Wasiat Terbaru Ustadz Abu Bakar Ba'asyir untuk Para Mujahid

26.2.10

bolehkah memberi gelar as syahid?

Alhamdulillah washolaatu wassalamu ‘alaa Rasulillah wa ‘alaa aalihi washohbihi waman waalahu waba’du :
Ikhwati fillah, menentukan apakah seorang termasuk ahli surga ataupun ahli neraka merupakan perkara ghoib yang hanya diketahui oleh Allah Ta’alaa saja. Tidak boleh kita menyatakan dengan pasti bahwa seorang termasuk ahli surga kecuali yang telah ditetapkan wahyu. Begitu juga dengan gelar Asy-syahid, kita hendaklah tidak terburu-buru mengatakan bahwa seseorang yang barangkali secara dhohirnya telah berjuang untuk meninggikan kalimat Allah dengan gelar Asy syahid, karena hal itu berarti kita telah menghukumiya termasuk ahli surga.
Dalam hal ini Imam Bukhari rahimahullah mengkhususkan dalam Shahihnya satu bab yang berjudul : (( Bab tidak dikatakan Fulan Syahid )) berdasarkan riwayat dari Abu Hurairah radhiallahu anhu dari Nabi shallawahu alaihi wasallam : Allah Yang Paling Tahu siapa yang berjihad di jalanNya dan Allah Yang Paling Tahu siapa yang telah terluka dijalanNya ).

Ibnu Hajar dalam menerangkan hadits ini mengatakan : tidak boleh mengatakan demikian secara pasti kecuali dengan wahyu sepertinya beliau (Imam Bukhari) mengisyaratkan kepada hadits Umar radhiallahu anhu bahwa beliau berkhutbah dan mengatakan : (kalian mengatakan dalam peperangan kalian fulan syahid atau fulan mati dalam keadaan syahid, barangkali dia telah membebani kendaraannya, ketahuilah janganlah kalian mengatakan demikian tetapi katakanlah sebagaimana dikatakan Rasulullah shallawahu ‘alaihi wasallam : [barangsiapa yang mati dijalan Allah atau terbunuh maka dia syahid ]) Hadits Hasan riwayat Imam Ahmad.

Dan hadits ini ada peguatnya dalam hadits marfu’ yang dikeluarkan Abu Nu’aim dari jalannya Abdullah bin Shalath dari Abu Dzar radhiallahu anhu berkata : Rasulullah shallawahu ‘alaihi wasallam bersabda : (( siapakah yang kalian anggap syahid ? mereka berkata : mereka yang terkena sabetan senjata. Beliau berkata : berapa banyak orang terkena sabetan senjata namun tidak syahid ataupun terpuji, dan berapa banyak yang mati diatas kasurnya secara mendadak namun disisi Allah sebagai Shiddiq dan syahid )) dalam sanadnya perlu diteliti.

Maksudnya adalah larangan menyatakan secara ta’yin bahwa fulan syahid tetapi boleh menyatakan secara umum.

Begitu juga yang diriwayatkan Imam Bukhari dari haditsnya Sahl bin Sa’ad As Sa’idi radhiallahu anhu bahwa Rasulullah shallawahu ‘alaihi wasallam bertempur dengan kaum musyrikin lalu masing-masing telah kembali ke kampnya, dikalangan para sahabat Rasulullah ada seorang yang tidak pernah membiarkan seorangpun kecuali diikutinya dan ditebasnya dengan pedangnya maka dia berkata : hari ini tidak ada yang lebih merasa puas seperti fulan, maka Rasulullah shallawahu ‘alaihi wasallam pun bersabda : (adapun dia dari ahli neraka), maka berkatalah seorang saya yang menyertainya, dia keluar bersamanya setiap kali berhenti diapun berhenti, ketika dia berjalan cepat diapun ikut berjalan cepat. Dia berkata lalu orang tersebut terluka dengan sangat parah dan dia ingin cepat mati lalu meletakkan mata pedangnya diatas tanah dan lalu dia membunuh dirinya sendiri maka orang tersebut mendatangi Rasulullah shallawahu ‘alaihi wasallam dan berkata Aku bersaksi bahwa anda utusan Allah. Ada apa ini ? (maka dia menceritakan apa yang dilihatnya) lalu Rasulullah shallawahu ‘alaihi wasallam ketika itu bersabda : sesungguhnya seseorang benar-benar beramal dengan amalan ahli surge dimata manusia padahal termasuk ahli neraka, dan sungguh seseorang benar-benar beramal dengan amalan ahli neraka dimata manusia padahal dia termasuk ahli surga)).
( Fathul Bari juz 9/ 48-49 dengan beberapa editan)

Berdasarkan dalil-dalil diatas kita dilarang mengatakan ((Asy syahid fulan)) atau (( Fulan telah syahid)) dengan memastikan walaupun mungkin niat  kita untuk mendoakannya namun lafazh seperti itu yaitu dengan menggunakan ((alif lam)) dalam bahasa arab umumnya untuk sesuatu yang sudah pasti dan jelas. Hal ini seperti lafaz (( Al Marhum )) bagi yang meninggal yang menunjukkan kepastian rahmat Allah atasnya.

