 7/339-341), tetapi hal ini dijawab oleh Abu Ja’far an-Nuhas dan lbnu Hajar bahwa Ali bin Abu Tholhah mengambil riwayat tafsir dari lbnu Abbas Rodhiyallahu anhuma dengan perantaraan orang-orang yang tsiqoh seperti Mujahid dan lkrimah “ [Lihat Nasikh dan Mansukh hal 13 dan Al-Itqon 2/415]

    Naskah tafsir lbnu Abbas dari riwayat Abdulloh bin Sholih dari Mu’awiyah bin Sholih dari Ali bin Abi Tholhah ini dijadikan rujukan oleh al-Imam Ahmad bin Hambal rohimahullah. dan banyak dibawakan oleh al-Imam Bukhori dalam Shohih-nya [Lihat asy-Syari’ah oleh Ajuri hal. 78, Tahdzibut Tahdzib 7/340, dan Fathul Bar! 8/438]

    Riwayat Ali bin Abu Tholhah dihasankan oleh Suyuthi serta dishohihkan oleh Al-Hakim dan Adz-Dzahabi [Lihat Al-Itqon 2/241 dan Mustadrok 3/23]

    Para Ulama Bersandar Kepada Tafsir Ibnu Abbas Rodhiyallahu ‘Anhuma Tentang “Ayat Hukum”
    Hal lain yang menunjukkan keshohihan tafsir lbnu Abbas Rodhiyallahu anhuma, para ulama Ahli Sunnah wal Jama’ah dari zaman tabi’in hingga zaman ini selalu bersandar kepada tafsir lbnu Abbas Rodhiyallahu anhu terhadap ayat hukum, sebgaimana di dalam nukilan-nukilan berikut ini.

    1). Atho’ bin Abu Robah, seorang tabi’in, menyebut ayat 44-46 surat al-Ma’idah, dan berkata: “Kufrun duna kufrin (kufur kecil), fisqun duna fisqin (fasik kecil), dan zhulmun duna zhulmin (dzolim kecil)” [Diriwayatkan oleh lbnu Jarir dalam Tafsir-nya 6/256 dan dishohihkan sanadnya oleh Syaikh al-Albani dalam Silsilah Shohihah 6/114]

    2). Thowus bin Kaisan, salah seorang tabi’in, menyebut ayat hukum dan berkata:”Bukan kekufuran yang mengeluarkan pelakunya dari agama” [Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dalam Tafsir-nya 6/256 dan dishohihkan sanadnya oleh Syaikh Al-Albani dalam SilsiIah Shohihah 6/114]

    3). Al-Imam Ahmad bin Hanbal ditanya tentang maksud kufur dalam ayat hukum,
    maka beliau berkata: “Kekufuran yang tidak mengeluarkan dan keimanan” [Majmu’ Fatawa 7/254]

    4). Al-Imam Abu Ubaid Al-Qosim bin Salam membawakan tafsir lbnu Abbas dan Atho’ bin Abu Robah terhadap ayat hukum dan berkata: “Maka telah jelas bagi kita bahwa kekufuran dalam ayat ini tidak mengeluarkan pelakunya dari agama Islam, dan bahwasanya agamanya tetap eksis meskipun tercampur dengan dosa-dosa.” [Kitabul lman hal. 45]

    5). Al-Imam Bukhori berkata dalam Shohih-nya (1/83): “Bab Kufronil ‘Asyir wa Kufrun Duna Kufrin’ al-Haflzh Ibnu Hajar berkata:”Penulis (Al-Imam Bukhori) mengisyaratkan kepada atsar yang diriwayatkan oleh Ahmad dalam Kitabul Iman dari jalan Atho’ bin Abu Robah dan yang lainnya” [FathuI Bari 1/83]

    6). Al-Imam Ibnu Jarir Ath-Thobari menyebutkan lima pendapat para ulama tentang tafsir ayat hukum kemudian berkata: “Pendapat yang paling utama menurutku adalah pendapat yang mengatakan bahwa ayat-ayat ini turun pada orang-orang kafir ahli kitab, karena ayat-ayat sebelum dan sesudahnya turun pada mereka, merekalah yang dimaksudkan dengan ayat-ayat ini, dan konteks ayat-ayat ini adalah khobar (kabar) tentang mereka, maka keberadaannyab sebagai kabar tentang mereka lebih utama.

    Jika ada orang yang bertanya: Sesungguhnya Alloh Ta’ala mengabarkan secara umum seluruh orang yang tidak berhukum dengan hukum Alloh, bagaimana engkau menjadikan ayat ini khusus bagi ahil kitab?

    Maka jawabannya adalah: Sesungguhnya Alloh Ta’ala mengabarkan secara umum dengan ayat ini tentang suatu kaum yang juhud (mengingkari) hukum Alloh di dalam Kitab-Nya. Alloh mengabarkan bahwasanya mereka kafir ketika meninggalkan hukum Alloh dengan cara seperti yang mereka lakukan (yaitu juhud). Demikian juga, setiap orang yang tidak berhukum dengan hukum Alloh karena juhud terhadapnya maka dia telah kafir terhadap Alloh. sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Abbas Rodhiallahu anhuma” [Tafsir Ibnu Jarir 6/257]

    7). Al-Imam Baihaqi berkata dalam Sunan Kubro (10/207): “Yang kami riwayatkan dari al-Imam Syafi’i dan para imam yang lainnya tentang para ahli bid’ah ini mereka maksudkan kufur duna kufrin (kufur kecil) sebagaimana dalam firman Alloh.

