Wasiat Terbaru Ustadz Abu Bakar Ba'asyir untuk Para Mujahid

23.11.10

Jiwa Para Perindu Syahid

 

Bismillahirohmanirrohim……………..
Setiap manusia akan mati, dan sebaik-baik kematian ialah mati syahid. Dan syahid di medan jihad lebih utama dari macam-macam bentuk syahid di tempat yang lain. Tidak ada seorang yang benar imannya melainkan pasti dia merindukan mati syahid.
Berita syahid dalam Al Qur’an:
Allah I berfirman:
“Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup disisi Tuhannya dengan mendapat rezki. Mereka dalam keadaan gembira disebabkan karunia Allah yang diberikan-Nya kepada mereka, dan mereka bergirang hati terhadap orang-orang yang masih tinggal di belakang yang belum menyusul mereka, bahwa tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. Mereka bergirang hati dengan nikmat dan karunia yang yang besar dari Allah, dan bahwa Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang beriman.”[1]
Berita syahid dalam Sunnah:

Dari Jabir t ia berkata:
Ketika Abdullah bin ‘Amr bin Haram gugur dalam peperangan Uhud, Rasulullah bersabda kepada Jabir: Hai Jabir! Apakah kau ingin mendengar kabar tentang ayahmu? Bagaimana Allah memperlakukannya? Jabir menjawab: Ya, aku ingin mendengarnya. Rasulullah bersabda: Tidak sekali-kali Allah berfirman kepada seseorang kecuali hanya berbicara dari balik hijab. Tetapi Allah berbicara dengan ayahmu tanpa aling-aling. Allah mengatakan kepada ayahmu: Hai hamba-Ku, mintalah kepada-Ku, maka akan Aku kabulkan. Ayahmu menjawab: Wahai Rabbku, biarkanlah hamba hidup lagi, maka hamba akan berperang lagi untuk-Mu yang kedua kalinya. Allah mengatakan: Hal itu telah Aku tentukan, bahwa siapa saja yang telah mati takkan bisa hidup kembali di dunia. Kemudian ayahmu memohon lagi: Wahai Rabbku, beritahukan orang-orang yang sesudahku nanti. Setelah itu Allah menurunkan ayat – QS Ali ‘Imran, 3: 169.[2]
Dari Abu Hurairah ia berkata, Rasulullah n bersabda:

Rasulullah bertanya (kepada pada sahabat): “Siapa yang kalian anggap syuhada’ di antara kalian? Mereka menjawab: Siapa yang terbunuh di jalan Allah, maka dialah syahid. Berujarlah beliau: Jika demikian, tentu orang-orang yang mati syahid dari ummatkusangat sedikit? Merekapun bertanya: Jadi, siapa ya Rasulullah? Beliau berkata: Barangsiapa yang terbunuh di jalan Allah, maka dia syahid; dan barangsiapa yang mati terkena wabah penyakit, maka dia syahid; dan barangsiapa yang mati karena sakit perut maka dia syahid. Berkata Ibnu Miqsam: Aku bersaksiatas bapakmu –yakni Abu Shalih- bahwasanya dia berkata: Dan orang yang mati tenggelam adalah syahid.”[3]
Rasulullah n bersabda:
“Barangsiapa yang terbunuh karena membela hartanya, maka dia syahid; dan barangsiapa yang terbunuh karena membela darahnya, maka dia syahid; barangsiapa yang terbunuh karena membela Diennya, maka dia syahid; dan barangsiapa yang terbunuh karena keluarganya, maka dia syahid.”[4]

“Barangsiapa yang keluar di jalan Allah (berjihad) lalu mati, atau terbunuh, maka ia syahid; atau dilemparkan kuda atau untanyahingga mati, atau disengat binatang berbisa, atau mati di atas tempat tidurnya dengan cara kematian apapun yang dikehendaki Allah, maka sesungguhnya dia syahid, dan dia akan memperoleh surga.”[5]