Jadi lebih baik dengan lafaz yang tidak pasti seperti : Mudah-mudahan termasuk syahid, atau dengan lafaz umum seperti : para syuhada Uhud, atau para syuhada Afghanistan, Irak, Checnya, Palestina dll. Atau untuk yang meninggal kita katakan fulan rahimahullah atau Allah yarham yang termasuk lafaz doa dalam bahasa Arab.Hal ini untuk lebih berhati- hati dalam masalah ini.

Adapun secara hukum dhahir atau dunia orang yang terbunuh dalam meninggikan kalimat Allah tetap kita perlakukan seperti syuhada, yaitu dengan tidak memandikannya dst.

Wallahu a’lam bishowab

Alhamdulillah washolaatu wassalamu ‘alaa Rasulillah wa ‘alaa aalihi washohbihi waman waalahu waba’du :
Ikhwati fillah, menentukan apakah seorang termasuk ahli surga ataupun ahli neraka merupakan perkara ghoib yang hanya diketahui oleh Allah Ta’alaa saja. Tidak boleh kita menyatakan dengan pasti bahwa seorang termasuk ahli surga kecuali yang telah ditetapkan wahyu. Begitu juga dengan gelar Asy-syahid, kita hendaklah tidak terburu-buru mengatakan bahwa seseorang yang barangkali secara dhohirnya telah berjuang untuk meninggikan kalimat Allah dengan gelar Asy syahid, karena hal itu berarti kita telah menghukumiya termasuk ahli surga.
Dalam hal ini Imam Bukhari rahimahullah mengkhususkan dalam Shahihnya satu bab yang berjudul : (( Bab tidak dikatakan Fulan Syahid )) berdasarkan riwayat dari Abu Hurairah radhiallahu anhu dari Nabi shallawahu alaihi wasallam : Allah Yang Paling Tahu siapa yang berjihad di jalanNya dan Allah Yang Paling Tahu siapa yang telah terluka dijalanNya ).

Ibnu Hajar dalam menerangkan hadits ini mengatakan : tidak boleh mengatakan demikian secara pasti kecuali dengan wahyu sepertinya beliau (Imam Bukhari) mengisyaratkan kepada hadits Umar radhiallahu anhu bahwa beliau berkhutbah dan mengatakan : (kalian mengatakan dalam peperangan kalian fulan syahid atau fulan mati dalam keadaan syahid, barangkali dia telah membebani kendaraannya, ketahuilah janganlah kalian mengatakan demikian tetapi katakanlah sebagaimana dikatakan Rasulullah shallawahu ‘alaihi wasallam : [barangsiapa yang mati dijalan Allah atau terbunuh maka dia syahid ]) Hadits Hasan riwayat Imam Ahmad.

Dan hadits ini ada peguatnya dalam hadits marfu’ yang dikeluarkan Abu Nu’aim dari jalannya Abdullah bin Shalath dari Abu Dzar radhiallahu anhu berkata : Rasulullah shallawahu ‘alaihi wasallam bersabda : (( siapakah yang kalian anggap syahid ? mereka berkata : mereka yang terkena sabetan senjata. Beliau berkata : berapa banyak orang terkena sabetan senjata namun tidak syahid ataupun terpuji, dan berapa banyak yang mati diatas kasurnya secara mendadak namun disisi Allah sebagai Shiddiq dan syahid )) dalam sanadnya perlu diteliti.

Maksudnya adalah larangan menyatakan secara ta’yin bahwa fulan syahid tetapi boleh menyatakan secara umum.

Begitu juga yang diriwayatkan Imam Bukhari dari haditsnya Sahl bin Sa’ad As Sa’idi radhiallahu anhu bahwa Rasulullah shallawahu ‘alaihi wasallam bertempur dengan kaum musyrikin lalu masing-masing telah kembali ke kampnya, dikalangan para sahabat Rasulullah ada seorang yang tidak pernah membiarkan seorangpun kecuali diikutinya dan ditebasnya dengan pedangnya maka dia berkata : hari ini tidak ada yang lebih merasa puas seperti fulan, maka Rasulullah shallawahu ‘alaihi wasallam pun bersabda : (adapun dia dari ahli neraka), maka berkatalah seorang saya yang menyertainya, dia keluar bersamanya setiap kali berhenti diapun berhenti, ketika dia berjalan cepat diapun ikut berjalan cepat. Dia berkata lalu orang tersebut terluka dengan sangat parah dan dia ingin cepat mati lalu meletakkan mata pedangnya diatas tanah dan lalu dia membunuh dirinya sendiri maka orang tersebut mendatangi Rasulullah shallawahu ‘alaihi wasallam dan berkata Aku bersaksi bahwa anda utusan Allah. Ada apa ini ? (maka dia menceritakan apa yang dilihatnya) lalu Rasulullah shallawahu ‘alaihi wasallam ketika itu bersabda : sesungguhnya seseorang benar-benar beramal dengan amalan ahli surge dimata manusia padahal termasuk ahli neraka, dan sungguh seseorang benar-benar beramal dengan amalan ahli neraka dimata manusia padahal dia termasuk ahli surga)).
( Fathul Bari juz 9/ 48-49 dengan beberapa editan)