    “Artinya: ..Dan barangsiapa yang tidak berhukum dengan apa yang diturunkan Alloh, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir”(AI-Ma’idah: 44); lbnu Abbas Rodhiallahu anhumas berkata: Dia bukanlah kekufuran yang kalian (para Khowarij) katakan, sesungguhnya dia adaiah kekufuran yang tidak engeluarkan dari Islam. Ini adalah kufur duna kufrin.”

    8). Al-Imam Ibnu Abdil Barr berkata dalam At-Tamhid (4/237): “Telah datang dari lbnu Abbas Rodhiallahu anhuma bahwasanya dia berkata tentang hukum penguasa yang lancung, kufrun duna kufrin”.

    9). Al-Imam Qurthubi berkata:”Barangsiapa yang tidak berhukum dengan hukum Alloh karena menolak al-Qur’an dan juhud (mengingkari) pada perkataan Rosul Shallallahu alaihi wa sallam maka dia kafir, ini adalah perkataan Ibnu Abbas Rodhiyallahu anhuma dan Mujahid” [Al-Jami’ li Ahkamil Qur’an 6/190]

    10).Syaikhul Islam lbnu Taimiyyah menafsirkan ayat hukum di atas dengan mengatakan: “Yaitu seorang yang menghalalkan berhukum dengan selain hukum Alloh.” [Majmu’ Fatawa 3/268]

    Beliau juga berkata: “Ketika datang dari perkataan salaf bahwasanya di dalam diri seseorang ada keimanan dan kemunafikan, maka demikian halnya perkataan mereka bahwasanya di dalam diri seseorang ada keimanan dan kekufuran ; kekufuran ini bukanlah kekufuran yang mengeluarkan seseorang dari agama, sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Abbas Rodhiallahu anhuma dan para sahabatnya tentang tafsir firman Alloh.

    “Artinya: Dan barangsiapa yang tidak berhukum dengan apa yang diturunkan Alloh, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir” (Al-Ma’idah: 44); mereka berkata:”Dia adalah kekufuran yang tidak mengeluarkan dari IsIam” Perkataan ini diikuti oleh Imam Ahmad dan yang lainnya dari para Imam Sunnah.” [Majmu’ Fatawa 7/312]

    11). lbnul Qoyyim membawakan tafsir Ibnu Abbas, Thowus, dan Atho’ bin Abu Robah terhadap ayat hukum dan berkata:”Hal ini jelas sekali dalam al-Qur’an bagi siapa saja yang memahaminya, karena Alloh menyebut kafir seorang yang berhukum dengan Selain hukum Alloh, dan menyebut kafir seorang yang mengingkari pada apa yang Dia turunkan pada Rosul-Nya ; dua kekufuran ini tidaklah sama” [Ash-Sholat wa Hukmu Tarikiha hal. 57]

    12). Syaikh Al-Albani berkata: “Kesimpulannya, ayat hukum ini turun pada orang-orang Yahudi yang juhud (mengingkari) hukum Alloh. Barangsiapa yang ikut serta mereka dalam juhud, dia telah kafir dengan kufur i’tiqodi; dan barangsiapa yang tidak ikut serta mereka dalam juhud maka kufurnya amali, karena dia melakukan amalan mereka, maka dia telah berbuat kejahatan dan dosa, tetapi tidak keluar dari agama sebagaimana telah terdahulu (keterangannya) dari lbnu Abbas Rodhyiallahu anhuma” [Silsilah Shohihah 6/115]
    13). Syaikh Muhammad bin Sholih al-Utsaimin berkata: Adapun yang berhubungan dengan atsar Ibnu Abbas Rodhiallahu anhuma di atas, cukuplah bagi kita bahwa para ulama yang mumpuni seperti Syaikhul Islam lbnu Taimiyyah dan Ibnul Qoyyim dan selain keduanya telah menerimanya dengan baik, mereka membawakan dan menukilnya, maka atsar ini adalah shohih” [Ta’liq terhadap risalah Syaikh Al-Albani at Tahdzir min Fitnati Takfir hal. 69]

    Antara Ahli Sunnah, Khowarij, Dan Murji’ah
    Untuk memperjelas kedudukan Ahli Sunnah, Khowarij, dan Murji’ah dalam masalah ini kami nukilkan beberapa penjelasan para ulama dalam masalah ini:

    Ibnul Qoyyim rohimahullah berkata: “Adapun berhukum dengan selain hukum Alloh dan meninggalkan sholat maka dia termasuk kufur amali secara qoth’i, tidak mungkin ditiadakan darinya nama kufur sesudah diletakkan padanya oleh Alloh dan Rosul-Nya.

    Maka seseorang yang berhukum dengan selain hukum Alloh, dia kafir. Seseorang yang meninggalkan sholat, dia kafir dengan nash dari Rosululloh Shallallahu alaihi wa sallam tetapi kekufuran ini adalah kufur amal dan bukan kufur i’tiqod….