“Barangsiapa yang memohon syahadah (kematian syahid) kepada Allah dengan benar/jujur, maka Allah akan mengantarkannaya kepada kedudukan syuhada’, meski dia tidur di atas tempat tidurnya.”[6]
Macam-macam mati syahid
Orang-orang yang mati syahid banyak kategorinya, ada yang syahid akhirat, syahid dunia dan syahid dunia akhirat. Orang yang syahid akhirat banyak contohnya seperti: orang yang mati sebagai ahli ilmu, atau sewaktu menuntut ilmu, atau ketika tengah melakukan ribath (berjaga di medan jihad), atau ketika berhaji, atau karena sakit panas, atau karena keruntuhan, atau terbunuh dalam keadaan teraniaya, dll.
Bersabda Rasulullah n:
“Amma ba’du … kematian yang paling mulia/terhormat adalah terbunuh sebagai syuhada’…”[7]
Para fuqoha’ membagi syahid menjadi tiga macam, secara terperinci dalam madzhab-madzhab … namun secara umum adalah sebagai berikut:
a)    Syahid dunia dan akhirat: yakni orang yang terbunuh dengan sebab memerangi orang-orang kafir, meninggikan kalimat Allah tanpa disertai kenifakan, riya’, ataupun ghulul dari harta ghanimah… inilah dia syahid yang sempurna, dan merupakan bentuk syahadah yang paling utama, dan orangnya mendapatkan pahala yang paling besar.
b)    Syahid dunia saja: yakni orang yang berperang (dan terbunuh) karena mencari ghanimah, atau karena riya’, atau karena kenifakan.. yang seperti ini tidak mendapatkan pahala, namun tetap diperlakukan atasnya hukum-hukum yang lahir. Kedua golongan syuhada’ ini diberlakukan atas mereka hukum-hukum orang yang syahid:
  • Menurut golongan Hanafi: Tidak dimandikan, tidak dikafani, dan dishalatkan jenazahnya.
  • Menurut golongan Hanbali: Tidak dimandikan, tidak dikafani, dan tidak dishalatkan jenazahnya.
  • Menurut golongan Maliki: Tidak dimandikan, tidak dikafani, dan tidak dishalatkan jenazahnya.
  • Menurut golongan Syafi’ie: Tidak dimandikan, tidak dikafani, dan tidak dishalatkan jenazahnya.
c)    Syahid akhirat saja: yakni orang yang mati karena keruntuhan sesuatu, atau karena tenggelam, atau karena ha semisalnya sebagaimana telah dinyatakan dalam hadits-hadits Nabi. Syahid yang seperti ini dimandikan, dikafani, dan dishalati jenazahnya; secara terperinci dalam madzhab-madzhab: Bagi yang ingin menelaahnya secara mendalam silahkan merujuk kepada kitab-kitab tersebut.[8]

Kemuliaan Mujahidin dan Syuhada’.[9]

  1. Bagi mereka seagung-agung pahala.
  2. Pahala amal mengalir terus.
  3. Mereka akan hidup terus, dan diberi rizki. (lihat QS Ali-‘Imran, 3: 169)
  4. Mereka terdinding dari neraka.
  5. Pahala amal mereka berlipat ganda.
  6. Mereka adalah tamu-tamu Allah dan terjamin pahalanya.
  7. Bagi mereka ampunan Allah dan do’a mereka mustajab.
  8. Mereka ingin syahid berulang kali karena kemuliaan mereka di sisi Alah.
  9. Mereka dihiasi dan dilindungi oleh para malaikat.
10.  Mati syahid, sakitnya seperti dicubit, tidak merasakan siksa kubur dan aman dari kegoncangan yang besar di hari kiamat dan mereka tahu tempatnya di Jannah.
11.  Mereka akan dikawinkan dengan 72 bidadari dan dapat memberi syafa’at 70 orang ahli keluarga.
12.  Mereka dibangkitkan dalam keadaan gagah perkasa, dengan luka-luka mereka masih baru dengan darah yang masih menetes.
13.  Jannah yang kekal abadi tempat kediaman mereka.
14.  Mereka adalah sebaik-baik manusia, Allah mencintai mereka dan tertawa kepada mereka.
15.  Roh mereka berada dalam tubuh-tubuh burung.
Dari Nu’ai  bin Hammar t berkata, bahwa seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah:
“Syuhada yang manakah paling utama?” “Orang yang bertemu musuh dalam barisan perang, mereka tidak memalingkan wajah-wajah mereka sehingga mereka terbunuh. Mereka akan berjalan di ruangan Jannah yang tertinggi, Allah tertawa melihat mereka dan apabila Allah tertawa kepada hamba-Nya di dunia, maka dia tak akan mengalami hisab.”[10]
Miqdam Ibnu Ma’dikariba berkata, bahwasanya Rasulullah n bersabda:
“Bagi orang yang syahid terdapat 6 hal yang akan diterimanya, yaitu: Pertama, Allah memberi ampunan ketika pertama kali bergerak dan akan melihat tempatnya di Jannah. Kedua, selamat dari siksa kubur. Ketiga, selamat dari goncangan hari kiamat. Keempat, akan diberikan kepadanya mahkota kebesaran yang terbuat dari permata Yaqut sebagai tanda kehormatan yang jauh lebih mahal daripada dunia seisinya. Kelima, akan dikawinkan dengan 72 bidadari bermata jeli. Dan keenam, dapat memberi syafa’at kepada 70 keluarganya.”[11]
Itulah diantara keistimewaan para syuhada’ dan mujahidin yang berjihad di jalan Allah. Bagi yang ingin memperdalam pemahamannya tentang perkara ini silahkan dia membaca kitab-kitab yang menguraikan masalah ini seperti Kitabul Jihad, Imam Ibnul Mubarak, al Jihaad Sabiiluna, Syaikh Abdul Baqie Ramdhun, Rajulun Shalih: Abu Muhammad Jibril, dll.

