Wasiat Terbaru Ustadz Abu Bakar Ba'asyir untuk Para Mujahid

9.12.09

MASIHKAH ANDA PERCAYA PADA HUKUM ?


Masihkan Anda percaya pada sistem hukum (buatan manusia) yang ada pada saat  ini ? Bisakah hukum tersebut memberikan rasa aman kepada Anda ? Seberapa aman yang Anda rasakan ketika sedang berjalan di jalan raya di daerah anda? Apakah Anda khawatir ketika tengah berkeliling di seputar kota Anda sendiri? Bagaimana dengan ibu atau saudara perempuan Anda? Ketika Anda Keluar, Anda cemas dengan rumah kosong yang ditinggalkan. Akankah hukum berpihak kepada Anda, atau hanya kepada para pemilik uang ?

Tabiat Hukum (Buatan Manusia)
Rasa aman adalah kebutuhan setiap manusia, dan sayangnya hal itu semakin sulit didapatkan. Kejahatan adalah problem utama dalam masyarakat. Angka kejahatan dan tindak kedzoliman terus meningkat, sehingga tak seorangpun merasa aman lagi terhadap kekayaan, kehormatan, atau bahkan kehidupan mereka. Sesungguhnya, semua persoalan ini telah menjadi bagian dan paket dalam kehidupan sehari-hari. Kecenderungan yang berbahaya ini tidak bisa dibiarkan seluruhnya tidak terkendali, setidaknya masyarakat harus bangkit dari kekacauan dan ketidakteraturan. Untuk alasan inilah peradilan diadakan sebagai sarana yang mengurusi dan membasmi kejahatan.

Tetapi, masalahnya kemudian apakah Anda yakin dengan sistem hukum (buatan manusia) yang ada sekarang ini dan terlebih lagi pada sistem hukum tersebut  mulai nampak kekacauan dan kelemahannya, terutama dalam hal mengekang dan mengatur  masalah kejahatan. 

Faktanya, ketika pelaku kejahatan tertangkap dan mereka dari kalangan orang yang tidak berpunya, lemah, dan miskin, maka hukum akan dijatuhkan secara berat dan segera kepada orang tersebut. Sebaliknya, orang-orang berpunya, koruptor, dan sejenisnya, dengan uang yang mereka miliki, maka hukum bisa diatur dan dakwaan pun bisa disesuaikan, ironis. Inilah awal kehancuran suatu bangsa, sebagaimana hadits Rasulullah SAW :

Ketauhilah, rusaknya ummat-ummat terdahulu akibat mereka pilih kasih dalam memutuskan hukum. Ketika orang-orang terhormat dari kalangan mereka bersalah, maka mereka beri maaf dan tidak menghukumnya. Akan tetapi, ketika dari kalangan biasa yang bersalah, maka mereka jatuhkan hukuman. Apakah kamu mengajukan keringanan terhadap salah satu hukuman dari Allah SWT? Demi Allah, kalau saja Fatimah putri Muhammad mencuri, pasti akan aku potong tangannya." (HR. Bukhari, Muslim, dari Aisyah)

Kasih Uang Habis Perkara

Dengan hukum dunia yang penuh dengan jargon-jargon, teknis, jalan-jalan keluar dari jerat hukum dan jaringan orang-orang tertentu (markus alias makelar kasus) maka kesempatan Anda untuk sukses dalam hidup aman di bawah lindungan hukum atau untuk mengajukan suatu tuntutan secara sesuatu hal yang sia-sia (nol besar).

Dalam sistem hukum seperti sekarang ini, maka Anda akan butuh seorang pengacara atau pembela yang mewakili Anda, ketika berperkara. Tapi, Anda harus sadar bahwa biaya untuk mendapatkan pelayanan tersebut membutuhkan uang yang tidak sedikit. Semakin banyak uang yang anda keluarkan, maka semakin baik dan banyak pengacara yang bisa Anda beli.

Lalu bagaimana bila Anda tidak punya uang lagi, sedang pencuri yang telah merampok rumah Anda telah menggunakan seluruh perhiasan dari hasil usaha haramnya itu untuk membeli pengacara hukum terbaik sesuai yang ditawarkan? Dalam hal ini Anda akan segera memahami bahwa barang bukti dalam sebuah kasus bukan merupakan faktor penentu keputusan, tapi hanya salah satu dari jenis alat (sarana) yang digunakan oleh pengacara untuk menemukan jalan keluar 
karena dia telah dibayar untuk melakukannya.

Nampak sekali bahwa keadilan tidak bisa dan tidak akan pernah terwujud dalam sebuah sistem hukum buatan manusia. Karena sejatinya, uanglah yang berbicara. Untuk itu, masyarakat harus mencari dan berpaling kepada hukum yang adil dan sanggup memberikan keamanan seutuhnya kepada setiap manusia, tanpa peduli. Dan sejatinya, satu-satunya hukum yang bisa merealisakan semua itu hanyalah hukum Islam. 

Peradilan Dalam Islam 

Peradilan dalam Islam merupakan sumber kepastian hukum dan keadilannya telah menorehkan tinta emas di sepanjang peradaban umat manusia. Perpustakaan-perpustakaan di Baghdad dan Kufah (ibu kota Islam ketika itu) memuat puluhan ribu koleksi buku-buku dan artikel yang mencakup seluruh aspek legislatif tentang perkara (urusan) manusia sehari-hari dan ilmu fiqh (hukum Islam). Semua itu menunjukkan keluasan dan kesempurnaan dien Islam serta membuktikan keadilan hukum Islam.

Keadilan yang dijalankan oleh sistem peradilan Islam akan menentramkan jiwa Anda, membuat Anda aman, dan yakin bahwa hak-hak Anda tidak akan disalah gunakan. Sistem peradilan Islam 
menjamin bahwa dunia akan terbebas dari eksploitasi dan korupsi hukum buatan manusia dan juga tindak kriminal yang menyertainya.

Sayangnya, hari ini gambaran peradilan Islam yang mulia tersebut telah hilang dari benak kaum Muslimin dan pada saat ini hukum buatan manusialah yang memimpin dan menguasai peradaban umat manusia. Untuk itu, hanya dengan mengimplementasikan Islam secara sempurna, peradilan Islam yang mulia tersebut bisa hadir kembali, mengayomi seluruh umat manusia dengan rahmat-Nya.

Wallahu’alam bis showab!
 
Isy Kariman aw Mut Syahidansy Kariman aw Mut Syahidan. Hidup Mulia Atau Mati Syahid. Slogan ini oleh aktivis Islam Liberal dianggap sebagai Slogan Pembangkit Militansi, ‘Teologi Maut’ yang negatif dan menghancurkan dan tidak sesuai dengan Islam. Jawa Pos, sebuah harian yang rajin mengekspos ide-ide sekuler dan liberal menurunkan tulisan sejak tanggal 26 September 2009 secara berseri untuk membahasnya. Tercatat ada 8 orang penulis, mulai dari Syafi’i Anwar hingga Kamaruddin Hidayat, termasuk Musdah Mulia ikut ambil bagian membuat tulisan pesanan tersebut.
Ironisnya, dalam membicarakan hidup mulia dan mati syahid tersebut tidak ada seorang pun penulisnya yang merupakan representasi seorang mujahid, atau ulama mujahid. Bahkan mengutip dari para mujahid atau ulama mujahid saja juga tidak, kecuali untuk ‘dipelintir’ maksudnya. Karena hampir seluruh penulisnya aktivis Islam liberal, maka arah dan kecenderungan tulisannya pun sudah bisa ditebak, yakni membela mati-matian ide liberalisme dan pluralisme serta menolak ide syariat Islam dan jihad. Lantas, apakah makna dari slogan Isy Kariman aw Mut Syahidan yang sebenarnya?
Isy Kariman aw mut Syahidan, Haditskah ?
Isy Kariman aw Mut Syahidan berarti Hidup Mulia atau Mati Syahid, atau bisa juga berarti hiduplah dengan mulia dan matilah secara syahid alias menjadi seorang syuhada. Isy Kariman aw Mut Syahidanbukanlah sebuah  hadits, melainkan semacam moto atau slogan dalam khazanah perjuangan Islam.
Ungkapan ini pertama kali dikemukakan oleh ibunda Abdullah bin Zubair, yakni Asma Binti Abu Bakar kepada puteranya, Abdullah bin Zubair. Konteks ungkapan itu juga kontekstual dan sangat heroik, karena disampaikan oleh Ibunda Asma kepada putranya Abdullah bin Zubair agar tetap semangat berperang membela kebenaran sampai titik darah penghabisan melawan kekuasaan tiran saat itu pimpinan Yazid bin Muawiyah.
Ungkapan ini menjadi istimewa karena diucapkan oleh seorang Shahabat atau Shahabiat, yang di dalam Islam memiliki kedudukan yang istimewa. Sebagian ulama bahkan berpendapat bahwa ucapan Shahabat termasuk dalil syar’i yang bisa dijadikan rujukan untuk melakukan amal perbuatan.
Asma Binti Abu Bakar dalam Islam dikenal dengan julukan “Dzatu An Nithaqayn” yakni Wanita Dengan Dua Ikat Pinggang. Beliau mendapat julukan ini karena membawakan makanan untuk Rasulullah SAW dan Abu Bakar ketika hijrah dan memutuskan untuk membagi ikat pinggangnya menjadi dua untuk mengikat makanan dan air sehingga mereka dapat membawanya.
Sementara itu, Abdullah bin Zubair, dikenal dalam Islam sebagai seorang pemuda dan pejuang yang berani dan selalu siap berjuang untuk Islam. Dalam kehidupan sehari-hari beliau juga dikenal sangat tekun beribadah, dan sebagaimana pesan ibundanya, beliau juga mengakhiri hidupnya sebagai orang yang syahid dalam memperjuangkan Islam.
Syekh Umar Bakri Muhammad dalam bukunya “Hal Qowl as-Sahabah Hujjah fid Deen?” mendefinisikan ucapan Shahabat sebagai :
“Apa saja yang terkait dengan rantai periwayatan yang shahih dan tidak terdapat kontradiksi di dalamnya dengan dalil-dali syar’i (Al Qur’an dan Hadits), baik itu berupa perbuatan, perkataan, persetujuan (terhadap sesuatu) maupun pendapat.”