    Seorang yang mengamalkan sebagian Kitabulloh dan meninggalkan pengamalan sebagian yang lainnya, Alloh menamakannya: mu’min pada apa yang dia amalkan dan kafir pada apa yang dia tinggalkan.

    “Artinya: Apakah kalian beriman kepada sebahagian al-Kitab dan kufur terhadap
    sebahagian yang lain?” [Al-Baqoroh: 85]

    Maka mereka beriman kepada apa yang mereka amalkan dari perjanjian (Al-Kitab), dan kafir terhadap apa yang mereka tinggalkan ; maka iman amali lawannya kufur amali dan iman i’tiqodi lawannya kufur l’tiqodi..

    Perincian ini adalah pendapat para sahabat yang merupakan orang paling berilmu tentang Kitabulloh di antara umat ini, dan paling tahu tentang Islam dan kufur serta hal-hal yang menyertai keduanya. Maka tidaklah dipelajari masalah ini melainkan dari mereka; karena sesungguhnya orang-orang yang datang belakangan tidak paham maksud para sahabat sehingga terpecah menjadi dua kelompok:

    a). Kelompok yang mengeluarkan para pelaku dosa besar dan Islam, dan menghukumi bahwa para pelaku dosa besar ini kekal di neraka! (mereka ini adalah kelompok Khowarij)

    b). Kelompok yang kedua menjadikan para pelaku dosa besar ini adalah orang-orang mu’min yang sempurna keimanan mereka! (mereka ini adalah kelompok Murji’ah)

    Kelompok pertama ghuluw (berlebihan) dan kelompok kedua sembrono dan menggampangkan.

    Maka Alloh memberikan petunjuk kepada Ahli Sunnah berupa jalan yang benar dan pendapat yang tengah tengah, (perumpamaan) dia dalam kelompok-kelompok Islam seperti Islam di antara agama-agama lainnya; maka di sini ada kufur duna kufrin, nifaq duna nifaq, syirik duna syirik, fusuq duna fusuq, dan zhulmun duna zhulmin.” [Ash-Sholat wa Hukmu Tarikiha hal. 55-57]

    Al-Imam al-Jashshash rohimahullah berkata:”Khowarij telah mentakwil ayat ini atas pengkafiran siapa saja yang meninggalkan berhukum dengan hukum Alloh (kendati) tanpa mengingkari wajibnya berhukum dengan hukum Alloh.” [Ahkamul Qur’an 2/534]

    Khowarij Menuduh Ahli Sunnah Murji’ah
    Tuduhan Khowarij bahwa Ahli Sunnah adalah Murji’ah bukanlah perkara baru Al-Imam lshaq bin Rahuwiyah rohimahullah berkata: “Suatu saat Abdulloh bin Mubarok datang ke kota Ray, maka seorang ahli ibadah berdiri menghampirinya -dugaan terkuat, dia ini mengikuti pemikiran Khowarij- dia berkata kepada Abdulloh bin Mubarok: “Wahai Abu Abdirrohman, apa pendapatmu tentang orang yang berzina, mencuri, dan minun khomer?” Abdulloh bin Mubarok berkata: “Aku tidak mengeluarkannya dari keimanan”. Orang tersebut berkata; “Wahai Abu Abdirrohman, dalam usia setua ini engkau menjadi Murji’ah?!” Abdulloh bin Mubarok berkata: “Orang-orang Murji’ah tidak setuju dengan kami, mereka mengatakan: Amalan-amalan ‘ kami diterima dan dosa-dosa kami diampuni. Dan seandainya aku tahu bahwa satu amalan baikku diterima, maka aku akan mempersaksikan bahwa diriku di surga”. [Diriwayatkan oleh al-Imam Abu Utsman ash-Shobuni rohimahullah dalam Aqidah Salaf Ashhabul Hadits hal. 84 dengan sanad yang shohih]

    Kesimpulan Dan Penutup
    Riwayat tafsir lbnu Abbas Rodhiyallahu anhuma terhadap ayat hukum adalah riwayat yang shohih. Bahkan sebagian jalannya shohih atas syarat Bukhori dan Muslim.

    Hal lain yang menunjukkan keshohihan tafsir lbnu Abbas Rodhiyallahu anhuma, para ulama Ahli Sunnah wal Jama’ah dari zaman tabi’in hingga zaman ini selalu bersandar kepada tafsir Ibnu Abbas Rodhiyallahu anhu terhadap ayat hukum.

    Perincian kekufuran menjadi dua: kufur akbar dan kufur duna kufrin (kufur kecil) adalah pendapat para sahabat yang merupakan orang paling berilmu tentang Kitabulloh di antara umat ini serta paling tahu tentang Islam dan kufur berikut hal-hal yang menyertai keduanya. Inilah pendapat ulama Ahli Sunnah dari masa ke masa. Adapun pendapat yang memutlakkan kekufuran dengan mengatakan bahwa setiap yang berhukum dengan selain hukum Alloh maka dia kafir, keluar dari Islam secara mutlak tanpa perincian -mengingkari kewajiban berhukum dengan hukum Alloh ataupun tidak-, maka ini adalah pendapat Khowarij.