[1].     QS Ali ‘Imran, 3: 169-171. [2].     HR Ibnu Majah – no: 2790.
[3].     HR Muslim, no – 3539.
[4].     HR Ahmad – no: 1565, Abu Dawud – no: 4142, at Tirmidzi – no: 1341, an Nasa’ie – no: 4027…
[5].     HR Abu Dawud – no: 2138.
[6].     HR Muslim – no: 3532, Abu Dawud – no: 1299, at Tirmidzi – no: 1577, an Nasa’ie – no: 2111…
[7].     HR Bukhari dan yang lain – shahih –
[8].     Kitabil Fiqh ‘ala al Madzaahib al Arba’ah oleh al Jaza’iri, juz 1, dinukil secara bebas. Lihat Kitab al Jihaad Sabiiluna, hal 198-200.
[9].     Dinukil bebas dari Karakteristik Lelaki Shalih, hal. 181-197. cet. Oktober 2005
[10].   HR Ahmad – no: 21438.
[11].   HR Ahmad – no: 16553, 17115; Tirmidzi – no: 1586; Ibnu Majah – no: 2789.
Jazakallah khairal jazaa’…………………………………..^_^

22.11.10

Abu Tholut Tentang Fa’i Di Indonesia



JAKARTA (Arrahmah.com) - Sebuah email mengatas namakan Abu Tholut Al Jawiy masuk ke redaksi Arrahmah.com, Senin (15/11). Dalam email tersebut, Abu Tholut memberikan Tadzkiroh (nasehat) kepada Akhi Abdurrochim Ba'asyir dan yang sependapat dengannya tentang fa'i di Indonesia. Berikut isi lengkap email dari Abu Tholut Al Jawiy yang dikirimnya dari Bumi Hijrah pada bulan Zulqo'dah 1431 H. Wallahu'alam bis showab!
TADZKIROH UNTUK AKHI ABDURROCHIM BA'ASYIR DAN YANG SEPENDAPAT DENGANNYA TENTANG FA'I DI INDONESIA
الحمد لله الذي أنزل الكتاب والحكمة هدى للناس ورحمة ، وأنزل الحديد فيه بأس شديد ومنافع للناس ، ثم الصلاة والسلام على من أُمر بقتال الناس حتى لا تكون فتنة ويكون الدين كله لله ، اللهم صلي على المبعوث بين يدي الساعة بالحسام ، وعلى آله وصحبه المجاهدين الكرام .. أما بعد ..
Lebih kurang satu hari sesudah Chaerul Ghozali memberikan keterangan yang penuh dusta tentang JAT di TV One lalu dengan cepat akhi Abdurrohim Ba'asyir dan beberapa Ikhwan atas nama JAT mengeluarkan pernyataan pers sebagai bantahan.
Saya mendukung bantahan mereka terhadap tuduhan keterlibatan JAT di dalam aksi amaliyah jihadiyah di Medan dan sekitarnya baru-baru ini. Akan tetapi, di antara butir pernyataan pers tersebut terdapat kalimat yang menunjukkan prinsip (mabda) akhi Abdurrohim Ba'asyir dan ikhwannya tentang fa'i di Indonesia dengan lafadz shorih (jelas) menampakkan penyimpangan baik dari aspek hukum syar'i maupun kondisi obyektif waqi' adanya peperangan global antara umat Islam yang diwakili para Mujahidin dengan kekuatan yahudi plus  nashoro Internasional yang dikomandoi oleh Amerika Serikat.
Kalimat-kalimat yang dimaksud adalah sebagai berikut :
Butir no.4  : JAT memandang konsep Fa'i hanya berlaku di wilayah perang dan Indonesia bukanlah wilayah perang secara fisik. Indonesia adalah wilayah dakwah maka yang harus dilakukan adalah adu argumentasi/hujjah, perang nilai dan pemikiran.
Butir no.6c : Pemahaman orang yang keliru tentang aplikasi Fa'i yakni menghalalkan perampokan harta bukan dalam wilayah perang, siapapun yang menganut paham menyimpang ini, sama sekali bertolak belakang dengan pemahaman yang kami ajarkan dalam Jamaah Anshorut Tauhid.