Dalam buku tersebut dijelaskan posisi Shahabat Rasulullah SAW yang begitu tinggi dan mulia dalam Islam, dikarenakan mereka adalah orang-orang yang mendapatkan pengajaran langsung tentang Islam dari Nabi Muhammad SAW. Dengan demikian, merekalah, alias para Shahabat yang paling tahu dan mengerti makna Islam dan aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari.
Banyak dalil Al Qur’an maupun hadits yang menjelaskan posisi para Shahabat dalam Islam yang begitu tinggi dan kewajiban kaum Muslimin untuk mengikuti mereka. Beberapa ayat menjelaskan masalah tersebut, di antaranya:
“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) diantara orang-orang muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar. (QS. At Taubah (9) : 100)
“Sesungguhnya Allah telah ridha terhadap orang-orang mu’min ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon , maka Allah mengetahui apa yang ada dalam hati mereka lalu menurunkan ketenangan atas mereka dan memberi balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat (waktunya). (QS. Al Fath (48) : 18)
Dalam hadits Nabi SAW., terdapat banyak kemuliaan dan perintah untuk selalu berpedoman kepada para Shahabat, di antaranya :
“Sebaik-baik ummatku adalah generasiku (Shahabat), kemudian generasi sesudahnya (tabi’in), dan kemudian yang sesudahnya (tabi’ut tabi’in).” (HR. Bukhari dan Muslim)

“Muliakanlah para Shahabatku, karena mereka adalah yang terbaik di antara kalian.” (HR. Ahmad, An Nasa’iy dan Al Hakim)

“Kalian akan senantiasa dalam kebaikan selama di antara kalian masih ada orang yang pernah melihatku dan bersahabat denganku. Demi Allah, kalian akan senantiasa dalam kebaikan selama diantara kalian ada orang yang pernah melihatku dan bersahabat denganku.” (HR. Ibnu Abi Syaybah, Ibnu Abi’ ‘Ashim, Ath Thabraniy, dan Abu Nu’aym)

“Bintang-bintang adalah penjaga langit, apabila bintang-bintang itu hilang, maka akan datang bagi penduduk langit tersebut apa yang dijanjikan. Aku adalah penjaga para Shahabatku, apabila aku meninggal maka akan datang bagi para Shahabatku apa yang dijanjikan. Dan para Shahabatku adalah para penjaga ummatku, apabila para Shahabatku meninggal, maka akan datang bagi ummatku apa yang dijanjikan.” (HR. Muslim)
Dikarenakan ucapan atau qaul Shahabat juga merupakan dalil syar’i yang bisa dijadikan hujjah (argumen) dalam agama dan hasilnya dapat dipergunakan oleh ummat Islam dalam kehidupan mereka sehari-hari, maka moto atau slogan Isy Kariman aw Mut Syahidanyang diucapkan oleh ibunda Abdullah bin Zubair patut menjadi perhatian dan kajian bagi kaum Muslimin.

Makna Hidup Mulia Dalam Islam

Secara fitrah, setiap manusia pasti mendambakan kehidupan mulia. Bagi setiap Muslim, setiap harinya mereka selalu berdoa kepada Allah SWT., agar diberikan kehidupan mulia di dunia, dan begitu pula di akhirat, Robbana atina fi dunya hasanah wa fil akhiroti hasanah. Hanya saja perlu diperjelas, kehidupan seperti apa yang dianggap mulia dalam pandangan syariat Islam.
Hidup mulia dalam Islam hanya bisa tercapai jika fungsi dan esensi manusia diciptakan oleh Allah SWT bisa diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari. Fungsi dan esensi tersebut adalah menjadiabdullah (hamba Allah) dan khalifatullah (khalifah Allah) di muka bumi. Kedua tugas suci tersebut telah disampaikan secara tegas sebagaimana firman Allah SWT :
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.” (QS Adz Dzaariyat (51) : 56)

“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: ‘Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi…”. (QS Al Baqarah (2) : 30)

Dua fungsi dan esensi hidup mulia dalam pandangan Islam tersebut hanya bisa terealisir dalam kehidupan sehari-hari dalam bingkai syariat Islam yang menaungi. Bahkan kehidupan mulia di bawah naungan syariat Islam inilah yang mampu memberikan rahmat tidak hanya kepada orang Muslim, melainkan kepada seluruh alam, sebagaimana firmanNya :
“Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (QS Al Anbiyaa’ (21) : 107)

Imam Ibnu Katsir di dalam tafsirnya menjelaskan:
Allah ta’ala mengabarkan bahwa Dia telah menjadikan Muhammad SAW., sebagai rahmat bagi semesta alam. Yaitu, Dia mengutusnya sebagai rahmat bagi kalian semua. Barangsiapa yang menerima dan mensyukuri nikmat ini, niscaya dia akan berbahagia di dunia dan di akhirat. Sedangkan barangsiapa yang menolak dan menentangnya, niscara dia akan merugi dunia dan akhirat.
Maka dapat difahami bahwa hidup mulia dalam pandangan Islam hanya dapat dicapai jika Risalah Islam beserta syariat Islam diterima, diyakini dan diamalkan oleh manusia sebagai pedoman hidupnya dalam seluruh aspek kehidupan. Kehidupan mulia tidak hanya akan tercapai di dunia bahkan juga di akhirat, bahkan rahmat atau kemuliaan juga akan melingkupi seluruh alam semesta. Untuk tujuan inilah, kehidupan dan perjuangan seorang Muslim diarahkan, sehingga kalaupun dia belum berhasil mencapainya, namun dia telah mengupayakannya dan tetap yakin bahwa Allah SWT suatu saat pasti akan memberikan hal tersebut kepada hamba-hambaNya. Hal ini sebagaimana firman Allah SWT :
“Dan Allah Telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa dia sungguh- sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana dia Telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, Maka mereka Itulah orang-orang yang fasik.” (QS An Nuur (24) : 55) 


Mengapa Mati Syahid Menjadi Dambaan?

Dalam Islam dan bagi kaum Muslimin telah maklum bahwa hidup di dunia tidak selamanya dan kehidupan di akhiratlah yang abadi dan harus menjadi prioritas dan diusahakan semaksimal mungkin pencapaiannya.
Tidak berguna jika hidup di dunia mulia, kaya raya, berumur panjang, namun akhirnya menemui kematian dengan buruk (su’ul khatimah). Karena yang menjadi perhitungan dan menentukan bagi kehidupan seseorang adalah bagian akhirnya, apakah berakhiran atau menemui kematian dengan buruk (su’ul khatimah) atau berakhiran dengan baik (khusnul khatimah).
Nabi SAW bersabda :
“Sesungguhnya seorang hamba benar-benar telah beramal dengan amalan ahli neraka padahal sesungguhnya ia termasuk ahli surga, dan beramal dengan amalan ahli surga padahal ia termasuk ahli nereka. Dan sesungguhnya amal-amal itu tergantung penutupannya.” (HR. Bukhari)

Syekh Abdul Baqi Ramdhun dalam bukunya “Al Jihaadu Sabiluna”mengatakan :

‘Islam mendorong kaum Muslimin untuk berjihad di jalan Allah dan menggesa mereka untuk terjun ke kancah kancah peperangan dan pertempuran dalam rangka meninggikan kalimat Allah, memberanikan mereka untuk menerjang bahaya dan kesulitan demi memperoleh ridha Allah, serta memotivasi mereka agar senang menyongsong maut dengan lapang dada, hati tegar, dan jiwa yang tenang lantaran menginginkan apa yang ada pada sisi Allah. Dan Allah telah membesarkan ganjaran dan pahala atas amal tersebut serta melimpahkan keutamaan dan anugerah di dalamnya.’