    Ahli Sunnah wal Jama’ah menyelisihi kelompok Murji’ah dalam masalah ini karena kelompok Murji’ah menyatakan bahwa kemaksiatan tidak berpengaruh terhadap keimanan. Murji’ah menetapkan bahwa para pelaku dosa besar termasuk orang-orang berhukum dengan selain hukum Alloh adalah orang-orang mu’min yang sempuma keimanan mereka, sedangkan Ahli Sunnah wal Jama’ah menyatakan bahwa pelaku dosa besar berkurang keimanan mereka tetapi tidak mengeluarkan mereka dari keimanan.

    Para ulama Ahli Sunnah wal Jama’ah sepakat bahwa barangsiapa yang berhukum dengan selain hukum Alloh dari undang-undang buatan manusia dan hukum-hukum jahiliah, dengan mengingkari wajibnya berhukum dengan hukum Alloh, atau berpendapat bahwasanya hukum Alloh tidak relevan dengan zaman sekarang, atau berpendapat sama saja berhukum dengan hukum Alloh atau dengan yang lainnya, maka orang ini keluar dari Islam secara keseluruhan.

    Mereka, para ulama Ahli Sunnah, juga sepakat bahwa siapa saja yang berhukum dengan selain hukum Alloh dengan mengakui wajibnya berhukum dengan hukum Alloh dan tidak mengingkarinya, maka dia belum sampai kepada kekufuran yang mengeluarkannya dari Islam.

    Demikianlah, kami akhiri bahasan ini dengan seruan kepada seluruh kaum muslimin agar kembali kepada Islam secara utuh di dalam ilmu dan amal, selalu berusaha menerapkan hukum Alloh di dalam semua segi kehidupan: aqidah, ibadah, mu’amalah, dakwah, politik, akhlak, dan segi-segi yang Iainnya. Kepada para da’i, kami serukan: Marilah kita mendidik umat ini kepada aqidah yang shohih, menjelaskan kepada mereka hukum Islam yang hakiki, tidak menyia-nyiakan waktu untuk hiruk-pikuk urusan politik, tidak berusaha memaksakan penegakan hukum dengan cara merebut kekuasaan, tetapi dengan menumbuhkan hukum Islam ini pada tubuh kaum muslimin dan mengajak mereka menerapkannya dalam kehidupan mereka, yang pada akhirnya hukum Islam akan tegak dalam kehidupan mereka bi-idznillah. Wallohul Muwaffiq.

    [Disalin dari Majalah Al-Furqon Edisi 05 Tahun VI // DzuI-Hijjah 1427 Januari 2007. Penerbit Lajnah Dakwah Ma’had Al-Furqon, Alamat Maktabah Ma’had Al-Furqon, Srowo Sidayu Gresik Jatim]
    ___________
    Foot Note

    1. [1]. Penamaan ayat ini dengan “Ayat Hukum” berasal dari perkataan Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani rohimahullah ta’ ala di dalam SilsiIah Shohihah 6/115.
    2. [2]. Syaikh al-Albani rohimahullah berkata: “Seakan-akan beliau mengisyaratkan pada orang-orang Khowarij yang memberontak terhadap Kholifah Ali bin Abu Tholib Rodhiyallahu anhu [Silsilah Shohihah 6/113]

    Khawarij Kelompok Sesat Pertama Dalam Islam


    16 FEBRUARY 2010


    Laa hukma illa lillah (tiada hukum kecuali untuk Allah). Kata-kata ini haq adanya, karena merupakan kandungan ayat yang mulia. Namun jika kemudian ditafsirkan menyimpang dari pemahaman salafush shalih, kebatilanlah yang kemudian muncul. Bertamengkan kata-kata inilah, Khawarij, kelompok sempalan pertama dalam Islam, dengan mudahnya mengkafirkan bahkan menumpahkan darah kaum muslimin.

    Siapakah Khawarij?
    Asy-Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan Al-Fauzan hafizhahullah berkata: “Mereka adalah orang-orang yang memberontak terhadap pemerintah di akhir masa kepemimpinan ‘Utsman bin ‘Affan yang mengakibatkan terbunuhnya ‘Utsman bin ‘Affan. Kemudian di masa kepemimpinan ‘Ali bin Abi Thalib, keadaan mereka semakin buruk. Mereka keluar dari ketaatan terhadap ‘Ali bin Abi Thalib, mengkafirkannya, dan mengkafirkan para shahabat. Ini disebabkan para shahabat tidak menyetujui madzhab mereka. Dan mereka menghukumi siapa saja yang menyelisihi madzhab mereka dengan hukuman kafir. Akhirnya mereka pun mengkafirkan makhluk-makhluk pilihan yaitu para shahabat Rasulullah .” (Lamhatun ‘Anil Firaqidh Dhallah, hal. 31)

    Cikal bakal mereka telah ada sejak jaman Rasulullah . Diriwayatkan dari shahabat Abu Sa’id Al-Khudri, ia berkata: Ketika kami berada di sisi Rasulullah dan beliau sedang membagi-bagi (harta), datanglah Dzul Khuwaisirah dari Bani Tamim, kepada beliau. Ia berkata: “Wahai Rasulullah, berbuat adillah!” Rasulullah pun bersabda: “Celakalah engkau! Siapa lagi yang berbuat adil jika aku tidak berbuat adil?. Benar-benar merugi jika aku tidak berbuat adil.”