Adanya penyimpangan yang dinyatakan oleh akhi Abdurrohim Ba'asyir dan ikhwannya tersebut dapat saya mengerti karena pernyataan pers mereka terkesan dikeluarkan dengan tergopoh-gopoh tanpa kajian ilmiah syar'iyyah terlebih dahulu. Dan ketergopohan menyebabkan kelalaian sehingga tadzkiroh ini ditulis dengan harapan sebagai pengingat bagi mereka sekaligus nasehat antar orang beriman.
I.APA YANG DINAMAKAN FAI
Fa'i adalah istilah syar'iy sehingga tidak boleh diartikan secara sembarangan dan seenaknya apalagi disesuaikan dengan kehendak diri manusia yang bersifat subyektif dan tidak bebas dari pengaruh hawa nafsu. Untuk memahaminya dengan benar, kita harus merujuk kepada sumber hukum syar'iy yakni kitabulloh dan sunnah Nabi SAW beserta penjelasan para ulama As Salafus Sholih Rohimahumulloh. Kata Fa'i terdapat di dalam Al Quran Surah Al Hasyr ayat 6 yang  sekaligus menjadi dalil syar'i yang menjelaskan definisi Fa'i secara syar'an.
وَمَا أَفَاءَ اللَّهُ عَلَى رَسُولِهِ مِنْهُمْ فَمَا أَوْجَفْتُمْ عَلَيْهِ مِنْ خَيْلٍ وَلَا رِكَابٍ وَلَكِنَّ اللَّهَ يُسَلِّطُ رُسُلَهُ عَلَى مَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
Artinya : Alloh Ta'ala berfirman : Dan harta rampasan fa'i dari mereka yang diberikan Alloh kepada Rosul-Nya, kalian tidak memerlukan kuda atau unta untuk mendapatkannya, tetapi Alloh memberikan kekuasaan kepada Rosul-RosulNya terhadap siapa yang Dia kehendaki. Dan Alloh Maha Kuasa atas segala sesuatu. Kemudian mari kita simak penjelasan para ulama berikut ini :
1.Ibnu Katsir Rohimahulloh berkata di dalam tafsirnya
فالفيء: فكلّ مال أخذ من الكفار بغيرقتال ولا إيجاف خيل ولا ركاب، كأموال بني النضير هذه
Artinya : Fa'i adalah seluruh harta yang diambil dari orang-orang kafir tanpa perang dan tanpa pengerahan kuda atau unta, seperti harta Bani Nadhir ini. Lalu beliau berkata,
أي: لم يقاتلوا الأعداء فيها بالمبارزة والمصاولة، بل نزل أولئك من الرعب الذي ألقى الله في قلوبهم
Artinya : yaitu mereka kaum muslimin) tidak memerangi musuh baik dengan perang tanding maupun serangan akan tetapi Alloh menghujamkan rasa takut ke dalam hati mereka (musuh).
2.Al Qurthubiy Rahimahulloh berkata di dalam tafsirnya :
ما رده الله تعالى عَلى رَسُولِهِ من أموال بني النضير
Artinya : yaitu apa yang Alloh Ta'ala kembalikan dari harta Bani Nadhir kepada rosulNya.
لم تقطعوا إليها شقة ولا لقيتم بها حربا ولا مشقة، وإنما كانت من المدينة على ميلين، قاله الفراء. فمشوا إليها مشيا ولم يركبوا خيلا ولا إبلا، إلا النبي صلى الله عليه وسلم
Lalu beliau rohimahulloh berkata : kalian tidak menempuh perjalanan serta tidak juga kepayahan, dan hanyalah itu terjadi ditempat yang berjarak 2 mil dari madinah, demikian kata Al Farra. maka mereka berjalan ke sana dan tidak menunggang kuda maupun unta kecuali Nabi SAW.  
3.Fiqh Hanafiy, dalam kitab Alfathul Qodir (Ibnul Humam) :
فيء وهو المال المأخوذ من الكفار بغير الكتال كالخراج والجزية
Fa'i adalah harta yang diambil dari orang-orang kafir tanpa peperangan seperti khuruj dan jizyah.
4.Fiqh Asy Syafi'i,  dalam kitab Al Minhaj (An Nawawiy Rahimahulloh) :