Beliau di dalam bukunya juga menjelaskan bahwa Allah SWT telah menyiapkan bagi mujahidin dan orang-orang yang mati syahid di jalanNya berbagai karomah, anugerah, ketinggian maqom, dan ketinggian kedudukan yang tidak dapat dicapai melalui ibadah-ibadah yang lain bahkan lewat shalat, zakat, puasa, haji, serta seluruh bentuk ibadah dan qurobah (pendekatan diri kepada Allah yang lain). Dengan penjelasan ini, tidak heran mengapa mati syahid menjadi kematian yang begitu tinggi kedudukan dan keistimewaannya dalam pandangan Islam dan menjadi dambaan setiap Muslim yang mengerti serta memahami permasalahan tersebut.
Syekh Usamah bin Ladin dalam video The Caravan of Syuhadamengatakan :
“Penutup para nabi dan rasul, Muhammad SAW., mengharapkan kedudukan ini. Perhatikan dan renungkan kedudukan seperti apakah yang diharapkan oleh sebaik-baiknya manusia ini. Beliau berharap menjadi seorang syahid.

Demi jiwa Muhammad yang ada di tangan-Nya. Sungguh aku berharap bisa berperang lalu aku terbunuh, kemudian (hidup lagi) untuk berperang lalu aku terbunuh, kemudian (hidup lagi) untuk berperang lalu aku terbunuh. (Al Hadits)

Hidup yang lama dan panjang ini diringkas oleh Nabi SAW dengan petunjuk Allah SWT., dalam sabda Beliau di atas. Beliau sangat menginginkan kedudukan ini Orang yang bahagia adalah orang yang telah dipilih oleh Allah SWT sebagai seorang syahid.”
Syekh Jabir bin Abdul Qoyyum As Sa’idi Asy Syami dalam bukunya “Al Ishobah Fii Tholabisy Syahaadah” menjelaskan mengapa mati syahid atau menjadi syuhada itu begitu memiliki kedudukan yang tinggi di dalam Islam.
Diriwayatkan dari Sahal bin Hanif, ia dari bapaknya, bapaknya dari kakeknya, bahwasanya Nabi SAW., bersabda:
Barangsiapa memohon mati syahid kepada Allah dengan tulus, niscaya Allah akan menyampaikannya ke derajat para syuhada' meskipun ia mati di atas kasurnya. (HR Muslim, Tirmidzi, Nasai, dan Abu Daud)

Diriwayatkan dari Abu Is-haq, dari Al Barro', ia berkata: Seseorang dari Bani An Nabit dari kalangan anshar datang lalu berkata: Aku bersaksi bahwasanya tidak ada ilah (sesembahan yang benar) kecuali Allah dan bahwasanya engkau adalah hamba dan utusan-Nya. Kemudian ia maju dan berperang sampai terbunuh. Maka Nabi SAW., bersabda :
Orang ini beramal sedikit namun diberi pahala banyak. (HR Bukhari, Muslim, dan Ahmad)
Dengan demikian, dalam pandangan Islam sesungguhnya keberhasilan yang paling utama dan anugrah yang paling baik yang didapatkan oleh seseorang itu adalah jika Allah memilihnya untuk mati syahid.
Nabi SAW bersabda kepada seorang sahabat yang berdo'a kepada Allah dengan mengucapkan:
Ya Allah berikanlah kepadaku apa yang paling baik yang telah Engkau berikan kepada hamba-Mu yang sholih.
Rosululloh shollallohu 'alaihi wa sallam bersabda kepada orang tersebut:
Jika demikian kudamu akan tersembelih dan engkau akan mati syahid di jalan Allah.
Maka Mut Syahidan atau mati syahid atau mati sebagai seorang syuhada (orang yang berjihad di jalan Allah SWT) adalah kedudukan yang sangat besar dan tinggi yang tidak akan diraih kecuali oleh orang yang layak untuk mendapatkannya.
Dalam hadits lain disebutkan :
“Dikatakan, “Wahai Rasulullah, amal apa yang dapat menyamai (pahala) jihad fi sabilillah ? Nabi bersabda, “Kalian tidak mampu melaksanakannya.” Lalu mereka mengulang pertanyaan itu atau tiga kali, dan semua dijawab, “Kalian tidak mampu melaksanakannya.” ! Lalu Nabi bersabda, Perumpamaan mujahid fi sabilillah seperti orang yang shaum (puasa) dan shalat malam dan membaca ayat-ayat Allah dan tidak berhenti melakukan shiyam dan sholat sampai seorang mujahid fi sabilillah kembali.” (HR. Tirmidzi dari Abu Hurairah)
Diriwayatkan dari Anas bin Malik rodliyallohu 'anhu bahwasanya Nabishallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
Tidak ada seseorang yang telah mati yang mendapatkan kebaikan di sisi Allah, kemudian dia ingin kembali ke dunia atau ia diberi dunia dan seisinya kecuali orang yang mati syahid. Sesungguhnya orang yang mati syahid itu berharap untuk dapat kembali ke dunia lalu ia terbunuh di dunia lantaran keutamaan mati syahid yang ia lihat. Dan di dalam riwayat lain disebutkan: lantaran kemuliaan yang ia lihat.

Khatimah

Jadi tidak ada yang salah dengan mati syahid. Mati syahid bukanlah sebuah kematian yang sia-sia, terhina, harus ditangisi, dilecehkan dan ditakutkan oleh seorang Muslim. Karena mati syahid, mati ketika memperjuangkan agama Allah SWT atau jihad fi sabilillah, adalah sebuah kematian yang sangat tinggi dan mulia kedudukannya di dalam Islam, yang tidak mungkin dicapai dan diraih kecuali oleh orang-orang yang memang dipilih oleh Allah SWT.
Nabi Muhammad SAW sebagai contoh dan teladan kaum Muslimin memberikan ilustrasi yang begitu indah tentang mati syahid, dimana beliau begitu menginginkannya dan berharap bisa mencapainya. Bukankah ini menjadi sebuah bukti yang tidak terbantahkan?
Adapun kehidupan mulia dalam Islam juga bukan berarti hidup mewah dan berfoya-foya serta lantas lupa kepada Sang Pencitpa, Allah SWT, sebagaimana sangkaan orang kebanyakan yang hidup pada saat ini. Hidup mulia di dunia dalam pandangan Islam adalah sebuah ketundukan total seorang manusia, baik sebagai seorang hambaNya, dan juga sebagai khalifahNya.
Kehidupan mulia di dunia hanya bisa tercapai jikalau seluruh syariat Islam diberlakukan secara kaafah (totalitas) sehingga tidak hanya orang Muslim yang akan mendapatkan rahmat, orang non Muslim juga akan mendapatkan rahmat, bahkan alam semesta. Maka sudah merupakan kewajiban bagi setiap Muslim untuk dapat meraih kehidupan mulia di dunia, yakni dengan jalan selalu mengupayakan tegaknya syariat Islam di muka bumi.
Dengan demikian, betapa indah dan bertujuan indah, serta penuh maknanya semboyan dan slogan yang telah diucapkan oleh Shahabat dan kini menjadi populer kembali, yakni Isy Kariman aw Mut Syahidan. Hidup Mulia Atau Mati Syahid. Keduanya adalah kebaikan yang sangat didambakan oleh setiap Muslim. Semoga kita bisa meraih salah satu dari keduanya, Insya Allah…!
By: M. Fachry
Arrahmah.Com International Jihad Analys