    Maka ‘Umar bin Al-Khaththab berkata: “Wahai Rasulullah, ijinkanlah aku untuk memenggal lehernya!” Rasulullah berkata: “Biarkanlah ia, sesungguhnya ia akan mempunyai pengikut yang salah seorang dari kalian merasa bahwa shalat dan puasanya tidak ada apa-apanya dibandingkan shalat dan puasa mereka, mereka selalu membaca Al Qur’an namun tidaklah melewati kerongkongan mereka, mereka keluar dari Islam sebagaimana keluarnya anak panah dari ar-Ramiyyah, dilihat nashl-nya (besi pada ujung anak panah) maka tidak didapati bekasnya. Kemudian dilihat Rishaf-nya (tempat masuknya nashl pada anak panah) maka tidak didapati bekasnya, kemudian dilihat Nadhiy-nya (batang anak panah) maka tidak didapati bekasnya, kemudian dilihat Qudzadz-nya (bulu-bulu yang ada pada anak panah) maka tidak didapati pula bekasnya. Anak panah itu benar-benar dengan cepat melewati lambung dan darah (hewan buruan itu). Ciri-cirinya, (di tengah-tengah mereka) ada seorang laki-laki hitam, salah satu lengannya seperti payudara wanita atau seperti potongan daging yang bergoyang-goyang, mereka akan muncul di saat terjadi perpecahan di antara kaum muslimin.”

    Abu Sa’id Al-Khudri berkata: “Aku bersaksi bahwa aku mendengarnya dari Rasulullah dan aku bersaksi pula bahwa ‘Ali bin Abi Thalib yang memerangi mereka dan aku bersamanya. Maka ‘Ali memerintahkan untuk mencari seorang laki-laki (yang disifati oleh Rasulullah , di antara mayat-mayat mereka) dan ditemukanlah ia lalu dibawa (ke hadapan ‘Ali), dan aku benar-benar melihatnya sesuai dengan ciri-ciri yang disifati oleh Rasulullah.” (Shahih, HR. Al-Imam Muslim dalam Shahih-nya, Kitabuz Zakat, bab Dzikrul Khawarij wa Shifaatihim, 2/744)

    Asy-Syihristani berkata: “Siapa saja yang keluar dari ketaatan terhadap pemimpin yang sah, yang telah disepakati, maka ia dinamakan Khariji (seorang Khawarij), baik keluarnya di masa shahabat terhadap Al-Khulafa Ar-Rasyidin atau terhadap pemimpin setelah mereka di masa tabi’in, dan juga terhadap pemimpin kaum muslimin di setiap masa.” (Al-Milal wan Nihal, hal. 114)

    Mengapa Disebut Khawarij?
    Al-Imam An-Nawawi berkata: “Dinamakan Khawarij dikarenakan keluarnya mereka dari jamaah kaum muslimin. Dikatakan pula karena keluarnya mereka dari jalan (manhaj) jamaah kaum muslimin, dan dikatakan pula karena sabda Rasulullah: “Akan keluar dari diri orang ini…” (Al-Minhaj Syarhu Shahih Muslim bin Al-Hajjaj, 7/145)

    Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-‘Asqalani berkata: “Dinamakan dengan itu (Khawarij) dikarenakan keluarnya mereka dari din (agama) dan keluarnya mereka dari ketaatan terhadap orang-orang terbaik dari kaum muslimin.” (Fathul Bari Bisyarhi Shahihil Bukhari, 12/296)

    Mereka juga biasa disebut dengan Al-Haruriyyah karena mereka (dahulu) tinggal di Harura yaitu sebuah daerah di Iraq dekat kota Kufah, dan menjadikannya sebagai markas dalam memerangi Ahlul ‘Adl (para shahabat Rasulullah). (Al-Minhaj Syarhu Shahih Muslim bin Al-Hajjaj, 7/145)

    Disebut pula dengan Al-Maariqah (yang keluar), karena banyaknya hadits-hadits yang menjelaskan tentang muruq-nya (keluarnya) mereka dari din (agama). Disebut pula dengan Al-Muhakkimah, karena mereka selalu mengulang kata-kata Laa Hukma Illa Lillah (tiada hukum kecuali untuk Allah), suatu kalimat yang haq namun dimaukan dengannya kebatilan. Disebut pula dengan An-Nawashib, dikarenakan berlebihannya mereka dalam menyatakan permusuhan terhadap ‘Ali bin Abi Thalib. (Firaq Mu’ashirah, 1/68-69, Dr. Ghalib bin ‘Ali Al-Awaji, secara ringkas)

    Bagaimanakah Madzhab Mereka?
    Asy-Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan Al-Fauzan hafizhahullah berkata, madzhab mereka adalah tidak berpegang dengan As Sunnah wal Jamaah, tidak mentaati pemimpin (pemerintah kaum muslimin, pen), berkeyakinan bahwa memberontak terhadap pemerintah dan memisahkan diri dari jamaah kaum muslimin merupakan bagian dari agama. Hal ini menyelisihi apa yang diwasiatkan oleh Rasulullah agar senantiasa mentaati pemerintah (dalam hal yang ma’ruf, yang tidak bertentangan dengan syariat), dan menyelisihi apa yang telah diperintahkan oleh Allah dalam firman-Nya: “Taatilah Allah, dan taatilah Rasul-Nya, dan Ulil Amri (pemimpin) di antara kalian.” (An-Nisa: 59)