الْفَيْءِ  مَصْدَرُ فَاءَ يَفِيءُ إذَا رَجَعَ سُمِّيَ بِهِ الْمَالُ الْآتِي لِرُجُوعِهِ إلَيْنَا مِنْ اسْتِعْمَالِ الْمَصْدَرِ فِي اسْمِ الْفَاعِلِ ؛ لِأَنَّهُ رَاجِعٌ ، أَوْ الْمَفْعُولِ ؛ لِأَنَّهُ مَرْدُودٌ سُمِّيَ بِذَلِكَ ؛ لِأَنَّ اللَّهَ تَعَالَى خَلَقَ الدُّنْيَا وَمَا فِيهَا لِلْمُؤْمِنِينَ لِلِاسْتِعَانَةِ عَلَى طَاعَتِهِ فَمَنْ خَالَفَهُ فَقَدْ عَصَاهُ وَسَبِيلُهُ الرَّدُّ إلَى مَنْ يُطِيعُهُ... الْفَيْءِ مَالُ حَصَلَ مِنْ كُفَّارٍ بِلَا قِتَالٍ وَإِيجَافِ خَيْلٍ وَرِكَابٍ كَجِزْيَةٍ  وَعُشْرِ تِجَارَةٍ وَمَا جَلَوْا عَنْهُ خَوْفًا وَمَالُ مُرْتَدٍّ قُتِلَ ، أَوْ مَاتَ وَ مَالُ  ذِمِّيٍّ  مَاتَ بِلَا وَارِثٍ
Fa'i adalah masdar dari fa'a - yafi'u artinya kembali, dinamakan demikian karena dia adlah harta yang kembali kepada kita, bila ditinjau dari penggunaan masdar di dalam isim fa'il karena dia "yang kembali" atas ijin maf'ul karena dia "yang dikembalikan". Dinamakan demikian karena Alloh Ta'ala menciptakan dunia dan apa yang di dalamnya untuk orang-orang beriman sebagai alat bantu di dalam mentaatiNya. Maka barangsiapa menyelisihinya berarti dia maksiat kepada kepadaNya dan jalannya adalah pengembalian (dunia dan apa yang di dalamnya) kepada siapa yang mentaatiNya. Dan beliau, An Nawawiy Rahimahulloh) berkata : Al Fa'i adalah harta yang diperoleh dari orang-orang kafir tanpa peperangan dan pengerahan kuda maupun unta seperti jizyah, 1/10 perdagangan, dan apa yang mereka tinggalkan (terusir) karena takut, dan orang murtad yang terbunuh atau mati biasa, dan harta kafir dzimmi yag mati tanpa memiliki ahli waris.
5.Fiqh Hanbali dalam kitab Muntahal Irodat, kitab Al Jihad, Bab Al fa'i, disebutkan:
وَهُوَ مَا أُخِذَ مِنْ مَالِ كُفَّارٍ بِحَقٍّ بِلَا قِتَالٍ كَجِزْيَةٍ وَخَرَاجٍ وَعُشْرِ تِجَارَةٍ وَنِصْفِهِ وَمَا تُرِكَ فَزَعًا أَوْ عَنْ مَيِّتٍ وَلَا وَارِثَ لَهُ
Fa'i adalah apa yang diambil dari harta orang-orang kafir dengan benar tanpa perang seperti jizyah, Khuruj, 1/10 perdagangan atau setengahnya dan ada yang ditinggalkan karena takut atau meninggal dunia tanpa pewaris.
Dari keterangan-keterangan di atas, jelas bahwa Fa'i adalah harta yang diambil dari orang-orang kafir baik kafir asli maupun kafir murtad tanpa peperangan. Dan tidak satupun yang mengaitkan Fa'i dengan wilayah perang. Bahkan Fa'i yang dilakukan Rosululloh SAW terhadap Bani Nadhir sebagaimana asbabun nuzul surat Al Hasyr ayat 6, terjadi di wilayah Darul Islam Madinah, yang mana Bani Nadhir yang semula sebagai kafir dzimmi telah melanggar dzimmah atau perjanjian sehingga mereka dikepung dan diusir dari madinah dan harta yang mereka tinggalkan itulah yang disebut Fa'i. Dengan demikian, pernyataan akhi Abdurrachim Ba'asyir dan ikhwannya bahwa Fa'i hanya berlaku di wilayah perang sangat bertentangan dengan hukum syar'iy berdasarkan pemahaman ulama As Salafus Sholih. Jadi, jelas merekalah yang keliru dan menyimpang.
II.INDONESIA ADALAH WILAYAH PERANG
Sebelum kita bahas apakah Indonesia wilayah perang atau wilayah dakwah (perang argumen / hujjah), haruslah dimulai dari bahasan apa yang dimaksud perang dan apa hukum perang hari ini khususnya di Indonesia