Ar Rahmah Media Network

Pesan Akhuna Muhammad Jibriel Abdul Rahman Untuk Para Pemuda

Pesan Akhuna Muhammad Jibriel Abdul Rahman Untuk Para Pemuda (Sambutan Acara Grand Launching ARRMY)Arrahmah Community (ARRMY) adalah sebuah komunitas yang terbentuk dari perkumpulan anak muda di forum Arrahmah.com. Berawal dari berdiskusi di maya, sekumpulan anak muda ini akhirnya melakukan pertemuan dan berdiskusi  bagaimana caranya membentuk sebuah wadah yang bisa mengarahkan para pemuda dan pemudi agar mencintai Islam dengan sesungguhnya. Berikut ini adalah pesan akhuna Jibriel yang dibacakan kepada para hadirin sebagai prolog dalam acara Grand Launching Arrahmah Community, hari Ahad 1 November 2009.
Kepada :
Saudaraku para Mujahid dan Mujahidah yang ana cintai karena Allah….
Segala puji bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala atas karunia dan nikmat yang telah Dia limpahkan buat kita semua. Shalawat serta salam buat junjungan besar kita, pimpinan para Mujahidin, Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wasalam beserta keluarganya dan para sahabatnya. Amma Ba’du…
Para pemuda Mujahid dan Mujahidah yang ana cintai karena Allah…
Semoga kalian semua dalam keadaan sehat wal afiat . Insya Allah. Dan terus bersemangat dan istiqomah dalam dakwah dan jihad. Jangan kalian lemah dan takut untuk menharungi jalan-jalan kemuliaan ini. Sungguh merugi bagi orang-orang yang memilih jalan selain jihad fie sabilillah mungkin karena takut kehilangan segenap yang ia miliki dari dunia ini. Dunia yang penuh kelalaian dan kesesatan, yang menyesatkan para penyembah hawa nafsu, harta, wanita dan tahta.
Ada sebuah ungkapan indah dari seorang mujahid muda dari India, yang bernama Esa Al Hindi, dalam buku tulisan beliau “ARMY MADINAH IN KASHMIR” : …

“Jika seseorang meninggalkan jalan terhormat ini (Jihad Fie Sabilillah) maka ia akan menebusnya. Karena kita yang memerlukan Jihad dan Jihad tidak memerlukan kita...”
Jihad tidak membutuhkan kalian, Ia benar..! kita yang memerlukan jihad ini untuk menuju jannah dengan kesyahidan. Kalian yang merasa sudah menjadi Mujahid dan Mujahidah kalau hanya baru bisa membaca buku jihad atau bersahabat dengan Mujahid, ataupun diuji oleh Allah dengan hal-hal yang memberatkan kita. Ingatlah, Sadarlah, Jihad ini membutuhkan lebih dari semua itu, butuh ketawadhuan. Semoga Allah memperkuat barisan kaum muslimin dengan jihad ini. Saling mencintai karena Allah. Dan berpesan dalam kebaikan dan kesabaran.
Ada sebuah hadits Nabi Shalallahu ‘Alaihi wasalam yang sangat indah untuk kita renungkan, dan sekaligus teguran buat orang-orang yang meninggalkan Jihad ini. (Matan hadits ini diambil dari Rajulun Shalih, hal 446)
Dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wasalam bersabda :
“Apabila manusia telah kikir dengan dinar dan dirham, dan berjual beli dengan system riba, dan mengikuti ekor sapi [maksudnya : sibuk dengan binatang ternak], dan meninggalkan dari jalan Allah. Maka Allah akan menimpakan kehinaan kepada mereka, yang tiada dicabutnya sehingga mereka kembali kepada Dien mereka.” (HR Ahmad – no. 4593, HR Thobroni)
Subhanallah, Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi wasalam menghinakan orang-orang yang meninggalkan Jihad Fie Sabilillah. Siapa lagi yang kita jadikan contoh terbaik selain beliau. Orang-orang zaman sekarang hanya pintar ngomong, dan mendefinisikan Jihad seenak dengkulnya, membagi-bagi jihad sesuai kemauan nafsunya. Hingga berani mendustakan sabda-sabda Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi wasalam. Seperti kasus Jihad melawan Hawa Nafsu. Hanya orang Bodoh sajalah yang mengatakan Jihad tidak wajib, sedangkan saudara kita dibantai dibelahan dunia lain, mereka disiksa, dipenjara, dibunuh, para muslimahnya diperkosa, dan kita hanya bisa terdiam tanpa sepatah katapun. Mana Izzah kalian wahai para Mujahid..??!! Apa anda diciptakan oleh Allah tanpa kemaluan..?! Mana rasa malu kalian..?!! Bangkitlah, dan hunuslah pedang untuk membeli Agama Allah yang telah diinjak-injak oleh para Thagut dan Kuffar laknatullah ‘Alaihim…
Syaikh Usamah bin Ladin Hafizhahulloh memberikan semangat buat para Mujahid dengan kata-katanya yang berbunyi : “Wahai engkau, kuda-kuda (tentara) Allah, teruslah bergerak dan berlari. Inilah masa sulit kita, ketahuilah bahwa pertemuan dan kerjasama anda demi membebaskan tempat-tempat suci Islam adalah langkah yang tepat menuju bersatunya Dunia Ummat di bawah Panji Laa ilaha illa Allah…”
Benar kata-kata Syaikh Usamah bin Ladin tersebut, kita harus banyak bergerak dan berlari dalam menjenjang Agama Allah ini. Anda kenal Syaikh Usamah tidak? Dan tahu nggak sepak terjang beliau dalam Jihad ini? Subhanallah, mungkin tidak cukup untuk kita ceritakan kisah beliau disini, namun Mujahid abad 21 ini tidak pernah rela darah kaum muslimin tertumpahkan. Walaupun beliau nun jauh di sana, Bumi Jihad Afghanistan, demi Allah beliau selalu berpikir tentang Umat Islam di seluruh dunia, dan menyemangatinya dengan segala kemampuannya, harta, jiwa dan darah ia persembahkan kepada Allah demi ‘Izzatul Islam.
Pertanyaanya? Apa yang telah kita berikan untuk Agama Allah? Seberapa banyak pembelaan kita untuk dien ini ? Seberapa sayangkah anda untuk saudara anda yang didzhalimi ? Dengan apakah anda membela mereka? Apa hanya dengan menadah tangan untuk berdo’a, lalu melupakan dan bersenang-senang dengan istri tercinta? Apakah kalian tahu, kematian itu sudah dekat ? Apa yang kita persiapkan untuk bekal di Akhirat sana ? Apa karena dunia menyelimuti anda, lalu anda sanggup melupakan Jihad ? WAKE UP BROTHER n SISTER…?! BANGUUUN…!! Jangan kalian lalai, selagi Allah masih memberikan kesempatan untuk hidup, gunakanlah dan manfaatkan sebaik-baiknya. Insya Allah semua akan terasa Indah pada saatnya. Allah sedang merajut yang terbaik untuk hidup kita dengan Jihad Fie Sabilillah.

Mujahid dan Mujahidah yang ana Cintai karena Allah….
Subhanallah dengan izin Allah, ARRMY bisa dilaunching dengan penuh kesederhanaan. Bagi ana, sebuah kebanggaan tersendiri walaupun ana belum bisa bersama kalian. Allah menguji ana dengan beberapa hal, yang semua ini harus ana lalui dengan ikhlash dan sabar. Dan inilah jihad ana, yang harus melaluinya dengan Ridho. Penjara bukanlah tempat terakhir kita semua.
Dan bukanlah tempat kehinaan. “Hidup Mulia atau Mati Syahid” bukan hanya sebuah Slogan saja yang dicetak dan ditempel di mana saja. Tapi itu adalah sebuah kata yang butuh konsekuensi, butuh perjuangan untuk menggapainya. Jika kita bersatu, Insya Allah semuanya akan tercapai… TAKBIRR..!!
Semoga dengan adanya ARRMY, para Pemuda Mujahid dan pemudi Mujahidah bisa berkumpul dalam ikatan Iman, Ukhuwah dan Aqidah. Untuk melanjutkan dakwah dan Jihad hingga tertegaknya Khilafah Islamiyah ‘alaa Minhajin An Nubuwah fil Ardh. Jihad ini dibutuhkan kebersamaan dalam segala hal, hingga Dien ini hanya milik Allah semata.
Asy Syahid DR. Abdullah Azzam berkata dalam bukunya Bashaairun Nashr yang dinukil dari Rojulun Shalih, hal 116 :
“Sesungguhnya jihad fie sabilillah adalah seberat-berat urusan yang dihadapi oleh manusia dan merupakan urusan yang paling sulit. Tidak mampu memikulnya kecuali hanya segelintir manusia. Oleh karenanya, Allah menyediakan balasan terhadap kesungguhan dan kepayahannya.”
Allahu Akbar..!! tidak semua manusia mampu memikulnya, dan tidak semua orang diberikan kesempatan untuk merasakan keindahan Jihad Fie Sabilillah. Maka, jadilah yang pertama dalam membela Agama Allah ini. Infakanlah harta kalian di Jalan Allah. Maka kau akan beruntung, I’dalah untuk Jihad agar selalu kuat dalam fisik dan Ilmu, Mujahid harus cerdas dan pinter dalam segala hal, karena Allah selalu memberikan yang terbaik untuk para Mujahid.
Janganlah sedih dan pula kau takut untuk melangkah, karena ketakutan itu tidak akan pernah memperlambat kematianmu. Jadilah pemberani dalam membela Agama Allah, karena dengan Keberanian akan menjadikanmu mulia di Dunia dan Akhirat serta Insya Allah kau akan mendapatkan KeSyahidan atas izinNya.
Sebelum ana mengakhiri Prolog acara yang penuh berkah ini, ada sebuah Syair yang ana kutip dari buku Abi ana Rojulun Shalih :
“Apabila ada seribu Mujahid yang sedang berjihad
Maka akulah salah seorang daripadanya
Jika ada seratus Mujahid yang sedang berjihad
Maka akulah salah seorang daripadanya
Jika ada sepuluh mujahid yang sedang berjihad
Maka akulah salah seorang daripadanya
Jika ada seorang Mujahid yang berjihad
Maka itulah Aku... itulah Akuuu...”