    Allah dan Nabi-Nya menjadikan ketaatan kepada pemimpin sebagai bagian dari agama… Mereka (Khawarij) menyatakan bahwa pelaku dosa besar (di bawah dosa syirik) telah kafir, tidak diampuni dosa-dosanya, kekal di neraka. Dan ini bertentangan dengan apa yang terdapat di dalam Kitabullah (Al Qur’an). (Lamhatun ‘Anil Firaqidh Dhallah, hal. 31-33)

    Al-Hafidz Ibnu Hajar berkata: “Mereka berkeyakinan atas kafirnya ‘Utsman bin ‘Affan dan orang-orang yang bersamanya. Mereka juga berkeyakinan sahnya kepemimpinan ‘Ali (sebelum kemudian dikafirkan oleh mereka, pen) dan kafirnya orang-orang yang memerangi ‘Ali dari Ahlul Jamal.”4 (Fathul Bari, 12/296)

    Al-Hafidz juga berkata: “Kemudian mereka berpendapat bahwa siapa saja yang tidak berkeyakinan dengan aqidah mereka, maka ia kafir, halal darah, harta dan keluarganya.” (Fathul Bari, 12/297)

    Peperangan antara Khawarij dan Khalifah ‘Ali bin Abi Thalib
    Setelah Khalifah ‘Utsman bin ‘Affan terbunuh, maka orang-orang Khawarij ini bergabung dengan pasukan Khalifah ‘Ali bin Abi Thalib. Dalam setiap pertempuran pun mereka selalu bersamanya. Ketika terjadi pertempuran Shiffin (tahun 38 H) antara pasukan Khalifah ‘Ali bin Abi Thalib dengan pasukan shahabat Mu’awiyah bin Abi Sufyan dari penduduk Syam yang terjadi selama berbulan-bulan -dikarenakan ijtihad mereka masing-masing-, ditempuhlah proses tahkim (pengiriman seorang utusan dari kedua pihak guna membicarakan solusi terbaik bagi masalah yang sedang mereka alami).

    Orang-orang Khawarij tidak menyetujuinya, dengan alasan bahwa hukum itu hanya milik Allah dan tidak boleh berhukum kepada manusia. Demikian pula tatkala dalam naskah ajakan tahkim dari ‘Ali bin Abi Thalib termaktub: “Inilah yang diputuskan oleh Amirul Mukminin ‘Ali atas Mu’awiyah…” lalu penduduk Syam tidak setuju dengan mengatakan, “Tulislah namanya dan nama ayahnya,” (tanpa ada penyebutan Amirul Mukminin). ‘Ali pun menyetujuinya, namun orang-orang Khawarij pun mengingkari persetujuan itu.

    Setelah disepakati utusan masing-masing pihak yaitu Abu Musa Al-Asy’ari dari pihak ‘Ali dan ‘Amr bin Al-‘Ash dari pihak Mu’awiyah, dan disepakati pula waktu dan tempatnya (Dumatul Jandal), maka berpisahlah dua pasukan tersebut. Mu’awiyah kembali ke Syam dan ‘Ali kembali ke Kufah, sedangkan kelompok Khawarij dengan jumlah 8.000 orang atau lebih dari 10.000 orang, atau 6.000 orang, memisahkan diri dari ‘Ali dan bermarkas di daerah Harura yang tidak jauh dari Kufah.

    Pimpinan mereka saat itu adalah Abdullah bin Kawwa’ Al-Yasykuri dan Syabats At-Tamimi. Maka ‘Ali mengutus shahabat Abdullah bin ‘Abbas untuk berdialog dengan mereka dan banyak dari mereka yang rujuk. Lalu ‘Ali keluar menemui mereka, maka mereka pun akhirnya menaati ‘Ali dan ikut bersamanya ke Kufah, bersama dua orang pimpinan mereka. Kemudian mereka membuat isu bahwa ‘Ali telah bertaubat dari masalah tahkim, karena itulah mereka kembali bersamanya. Sampailah isu ini kepada ‘Ali, lalu ia berkhutbah dan mengingkarinya. Maka mereka pun saling berteriak dari bagian samping masjid (dengan mengatakan): “Tiada hukum kecuali untuk Allah”. Ali pun menjawab: “Kalimat yang haq (benar) namun yang dimaukan dengannya adalah kebatilan!”

    Kemudian ‘Ali berkata kepada mereka: “Hak kalian yang harus kami penuhi ada tiga: Kami tidak akan melarang kalian masuk masjid, tidak akan melarang kalian dari rizki fai’, dan tidak akan pula memulai penyerangan selama kalian tidak berbuat kerusakan.”