1.Jihad adalah Perang dan Perang adalah Jihad
Dari segi hukum syar'i, para ulama sepakat bahwa jika kata jihad disebutkan secara mutlak tanpa embel-embel keterangan maka dia berarti perang melawan orang-orang kafir di jalan Alloh. Terlalu panjang bila saya nukilkan di sini pendapat para ulama dari berbagai mahzab fiqh, maka cukuplah perkataan Syeikh Abdulloh Azzam Rohimahulloh, berikut ini sebagi rangkuman : "Beliau Rohimahulloh berkata : Jihad dan dia adalah perang dengan senjata, sekarang hukumnya fardlu 'ain dan tetap fardlu 'ain hingga akhir kawasan muslimin yang tadinya di bawah panji Laa ilaha Ilalloh kembali di bawah panji tersebut sekali lagi". (An Nihayah wal Khulashoh, hal.32)
2.Indonesia bagian dari kawasan (biq'ah) muslimin yang wajib diambil kembali dengan jihad (perang)
Kaum muslimin di Indonesia, termasuk antum, wahai akhi Abdurrochim Ba'asyir dan ikhwanmu terkena fardlu 'ain jihad (perang), paling tidak karena 2 kondisi :
  1. Terjajahnya Biq'ah Muslimin oleh Orang-Orang Kafir
Hukum jihad fardlu 'ain hari ini bukan hanya sejak Baitul Maqdis dikuasai kafir yahudi. Danbukan hanya sejak AS dan sekutunya menjajah Afghanistan dan Irak, bahkan sejak kafir nashoro menjajah Andalusia tahun 1492 M. Dan sampai hari ini kaum muslimin di Andalusia dan sekitarnya bahkan seluruh dunia belum mampu membebaskannya. Kewajiban ini meluas hingga mengenai kaum muslimin di Indonesia. Sebagaimana fatwa Ibnu Taimiyah Rohimahulloh sebagai berikut :
وَإِذَا دَخَلَ الْعَدُوُّ بِلَادَ الْإِسْلَامِ فَلَا رَيْبَ أَنَّهُ يَجِبُ دَفْعُهُ عَلَى الْأَقْرَبِ فَالْأَقْرَبِ إذْ بِلَادُ الْإِسْلَامِ كُلُّهَا بِمَنْزِلَةِ الْبَلْدَةِ الْوَاحِدَةِ
Artinya : Ibnu Taimiyah Rohimahulloh berkata : Apabila musuh memasuki negeri-negeri Islam maka tidak ragu bahwasannya wajib melawannnya atas penduduk terdekat lalu yang terdekat, karena negeri-negeri Islam semuanya berposisi sebagai negeri yang satu. (Al Fatawa Al Kubra, Kitabul Jihad)
Di hadapan mata kita dan kalian, wahai akhi Abdurrochim Ba'asyir dan yang sependapat denganmu terpampang dengan jelas adanya perang atau perang fisik menurut istilah kalian, di berbagai belahan negeri Islam, di Afghanistan, di Pakistan, di Moro, di negeri-negeri Afrika Barat, di Jazirah Arob, di Somalia. Terlihat dan terdengar dengan jelas jeritan isak tangis anak-anak Palestin, anak-anak Afghanistan, anak-anak Pakistan, anak-anak di negeri Afrika Barat dan sebagainya. Terlihat dan terdengar dengan jelas, berita dipenjarakannya dan dinodainya kaum muslimah di berbagai negeri Islam. Dan berbagai derita nestapa saudara-saudara kita di negeri-negeri Islam akibat penjajahan orang-orang kafir terutama zionis dan salibis Internasional yang dikomandoi AS. Dan hingga kini mereka belum sepenuhnya berhasil dibebaskan oleh Mujahidin yang siang malam selalu sibuk di medan laga, walaupun sekian banyak yang telah menjadi Syuhada, Nahsabuhum Hakadza. Kemudian kalian di sini, di Indonesia, mengeluarkan pernyataan yang menunjukkan bahwa kalian tidak ada hubungannya dengan saudara-saudara kita tersebut, kalian menyatakan bahwa negeri Indonesia berbeda dengan negeri-negeri Islam lainnya. Kalian menyatakan bahwa negeri Indonesia bukan wilayah perang sementara negeri-negeri Islam lainnya dilanda peperangan. Di mana Mauqif kalian tentang makna negeri Islam terhadap fatwa Ibnu Taimiyah Rohimahulloh tersebut? Di mana posisi kalian tehadap sabda Nabi SAW :