Buat para Mujahid dan Mujahidah yang tercinta…
Istiqomahlah, Istiqomahlah dan Istiqomah, sabar dan Ikhlas dalam menghadapi segalanya. Doakan buat para Mujahid yang telah gugur di Medan Jihad agar diberikan Al-Firdaws. Dan tangisilah diri kalian yang belum dikarunai Syahid, banyak Muhasabah, jagalah persaudaraan diantara kita. Doakan ana disini agar Istiqomah dan dimudahkan sega;a urusanya. Demi Allah, Aku Mencintai kalian Karena Allah. Ana penuh dengan kelemahan dan kekurangan, semoga semua kelemahan ini bisa diperbaiki. Insya Allah. Yang benar hanya dari Allah, yang salah dan khilaf dari kelemahan diri ana.
Wabilah Taufik wal Hidayah…

Khutbah Ied: Memberantas Terorisme, Hentikan Kezaliman dan Tegakkan Keadilan

Khutbah Ied: Memberantas Terorisme, Hentikan Kezaliman dan Tegakkan KeadilanKhotbah ini disampaikan oleh Irfan S Awwas, Ketua Lajnah Tanfidziyah Majelis Mujahidin, di hadapan Jamaah Shalat ‘Idul Fithri 1 Syawal 1430 H/ 20 September 20099 M, di Lapangan Gedongan, Desa Muruh, Kec. Gantiwarno, Kabupaten Klaten.
Allahu Akbar 9 x
إِنَّ الْحَمْدَ للهِ, نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ, وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا, مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلاَ هَادِيَ لَهُ, وَأَشْهَدُ أَنْ لاَإِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ, أَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَأُمَّتِهِ الْمُطِيْعِيْنَ الْمَجَاهِدِيْنَ.
يَاأَيُّهَا الَّذِيْنَ أَمَنُوْا اتَّقُوْا اللهَ وَقُوْلُوا قَوْلاً سَدِيْدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْلَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزاً عَظِيْمًا. أَمَّا بَعْدُهُ : أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ
Mengawali khutbah ini, terlebih dahulu marilah kita memupuji kebesaran Ilahy yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga pada hari ini kita dapat melaksanakan perintah agama, shalat Idul Fithri di tempat ini. Kita bersyukur kepada Allah Swt yang telah menciptakan segala sesuatu, dan menurunkan syari’at sebagai petunjuk jalan bagi makhluk ciptaan-Nya dalam mengarugi kehidupan dunia ini.
Semoga Allah senantiasa mencurahkan rahmat dan kesejahteraan kepada Nabi Muhammad Saw, keluarga, para shahabat, tabi’it-tabi’in serta seluruh kaum Muslimin yang setia mengikuti beliau dengan baik hingga hari kiamat.
Kemudian, sebagai khatib pada kesempatan khutbah hari raya ini, perkenankan kami mengingatkan diri pribadi dan segenap jamaah sekalian untuk senantiasa meningkatkan taqwa kepada Allah Swt. Marilah peningkatan taqwa ini kita jadikan sebagai agenda hidup yang utama, agar menjadi manusia ideal menurut Islam. Yakni, menjadi manusia mulia dan dimuliakan oleh Allah Swt sebagaimana firman-Nya (yang artinya):
“Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di hadapan Allah adalah orang yang paling bertaqwa.” (Qs. Al-Hujurat, 49:13)
Di zaman kita sekarang sedikit orang yang menjadikan taqwa sebagai agenda hidupnya, yaitu menjalani hidup di bawah naungan syari’at Allah. Kebanyakan umat Islam adalah ‘Muslim Otodidak’ yang mengamalkan Islam menurut pemahaman dan penghayatan pribadinya, sehingga adakalanya benar dan lebih sering keliru dalam memahami dan mengamalkan perintah taqwallah (takut pada Allah).
Sekalipun kalimat taqwa menjadi bagian dari sumpah jabatan para pejabat Negara, tapi faktanya, pemerintah belum pernah memberi contoh yang benar tentang praktik taqwa pada Allah Swt. Yang kita saksikan justru sebaliknya, berbagai penolakan dan pelanggaran terhadap ajaran Islam yang dilakukan masyarakat dan pejabat Negara.
Ketika ada orang Islam mengimplementasikan pola hidp taqwa dengan mengamalkan syari’at Islam dan menuntut pelaksanaannya melalui lembaga Negara, malah dicurigai sebagai fundamentalis. Belum adanya standar hidup taqwa dalam agenda pemerintahan Negara, menyebabkan penilaian masyarakat menjadi kacau. Orang shalih dianggap salah, mengenakan pakaian taqwa (jibab) bagi Muslimah dipersulit bekerja di perusahaan atau masuk lembaga pendidikan karena dianggap budaya Arab, sementara para koruptor dimanjakan, sebaliknya lembaga pemberantas korupsi dicurigai dan sebagainya.
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah...
Allahu Akbar, Allahu Akbar wa Lillahil Hamdu
Pada hari ini kita tengah menapaki hari perdana di bulan Syawal 1430 H dengan menunaikan shalat ‘Idul Fithri sebagai penutup kesempurnaan zikir, mengingat dan menyebut asma Allah Swt. Marilah kita bersungguh-sungguh di dalam melaksanakan ketaatan kepada Allah, dan menjauhi kesalahan dan dosa agar kita beruntung dengan mendapatkan kehidupan yang baik di dunia dan pahala yang banyak sesudah mati.
Kini bulan suci Ramadhan telah berlalu, dan ia akan menjadi saksi yang menguntungkan atau memberatkan atas amalan-amalan yang telah kita kerjakan. Jika selama bulan Ramadhan yang kita lakukan adalah amal-amal yang shalih, hendaklah kita memuji Allah atas hal itu dan hendaklah bergembira dengan pahala yang baik. Sesungguhnya Allah tidak akan menyia-nyiakan orang yang berbuat kebajikan. Sebaliknya, siapa yang melakukan amal yang buruk, hendaklah ia segera bertaubat kepada Allah dengantaubatan nashuha, karena sesungguhnya Allah menerima taubat orang yang bertaubat kepada-Nya.
Sesungguhnya kaum Muslimin sangat merindukan kembalinya kejayaan Islam, agar dapat menciptakan dunia yang penuh kedamaian, kesejahteraan, kasih sayang, keadilan dan persatuan bagi segenap umat manusia. Harapan ini merupakan missi Islam yang diproklamirkan oleh Rasulullah Saw sejak beliau memulai dakwahnya di Makkah yang dikenal dengan misi Rahmatan lil Alamin.
Sebenarnya banyak sekali umat Islam dewasa ini yang siap menerima apapun yang sesuai dengan ajaran Islam, tetapi semua ini cepat berubah manakala muncul konflik antara Islam dan kekafiran. Kelemahan ini bahkan terdapat di kalangan orang-orang yang menyatakan diri sebagai pembela-pembela Islam. Mereka meneriakkan puji-pujian terhadap Islam, melakukan aktivitas keislaman, membentuk jamaah zikir dengan puluhan ribu pengikutnya.
Namun, jika diseru supaya melaksanakan syari’at Islam dalam urusan pribadi, keluarga, Negara, relasi-relasi bisnis, lembaga pendidikan, dan di segala aspek kehidupan, mereka akan menjawab: “Negara kita bukan Negara Islam, lebih baik kita abaikan dulu untuk sementara waktu menunggu momentum yang tepat agar kita tidak dicurigai.”