Berdasarkan dalil-dalil diatas kita dilarang mengatakan ((Asy syahid fulan)) atau (( Fulan telah syahid)) dengan memastikan walaupun mungkin niat  kita untuk mendoakannya namun lafazh seperti itu yaitu dengan menggunakan ((alif lam)) dalam bahasa arab umumnya untuk sesuatu yang sudah pasti dan jelas. Hal ini seperti lafaz (( Al Marhum )) bagi yang meninggal yang menunjukkan kepastian rahmat Allah atasnya.

Jadi lebih baik dengan lafaz yang tidak pasti seperti : Mudah-mudahan termasuk syahid, atau dengan lafaz umum seperti : para syuhada Uhud, atau para syuhada Afghanistan, Irak, Checnya, Palestina dll. Atau untuk yang meninggal kita katakan fulan rahimahullah atau Allah yarham yang termasuk lafaz doa dalam bahasa Arab.Hal ini untuk lebih berhati- hati dalam masalah ini.

Adapun secara hukum dhahir atau dunia orang yang terbunuh dalam meninggikan kalimat Allah tetap kita perlakukan seperti syuhada, yaitu dengan tidak memandikannya dst.

Wallahu a’lam bishowab

Karena Jihad Media, Mereka Terus-menerus Berurusan dengan Hukum Thagut


Malika El aroud (49), seorang Muslimah berkebangsaan Moroko yang tinggal di Belgia.  Ia merupakan janda Abdessatar Dahmane, rahimalullah, yang membunuh Ahmed Shah Massoud pada 9 September 2001 silam atas perintah Syaikh Usamah hafidzahullah.
Setelah menjadi janda, Malikah kembali menikah dengan Moez Garsallaoui (43) yang selalu berhadapan dengan hukum thagut buatan manusia, namun ia tak pernah menyerah.  Mereka hidup di antara Pakistan dan Afghanistan, dalam lingkungan kamp pelatihan Al-Qaeda.

El aroud, Garsallaoui dan beyayo, ketiganya ditahan atas dakwaan menjadi pemimpin organisasi "teroris".  Beyayo ditahan karena menjadi salah seorang yang dilatih di kamp pelatihan Al-Qaeda.

Enam Muslim lainnya juga ditahan karena mereka merupakan anggota dari kelompok "teror".  El Aroud dan Beyayo (juga seorang Muslimah) berada dalam penjara sejak September 2008.

Atas dasar apa mereka ditahan?


Berbagai tuduhan dialamatkan kepada sepasang suami-istri itu, Malika El Aroud dan suaminya Moez Garsallaoui ditahan atas tuduhan menjadi perekrut pemuda Muslim untuk masuk ke dalam kamp pelatihan Al-Qaeda di Pakistan dan Afghanistan.  Setelah mendapat cukup pelatihan, mereka kembali ke Eropa untuk melakukan serangan.

Keduanya tidak terbukti menjadi perencana atas serangan di Belgia, karena itu mereka tidak didakwa atas hal tersebut.

Investigator Belgia mengatakan Hicham Beyayo setelah berada di Afghanistan selama kurang lebih setahun, kembali ke tempat asalnya.  Intelijen AS mengatakan Beyayo siap melancarkan aksi bom "bunuh diri".  Namun Malika menolak tuduhan itu.

"Itu bukanlah peran kami untuk meledakkan bom, aku memiliki senjata lainnya.  Menulis, mengungkapkan seluruh opiniku.  Itulah jihadku.  Dengan kata-kata kalian dapat melakukan banyak hal.  Sebuah teks bisa menjadi seperti bom," ujar El Aroud.

Dan untuk bangsa Barat, khususnya AS, ia mengatakan, "Vietnam bukanlah apa-apa.  Untuk para tentara AS ynag berada di Afghanistan, mintalah kepada ibu dan istri kalian untuk menyiapkan peti jenazah untuk kalian."

Di tahun 2007 El Aroud dan suaminya dihukum karena aktif menjalankan sebuah website yang mendukung Al-Qaeda.  Garsallaoui ditahan selama 23 hari.   Di tahun yang sama pada Desember akhir, keduanya kembali ditahan bersama tiga belas orang lainnya dengan tuduhan berusaha membebaskan Nizar Trabelsi dari penjara dan akan melancarkan serangan di Brussel.  Dalam 24 jam, mereka dibebaskan karena tidak terbukti tuduhan yang dialamatkan kepada mereka.

Kini, persidangan akan kembali diigelar pada Maret atau April mendatang.  El Aroud, Garsalloui dan Beyayo terancam penjara 10 tahun dan enam orang lainnya 5 tahun karena mereka aktif menjalankan sebuah situs yang memberikan dukungan penuh kepada Al-Qaeda dan mujahidin di seluruh dunia. (haninmazaya/ansar/arrahmah.com)