    Secara berangsur-angsur pengikut Khawarij akhirnya keluar dari Kufah dan berkumpul di daerah Al-Madain. ‘Ali senantiasa mengirim utusan agar mereka rujuk. Namun mereka tetap bersikeras menolaknya hingga ‘Ali mau bersaksi atas kekafiran dirinya dikarenakan masalah tahkim atau bertaubat. Lalu ‘Ali mengirim utusan lagi (untuk mengingatkan mereka) namun justru utusan tersebut hendak mereka bunuh dan mereka bersepakat bahwa yang tidak berkeyakinan dengan aqidah mereka maka dia kafir, halal darah dan keluarganya.

    Aksi mereka kemudian berlanjut dalam bentuk fisik, yaitu menghadang dan membunuh siapa saja dari kaum muslimin yang melewati daerah mereka. Ketika Abdullah bin Khabbab bin Al-Art -yang saat itu menjabat sebagai salah seorang gubernur ‘Ali bin Abi Thalib - berjalan melewati daerah kekuasaan Khawarij bersama budak wanitanya yang tengah hamil, maka mereka membunuhnya dan merobek perut budak wanitanya untuk mengeluarkan anak dari perutnya.

    Sampailah berita ini kepada ‘Ali, maka ia pun keluar untuk memerangi mereka bersama pasukan yang sebelumnya dipersiapkan ke Syam. Dan akhirnya mereka berhasil ditumpas di daerah Nahrawan beserta para gembong mereka seperti Abdullah bin Wahb Ar-Rasibi, Zaid bin Hishn At-Tha’i, dan Harqush bin Zuhair As-Sa’di. Tidak selamat dari mereka kecuali kurang dari 10 orang dan tidaklah terbunuh dari pasukan ‘Ali kecuali sekitar 10 orang.

    Sisa-sisa Khawarij ini akhirnya bergabung dengan simpatisan madzhab mereka dan sembunyi-sembunyi semasa kepemimpinan ‘Ali, hingga salah seorang dari mereka yang bernama Abdurrahman bin Muljim berhasil membunuh ‘Aliyang saat itu sedang melakukan shalat Shubuh. (diringkas dari Fathul Bari karya Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-‘Asqalani, 12/296-298, dengan beberapa tambahan dari Al-Bidayah wan Nihayah, karya Al-Hafidz Ibnu Katsir, 7/281)

    Kafirkah Khawarij?
    Kafirnya Khawarij masih diperselisihkan di kalangan ulama. Al-Hafidz Ibnu Hajar berkata: “Sebagian besar ahli ushul dari Ahlus Sunnah berpendapat bahwasanya Khawarij adalah orang-orang fasiq, dan hukum Islam berlaku bagi mereka. Hal ini dikarenakan mereka mengucapkan dua kalimat syahadat dan selalu melaksanakan rukun-rukun Islam. Mereka dihukumi fasiq, karena pengkafiran mereka terhadap kaum muslimin berdasarkan takwil (penafsiran) yang salah, yang akhirnya menjerumuskan mereka kepada keyakinan akan halalnya darah, dan harta orang-orang yang bertentangan dengan mereka, serta persaksian atas mereka dengan kekufuran dan kesyirikan.” (Fathul Bari, 12/314)

    Al-Imam Al-Khaththabi berkata: “Ulama kaum muslimin telah bersepakat bahwasanya Khawarij dengan segala kesesatannya tergolong firqah dari firqah-firqah muslimin, boleh menikahi mereka, dan memakan sembelihan mereka, dan mereka tidak dikafirkan selama masih berpegang dengan pokok keislaman.” (Fathul Bari, 12/314)

    Al-Imam Ibnu Baththal berkata: “Jumhur ulama berpendapat bahwasanya Khawarij tidak keluar dari kumpulan kaum muslimin.” (Fathul Bari, 12/314)

    Sebab-sebab yang Mengantarkan Khawarij kepada Kesesatan
    Asy-Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan Al-Fauzan hafizhahullah berkata: “Yang demikian itu disebabkan kebodohan mereka tentang agama Islam, bersamaan dengan wara’, ibadah dan kesungguhan mereka. Namun tatkala semua itu (wara’, ibadah, dan kesungguhan) tidak berdasarkan ilmu yang benar, akhirnya menjadi bencana bagi mereka.” (Lamhatun ‘Anil Firaqidh Dhallah, hal. 35)

    Demikan pula, mereka enggan untuk mengambil pemahaman para shahabat (As-Salafush Shalih) dalam memahami masalah-masalah din ini, sehingga terjerumuslah mereka ke dalam kesesatan.

    Anjuran Memerangi Mereka 
    Rasulullah bersabda: “Maka jika kalian mendapati mereka (Khawarij-pen), perangilah mereka! Karena sesunggguhnya orang-orang yang memerangi mereka akan mendapat pahala di sisi Allah pada hari kiamat.” (Shahih, HR. Muslim dalam Shahih-nya, 2/747, dari shahabat ‘Ali bin Abi Thalib).