Kapankah kondisi yang aman damai itu akan tiba, sehingga kebenaran dapat disampaikan dengan terus terang? Hingga hari kiamat sekalipun kondisi demikian tidak akan pernah datang, karena orang-orang kafir akan terus membuat makar untuk mendiskreditkan dakwah Islam. Ingatlah nasihat Khalifah Umar bin Khathab bahwa, “Kebenaranlah yang membuat kamu menjadi kuat, dan bukan kekuatan kamu yang membuat jayanya kebenaran.” Sedangkan Khalifah Utsman berpesan, “Kejayaan umat ini akan terpelihara selama Al Qur’an berdampingan dengan kekuatan. Bilamana kekuatan tanpa Qur’an akan menjadi anarkhis dan bilamana Qur’an tanpa kekuatan tidak bermakna bagi kehidupan.”
Kesan yang kini sangat dominan di kalangan kaum Muslimin, bahwa menegakkan kehidupan berbasis Islam seakan ancaman terhadap keselamatan dirinya. Ada juga di kalangan umat Islam yang salah faham terhadap ajaran Allah Rabbul Alamin. Bila Allah Swt memerintahkan suatu perbuatan tertentu, mereka menganggap akan merugikan dan menyusahkan hidupnya, sedang bila dilarang mengerjakan tindakan tertentu, justru melanggar larangan dianggap menguntungkan dirinya. Hal ini tercermin pada keengganan umat Islam untuk berterus terang dengan agamanya dan menerima stigmatisasi musuh-musuh Islam, seolah-olah Islam adalah agama yang telah kehilangan relevansi untuk terus dipertahankan di era globalisasi ini.
Dengan stigmatisasi seperti ini menjadi berat bagi tokoh-tokoh Islam, terutama para politisinya, untuk mengibarkan bendera syari’at Islam secara jujur dan terus terang. Kondisi demikian menciptakan hubungan yang tegang, saling mencurigai diantara komunitas Muslim sehingga muncul pengelompokan Islam moderat dan radikal, toleran versus ektrem, inklusif versus eksklusif, dan nasional versus transnasional.
Pemetaan seperti ini sengaja dibuat oleh musuh-musuh Islam, sehingga kekuatan Islam dipecah-pecah sesuai program mereka. Sehingga menjadi beban berat bagi umat Islam yang memiliki komitmen tinggi terhadap agamanya. Dampak negatifnya, muncullah perasaan tertindas, tertekan di kalangan Muslim; merasa teraniaya dan hidupnya menjadi sengsara. Mentalitas yang merasa sengsara karena Islam, merasa tertindih beban berat bila mengamalkan Al-Qur’an dikoreksi dan mendapat teguran keras dari Allah Swt:
“Kami tidak menurunkan Al Quran ini kepadamu agar kamu menjadi susah; tetapi sebagai peringatan bagi orangyang takut kepada Allah.”(Qs. Thaha, 20:2-3).
Al-Qur’anul Karim diturunkan bukan untuk menjadikan manusia hidup dalam tatanan yang membawa kesengsaraan, kemiskinan, penderitaan dan saling menindas. Tetapi untuk memberikan tatanan hidup yang dapat membangun kasih sayang, berbuat kebajikan, perdamaian, persaudaraan, dan saling menghormati martabat manusia satu dengan lainnya.
Ibarat kafilah di tengah padang sahara yang sedang kehabisan bekal perjalanan. Tidak cukup untuk meneruskan perjalanan dan tidak pula cukup digunakan buat kembali ke tempat asal. Di saat kebingungan dan rasa panik, datanglah seorang pengembara menawarkan pertolongan, mengajak mereka ke suatu taman nan hijau di tengahnya membentang kolam air yang jernih dan menyegarkan.  Di antara anggota kafilah itu ada yang belum puas dan ingin di ajak ke tempat yang lebih nyaman, tapi sebagian lain menyatakan, “kami puas dengan keadaan ini dan kami ingin tinggal menetap disini.”
Begitulah perumpamaan kehadiran Nabi Muhammad Saw dengan Al-Qur’an, pemberi petunjuk bagi kafilah manusia yang kebingungan di tengah sahara tandus, kehilangan kompas kehidupan, terlunta di tengah kegelapan akibat maksiat dan kemungkaran.
Mengawasi Juru Dakwah
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah...
Allahu Akbar, Allahu Akbar wa Lillahil Hamdu
Pada masa akhir-akhir ini, kondisi yang mencekam dan menakutkan menimpa kaum Muslimin, terutama ketika Islam dikait-kaitkan dengan terorisme. Munculnya gagasan aparat keamanan untuk mengawasi juru dakwah dengan dalih pemberantasan terorisme, mengundang kekhawatiran mendalam. Apalagi, dengan mudahnya mengidentifikasikan seseorang sebagai jaringan teroris, melalui atribut pakaian berjubah, bercadar bagi Muslimah, memanjangkan jenggot dan celana komprang.
Sesungguhnya juru dakwah merupakan urat nadi kehidupan sosial, bukan pengacau dan bukan pula penyebar teror. Adakalanya seorang juru dakwah tampil sebagai tabib di tengah-tengah masyarakat, atau menjadi pengamat sosial yang berinisiatif mengubah masyarakat yang bobrok, jorok atau bodoh menjadi masyarakat yang terhormat. Bahkan seorang juru dakwah bisa menjadi pendamping yang produktif bagi si kaya, dan sekaligus menjadi pendamping yang kreatif bagi si miskin.
Namun kini, umat Islam di berbagai belahan dunia justru mengalami terror dari musuh-musuh Islam, bahkan diteror di dalam hatinya sendiri. Ketika terdapat tokoh dan orang-orang tertentu yang tidak bersahabat dengan Islam, dan merusak citra Islam dengan mengatakan, bahwa salah satu ayat Qur’an dalam surat  Al Maidah ayat 44, 45, 47, tentang penguasa kafir, faseq dan zalim, merupakan pemicu terorisme.
Inilah teror terhadap umat Islam yang dilakukan oleh orang yang mengaku beragama Islam. Padahal sepanjang sejarahnya, Islam tidak ada kaitannya dengan terorisme. Memang Islam memerintahkan jihad fisabilillah, dan jihad jelas bukan terorisme. Maka, dalam kaitan ini kita perlu menyampaikan himbauan Islam kepada para penguasa agar tidak membiarkan aparat keamanan untuk mencari-cari kesalahan rakyat apalagi mengintimidasi mereka.
Rasulullah Saw bersabda:
عَنْ أَبِي أُمَامَةَ عَنِ النَّبِيِّ قَالَ : إِنَّ الأَمِيْرَ إِذَا ابْتَغَىْ الرِّيْبَةَ فِي النَّاسِ أَفْسَدَهُمْ [رواه أبوداود]
“Dari Abu Umamah, Nabi Saw bersabda: “Sesungguhnya apabila penguasa mencari-cari hal yang mencurigakan dari rakyatnya, maka dia akan menghancurkan rakyatnya.”
Bila rakyat terus menerus dimata-matai intelijen, dengan dalih pemberantasan terorisme, rakyat jadi kehilangan inisiatif untuk berprestasi. Dari fakta sejarah kita ketahui bahwa akar terorisme sebenarnya adalah kezaliman dan ketidakadilan penguasa. Inilah yang dengan kasat mata kita saksikan, bahwa kejahatan yang dilakukan oleh Amerika dan sekutunya di Negara-negara Muslim seperti Iraq, Afghanistan, Pakistan, dan negeri-negeri lain termasuk Indonesia.
Kenyataan ini mengingatkan kita ke zaman Fir’aun, 2500 tahun SM,  yang sezaman dengan Nabi Musa As. Ketika itu terjadi kezaliman dan berbagai bentuk ketidak adilan yang dilakukan oleh Fir’aun terhadap bani Israel. Rakyat diintimidasi dan diprovokasi seperti termatub dalam firman Allah Swt :
“Dan ingatlah ketika Kami selamatkan kamu dan Fir’aun dan pengikut-pengikutnya; mereka menimpakan kepadamu sikasaan yang seberat-beratnya, mereka menyembelih anak-anakmu yang laki-laki dan membiarkan hidup anak-anakmu yang perempuan. Dan pada yang demikian itu terdapat cobaan-cobaan yang besar dari Rabmu.” (Qs. Al Baqarah, 2:49).
Rezim fir’aun menyembelih anak-anak, menelantarkan kaum wanita dan mematai-matai gerak gerik setiap orang dari bani Israel karena distigmatisasai sebagai ancaman terhadap Negara. Akibat dari sikap paranoid Fir’aun dan rezimnya, maka kaum ibu bani Israel takut melahirkan bayi laki-laki, sebab hal ini berarti menjadi alasan penguasa untuk membunuh bayinya dan sekaligus memenjarakan ibunya.
Jika hendak mmemberantas terorisme, maka hentikan kezaliman dan hentikan kerjasama dengan penguasa jahat, baik di barat maupun di timur. Pemerintah hendaknya menjauhkan diri dari kezaliman dalam kebijakannya, terutama sekali berkaitan dengan pengelolaan alam untuk tidak diserahkan pada orang asing. Pemerintah jangan memosisikan diri sebagai elite penguasa yang memandang Indonesia sebagai pasar kapitalis global, sehingga rakyat tetap terpuruk dalam perjuangan mencapai kesejahteraan. Harus ada keberanian menghadapi tekanan asing yang menginginkan kekuatan Islam di Indonesia menjadi lumpuh seperti yang dilakukan kaum salibis di Spanyol lima abad yang lalu.
Rasulullah Saw menasihati para penguasa agar berbuat adil dan menjauhi kezaliman, dalam sabdanya:
قَالَ رَسُوْلُ اللهِ : اتَّقُوا الظُّلْمَ فَإِنَّ الظُّلْمَ ظُلُمَاتٌ يَوْمَ الْقِيَامَةِ [رواه مسلم]
Rasulullah Saw bersabda: “Jauhilah kedzaliman, karena sesungguhnya kedzaliman membuahkan kegelapan pada hari kiamat.”
Kezaliman akan semakin merajalela bila rakyat tidak berani mencegahnya. Maka bila ada ulama yang berani mencegah kezaliman penguasa, rakyat harus bersyukur dan membelanya karena dia telah berusaha mencegah malapetaka dan murka Allah.
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah...
Allahu Akbar, Allahu Akbar walillhil Hamdu
Kaum Muslimin bangsa Indonesia supaya menyadari posisi dirinya sebagai pemilik sah negeri ini. Karena hanya umat Islam satu-satunya yang paling konsistensi mempertahankan NKRI. Sedang umat lain, justru menuntut keluar dari Indonesia seperti yang dilakukan oleh pengikut Kristen di Papua dan kelompok RMS di Maluku.
Para tokoh Islam baik di organisasi politik maupun massa tidak menjadi bagian dari agenda musuh Islkam untuk mengerdilkan peran umat Islam di Indonesia, seperti yang dilakukan oleh JIL, Islam oderat yang mengajak umat Islam untuk menukar aqidahnya dengan pluralisme atau tata dunia baru yang berbaris pada doktrin zionisme dan HAM. Karena sikap-sikap ambivalen hanya akan melahirkan orang Islam yang sekadar puas menjalankan ibadah, tetapi mengabaikan ajaran Islam sebagai jalan kehidupan.
Para ulama jangan pernah memosisikan diri sebagai terompet jahat musuh Islam, dengana menolak berlakunya syariat Islam di lembaga Negara. Merekalah yang seharusnya memimpin rakyat agar berani meluruskan apa yang bengkok dari penguasa, berani berkata benar secara terus terang. Rasulullah Saw bersabda:
عَنْ مُعَاوِيَةَ بْن أَبِيْ سُفْيَان ، عَنِ النَّبِيِّ قال : يَكُوْنُ أُمَرَاءَ يَقُوْلُوْنَ وَلاَ يُرَدُّ عَلَيْهِمْ ، يَتَهَافَتُوْنَ فِي النَّارِ يَتْبَعُ بَعْضُهُمْ بَعْضاً [رواه الطبراني]
“Dari Mu’awiyah bin Abu sufyan, dari Nabi Saw bersabda: “Akan muncul para penguasa yang berkata sesuka mereka dan tidak ada yang membantahnya. Mereka akan berjatuhan masuk neraka beriringan satu demi satu.”
DO’A
Ma’asyiral Muslim Rahimakumullah...
Allahu Akbar, Allahu Akbar walillahil Hamdu
Mengakhiri khutbah ini, merilah kita berdo’a, dengan meluruskan niat, membersihkan hati dan menjernihkan fikiran. Semoga Allah memperkenankan do’a hamba-Nya yang ikhlas.
اَللَّهُمَّ اقْسِمْ لَنَا مِنْ خَشْيَتِكَ مَاتَحُوْلُ بِهِ بَيْنَتَا وَبَيْنَ مَعْصِيَتِكَ وَمِنْ طَاعَتِكَ مَاتُبَلِّغُنَا بِهِ جَنَّتَكَ وَمِنَ الْيَقِيْنِ مَا تُهَوِّنُ بِهِ عَلَيْنَا مَصَآئِبَ الدُّنْياَ  اَللَّهُمَّ مَتِّعْنَابِأَسْمَاعِنَا وَأَبْصَارِنَا وَقُوَّتِنَا مَاأَحْيَيْتَنَا وَاجْعَلْهُ الْوَارِثَ مِنَّا وَاجْعَلْ ثَأْرَنَا عَلَى مَنْ ظََلَمَنَا وَانْصُرْنَا عَلَى مَنْ عَادَانَا وَلاَتَجْعَلْ مُصِيْبَتَنَا فِى دِيْنِنَا وَلاَتَجْعَلِ الدُّنْياَ أَكْبَرَ هَمِّنَا وَمَبْلَغَ عِلْمِنَا وَلاَتُسَلِّطْ عَلَيْنَا مَنْ لاَ يَرْحَمُنَا. اَللَّهُمَّ الْعَنِ الْكَفَرَةَ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَالْمُشْرِكِيْنَ الَّذِيْنَ يَصُدُّوْنَ عَنْ سَبِيْلِكَ وَيُكَذِّبُوْنَ رُسُلَكَ وَيُقَاتِلُوْنَ اَوْلِيَآءَكَ. اَللَّهُمَّ اَلِّفْ بَيْنَ قُلُوْبِنَا وَاَصْلِحْ ذَاتَ بَيْنِنَا وَاهْدِنَا سُبُلَ السَّلاَمِ وَنَجِّنَا مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّوْرِ وَبَارِكْ لَنَا فِى أَسْمَاعِنَا وَاَبْصَارِنَا وَقُلُوْبِنَا وَأَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا وَتُبْ عَلَيْنَا إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّبُ الرَّحِيْمِ . وَصَلَّى اللهُ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ اَجْمَعِيْنَ. وَالْحَمْدُ للهِ رَبِّ العَالَمِيْنَ.
Ya Allah, ya Rab kami, bagi-bagikanlah kepada kami demi takut kepada-Mu apa yang dapat kiranya menghalang antara kami dan ma'siat kepada-Mu; dan (bagi-bagikan juga kepada kami) demi taat kepada-Mu apa yang sekiranya dapat menyampaikan kami ke sorga-Mu; dan (bagi-bagikan juga kepada kami) demi taat kepada-Mu dan demi suatu keyakinan yang kiranya meringankan beban musibah dunia kami.
Ya Allah, ya Rab kami, senangkanlah pendengaran-pendengaran kami, penglihatan –penglihatan kami dan kekuatan kami pada apa yang Engkau telah menghidupkan kami, dan jadikanlah ia sebagai warisan dari kami, dan jadikanlah pembelaan kami (memukul) orang-orang yang menzhalimi kami serta bantulah kami dari menghadapi orang-orang yang memusuhi kami; dan jangan kiranya Engkau jadikan musibah kami mengenai agama kami, jangan pula Engkau jadikan dunia ini sebagai cita-cita kami yang paling besar, tidak juga sebagai tujuan akhir dari ilmu pengetahuan kami; dan janganlah Engkau kuasakan atas kami orang-orang yang tidak menaruh sayang kepada kami (HR. Tirmidzi dan ia berkata hadist ini hasan.)
Ya Allah, laknatilah orang-orang kafir ahli kitab dan orang-orang musyrik yang menghalang-haalangi jalan-Mu, mendustakan Rasul-rasul-Mu, dan membunuh kekasih-kekasih-Mu
Ya Allah, persatukanlah hati-hati kami dan perbaikilah keadaan kami dan tunjukilah kami jalan-jalan keselamatan serta entaskanlah kami dari kegelapan menuju cahaya yang terang. Dan jauhkanlah kami dari kejahatan yang tampak maupun tersembunyi dan berkatilah pendengaran-pendengaran kami, penglihatan-penglihatan kami, hati-hati kami dan isteri-isteri serta anak keturunan kami, dan ampunilah kami sesungguhnya Engkaulah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Shalawat atas Nabi Muhammad SAW dan ahli keluarga serta sahabat-sahabat beliau semuanya. Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam.