    Beliau juga bersabda: “Jika aku mendapati mereka (Khawarij), benar-benar aku akan perangi seperti memerangi kaum ‘Aad.” (Shahih, HR. Muslim dalam Shahih-nya, 2/742, dari shahabat Abu Sa’id Al-Khudri)

    Dalam lafadz yang lain beliau bersabda: “Jika aku mendapati mereka, benar-benar aku akan perangi seperti memerangi kaum Tsamud.” (Shahih, HR. Muslim dalam Shahih-nya, 2/742, dari shahabat Abu Sa’id Al-Khudri)

    Al-Imam Ibnu Hubairah berkata: “Memerangi Khawarij lebih utama dari memerangi orang-orang musyrikin. Hikmahnya, memerangi mereka merupakan penjagaan terhadap “modal” Islam (kemurnian Islam -pen), sedangkan memerangi orang-orang musyrikin merupakan “pencarian laba”, dan penjagaan modal tentu lebih utama.” (Fathul Bari, 12/315)

    Samakah Musuh-musuh ‘Ali bin Abi Thalib dalam Perang Jamal dan Shiffin dengan Khawarij?
    Pendapat yang menyatakan bahwa musuh-musuh ‘Ali bin Abi Thalib sama dengan Khawarij ini tentunya tidak benar. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata: “Adapun jumhur ahli ilmu, mereka membedakan antara orang-orang Khawarij dengan Ahlul Jamal dan Shiffin, serta selain mereka yang terhitung sebagai penentang dengan berdasarkan ijtihad. Inilah yang ma’ruf dari para shahabat, keseluruhan ahlul hadits, fuqaha, dan mutakallimin. Di atas pemahaman inilah, nash-nash mayoritas para imam dan pengikut mereka dari murid-murid Malik, Asy-Syafi’i, dan selain mereka.” (Majmu’ Fatawa, 35/54)

    Nasehat dan Peringatan
    Madzhab Khawarij ini sesungguhnya terus berkembang (di dalam merusak aqidah umat) seiring dengan bergulirnya waktu. Oleh karena itu Asy-Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan Al-Fauzan hafizhahullah menasehatkan: “Wajib bagi kaum muslimin di setiap masa, jika terbukti telah mendapati madzhab yang jahat ini untuk mengatasinya dengan dakwah dan penjelasan kepada umat tentangnya. Jika mereka (Khawarij) tidak mengindahkannya, hendaknya kaum muslimin memerangi mereka dalam rangka membentengi umat dari kesesatan mereka.” (Lamhatun ‘Anil Firaqidh Dhallah, hal. 37). Wallahu a’lam bish shawab.

    ustadz abu bakar ba'asyr


    اِصْبِرْ فَإِنَّكَ يَا أَسِير .. شَمْسٌ تَدُورُ لَهَا الزُّهُور مُتَقَدِّمٌ رَغْمَ الْقُيُودِ .. وَرَائِدٌ رَغْمَ الْصُخُور
    أَنْتَ اْلأَبِيُّ وَأَنْتَ فِي .. زَمَنِ الْعَمَالَةِ كَالسَّعِير أَنْتَ الْهُمَامُ تَقُودُ فِي .. سِجْنِ الْخِيَانَاتِ الصُّقُور
    أَدْرِي بِأَنَّكَ مُتْعَبٌ .. لَكِنَّكَ اللَّيْثُ الْهَصُور أَدْرِي بِأَنَّكَ مُنْهَكٌ .. لَكِنَّكَ اْلأَمَلُ الْكَبِير
    أَدْرِي بِأَنَّك وَاهِنٌ .. لَكِنَّكَ الْبَدْرُ الْمُنِير أَدْرِي بِأَنَّكَ وَاثِقٌ .. أَنَّ النِّهَايَةَ لِلصَّبُور
    دَارَتْ نُفُوسٌ بِالصِّغَارِ .. وَأَنْتَ بِالْكُبْرَى تَدُور فَاهْنَأْ بِسِجْنِكَ وَامْتَشِقْ .. سَيْفَ النِّكَايَةِ لِلْكَفُور
    مُتَوَشِّحاً بِالْعَزْمِ قَدْ .. نَامَ اْلأَرَاذِلُ فِي الْخُدُور وَقَفَ الزَّمَانُ أَمَامَ سِجْنِكَ .. يَحْتَفِي بِدَمِ النَّحُور
    أَنْتَ الْهُمَام ... أَنْتَ الْهُمَام ...


    Terjemah Indonesia
    Bersabarlah wahai tawanan, karena engkau ...
    adalah matahari yang diperlukan oleh bunga
    Tetap maju meskipun terbelenggu ...
    dan jadi pelopor meski terhalang batu

    Engkaulah pemberontak dan kau ...
    seperti api menyala di era perbudakan
    Engkaulah pemberani yang memimpin elang ...
    dalam penjara para pengkhianat

    Aku tahu kau lelah ...
    tapi kau adalah singa pemberani
    Aku tahu kau letih ...
    tapi kau adalah harapan yang besar

    Aku tahu kau sedang lemah ...
    tapi kau adalah bulan yang bercahaya
    Aku tahu kau sangat yakin ...
    bahwa kemenangan adalah bagi orang yang sabar

    Kami dikelilingi oleh hal yang kecil ...
    dan engkau menghadapi yang besar
    Maka bergembiralah dengan penjaramu dan ...
    peganglah pedang penghancur untuk orang kafir

    Engkau memperlihatkan tekad kuat sementara ...
    orang-orang yang hina tidur dalam angan-angan
    Waktu berhenti di depan penjaramu ...
    merasa takjub dengan darah yang telah terkorban

    Engkaulah pemberani…