osama


Al-Shabaab Nyatakan Loyalitasnya Terhadap Syeikh Usamah


MOGADISHU (Arrahmah.com) - Mujahidin Somalia, Shabaab al-Mujahidin, telah mempublikasikan bahwa mereka menyatakan loyalitasnya kepada pemimpin Al-Qaeda, Syeikh Usamah bin Ladin dalam sebuah video dokumenter yang baru-baru ini dirilis.
Pejabat Al-Shabaab di Mogadishu mengonfirmasikan keaslian video yang berdurasi kurang lebih 48 menit tersebut yang dirilis untuk menyambut Hari Raya Idul Fitri dan mengakhiri bulan suci Ramadhan.

Dengan judul "Labaik ya Osama", video tersebut telah beredar disejumlah situs-situs Islam dan forum-forum jihadi.  Al-Shabaab mempersembahkan video ini untuk para "singa Tauhid" dan ummat Muslim dimanapun berada.

Al-Shabaab mendistribusikan video tersebut ke beberapa wilayah tetangga selain Mogadishu, seperti Suqaholaha, dimana diadakan acara nonton bersama dalam rangka merayakan Hari Raya Idul Fitri.

Terdapat dua bahasa dalam video tersebut, yakni Inggris dan Arab, dipersembahkan untuk mujahidin di Palestina, Timur Tengah, Semenanjung Arab, juga Afghanistan dan Pakistan.

"Kami menunggu petunjukmu untuk meningkatkan strategi dalam berjihad," ujar salah satu petinggi Al-Shabaab, Ahmad Abdi Godane (Abu Zubayr) dalam video tersebut yang ditujukan untuk Syeikh Usamah bin Ladin. (haninmazaya/prtv/arrahmah.com)

Jauhi Ulama Penguasa


Berikut adalah beberapa riwayat yang seharusnya membantu menyadarkan umat akan adanya perbedaan antara ulama yang benar dan palsu. Kebanyakan dari ulama yang benar pada hari ini, tidak lain berada di dalam tahanan atau di barisan depan pada medan pertempuran.
‘Abdullah Ibnu ‘Abbas berkata bahwa Rasulullah SAW. bersabda:
“Akan ada penguasa yang kamu kenal dari mereka yang baik dan jahat. Siapa saja yang menentangnya akan selamat. Siapa saja yang berlepas dir darinya akan selamat. Dan siapa saja yang bersama dengan mereka akan binasa.”
(Dikoleksi oleh Ibnu Abi Syaibah dan At-Tabarani; Al-Al Bany dalam “Shahih Al-Jaami’”, Hadits No. 3661)
Abul A’war As-Sulami berkata bahwa Rasulullah SAW. bersabda,
Hati-hati terhadap pintu-pintu penguasa; di sana ada kesukaran dan kehinaan.”
(Dikoleksi Oleh Ad-Dailamii dan At-Tabaraani; Al-Al Bany “As-Silsilah As-Shahiihah, Hadits 1253)

Abu Hurairah berkata bahwa Rasulullah SAW. bersabda,
“Siapa saja yang mendekati pintu-pintu penguasa akan menderita. Siapa dari seorang hamba yang semakin mendekati penguasa, dia hanya memperbesar jarak dari Allah.”
(Dikoleksi oleh Ahmad; Al-Al Bany dalam “Sahiih at-Targhiib wat-Tarhiib”, hadits no. 2241)
Jaabir Ibnu ‘Abdillah berkata bahwa Rasulullah SAW. bersabda, kepada Ka’ab Ibnu Ujrah,
“Wahai Ka’ab Ibnu Ujrah, Aku mencari lindungan Allah untukmu dari kepemimpinan orang bodoh. Akan ada penguasa, siapa saja yang datang kepada mereka kemudian membantu mereka dalam kezaliman dan membenarkan kebohongan mereka, maka dia bukan dari golonganku dan aku bukan dari golongannya, dan tidak membantu mereka dalam kezaliman mereka, tidak juga membenarkan kebohongan mereka, maka dia dari golonganku dan aku dari golongannya, dia akan diizinkan menuju ke Haud (Telaga Rosulullah saw. di surga).”
(Dikoleksi oleh Ahmad, Al-Bazzar, Ibnu Hibban; Al-Al Bany dalam “Shahih At-Targhib wat Tarhib”, Hadits No 2243)
Selain itu, ada berbagai riwayat dari perkataan Shahabat, yang dalam hal ini As-Suyuti telah mengumpulkan dari ‘Ali Abi Thalib, Ibnu Mas’ud, Hudzaifah Ibnu Al-Yaman, dan Abi Dzar, riwayat yang memperingatkan mendekati penguasa atau pintu-pitu penguasa. Lihatlah “Maa Rawahul Asaatiin Fii ‘Adam Al Majii’ Ilas Salaatin”.

Ada begitu banyak dengan pengertian yang sama, berikut beberapa contoh:
Ibnu Mas’ud berkata,
“Siapa saja yang menginginkan kemuliaan diennya, maka dia seharusnya tidak datang kepada penguasa.”
(dikoleksi oleh Ad-Daarimi)
Ibnu Mas’ud juga berkata,
“Seorang pria datang kepada penguasa, membawa diennya dengannya, maka pergi tanpa membawa apapun.”
(Dikoleksi oleh Al-Bukhari dalam “Taarikh”nya dan Ibnu Sa’ad dalam “At-Tabaqaat”).
Hudzaifah Ibnu Al-Yaman berkata,
“Sungguh! Seharusnya tidak ada diantara kalian yang jalan walaupun satu hasta ke arah penguasa.”
(Dikoleksi oleh Ibnu Abii Syaibah)
Dia mengumpukan dari ulama setelah Salaf, riwayat yang sama dari Sufyan At-Tsauri, Sa’id Ibnu Al-Musayyib, Hammad Ibnu Salamah, Al-Hasan Al-Basri, Ibnu Al-Mubarak, Abi Haazim, Al-Awzaa’i dan Al-Fudhail Ibnu Al ‘Iyaad.
Disini adalah beberapa contoh dari Ulama Salaf:
Sufyan At-Tsauri berkata,
“Jangan pergi, walaupun jika mereka memintamu untuk mengunjungi mereka hanya untuk membacakan ‘qul huwallaahu ahad’.”
(Dikoleksi oleh Al-Baihaqi)
Maalik Ibnu Anas berkata,
“Aku bertemu lebih dari 10 dan beberapa Taabi’in, semua dari mereka berkata, jangan pergi kepada mereka, jangan menegur mereka, yang berat ke penguasa.”
(Dikoleksi oleh Al-Khatib Al-Baghdaadi dalam “Ruwah Maalik”).
Sufyan At-Tsauri berkata,
“Memandang penguasa adalah sebuah dosa.”
(Dikoleksi oleh Abi Ali Al Aamudi dalam “Ta’liiq”nya)
Bisyr Al-Haafi berkata,
“Betapa menjijikkan apakah itu permohonan untuk melihat seorang ulama, tetapi kemudian untuk mendapatkan jawaban bahwa dia berada di pintu penguasa.”
(Dikoleksi oleh Al-Baihaqi dalam “Syu’ab Al-Imaan”)
Hal yang masih tersisa adalah masalah bahwa: bukankah berbicara kebenaran di depan penguasa tiran adalah jihad yang paling besar? Jawabnya adalah : ya, tetapi riwayat yang lain menyebutkan mengapa itu adalah jihad yang paling besar dan syahid (bagi pelakunya), karena setelah dia menyerukan kebaikan dan mencegah kemunkaran, penguasa membunuhnya. Ini benar-benar nyata berbicara tentang kebenaran, tidak mengikuti hawa nafsu dan mengunjungi penguasa secara harian sampai ulama tersebut kemudian menjadi penasehat pribadinya.
Orang-orang Salaf takut bahwa kebanyakan orang-orang begitu lemah untuk berdiri tegak di depan penguasa, tetapi malah akan terpengaruh oleh kekuasaannya dan kekayaan, dengan demikian menjustifikasi dan mengkompromikan dien dengan penguasa, dimana persis dengan apa yang kita lihat di hari ini pada “ulama” kita. Betapa bijaknya orang-orang Salaf dan betapa bodohnya (sebahagian besar) Khalaf (ulama masa kini).
Wallahu’alam bis showab!
source: almuhajirun.net