ما من مسلم يخذل أخاه في موطن ينتهك فيه من عرضه وتنتقص فيه من حرمته إلا خذله الله في موطن ينتقص فيهمن عرضه وتنتهك فيه حرمته
Artinya : Tidaklah seorang muslim membiarkan saudaranya dinodai kehormatannya dan dilecehkan kemuliannya di suatu negeri melainkan Alloh biarkan dia dinodai kehormatannya dan dilecehkan kemuliannya di suatu negeri. (Shohih Jami' Shogir no. 7519)
Dari segi waqi' fakta realita, pemerintah NKRI yang berkuasa di Indonesia di bawah pimpinan SBY dan rezimnya, dengan terang-terangan menyatakan berwala' terhadap AS dan sekutunya, dengan menyatakan perang terhadap teroris. (baca: Mujahidin). Mereka, sebagaimana kalian tahu, mengerahkan segala kekuatan dan perangkat perangnya untuk bersama-sama dengan zionis dan salibis Internasional memerangi Mujahidin. Mereka membuat Undang-Undang Anti Terorisme atas perintah George Bush untuk melegalkan aksi brutal mereka, khususnya densus 88 (laknatulloh 'alayhim) terhadap siapapun yang akan melaksanakan perintah Alloh Ta'ala yaitu Jihad fi Sabilillah, yang hukumnya fardlu 'ain. Bahkan sekarang, mereka telah memperluas front peperangan tersebut dan menjadi skala prioritas program rezim SBY di atas program-program pemerintah yang lain. Mereka juga telah membuat organisasi yang baku untuk keperluan itu yaitu Badan Nasional Penanggulangan Terorisme.
Sebagai konsekuensi dari perwala'an dengan zionis dan salibis Internasional tersebut adalah kebijakan mereka yang menggolongkan Terorisme (baca: amaliyah Jihadiyah) sebagai kejahatan transnasional. Akan tetapi, kalian wahai Abdurrochim Ba'asyir dan para sahabatnya masih dengan tenang mengatakan Indonesia bukan wilayah perang melainkan wilayah dakwah, dimana berperang hanya dengan lisan. Jika kalian menyanggah dengan berdalil bahwa faktanya pasukan militer asing tidak menyerang Indonesia sebagaimana Afghanistan dan Irak, maka saya jawab :
Pertama: Hendaknya sebagai orang beriman berdalil dengan hukum syar'iy yang bersumber dari kitabulloh dan sunnah Nabi SAW, dan penjelasannya dari Ulama Salaf. Hukum syar'iy menetapkan atau menghukumi suatu fakta dan bukan fakta yang menetapkan atau menghukumi suatu ketentuan hukum syar'i. Fakta dari kondisi umat Islam seluruh dunia termasuk Indonesia telah ditetapkan hukum syar'i atasnya bahwa Jihad Fardlu 'Ain sebagaimana keterangan sebelumnya.
Jika fakta kalian jadikan dalil untuk melahirkan suatu ketentuan hukum berarti tanpa sadar kalian semazhab dengan JIL (Jaringan Islam Liberal) yang salah satu prinsip (mabda) mereka adalah "kontekstualisasi ajaran Islam". Berdasarkan prinsip ini, mereka menolak hukum syar'i yang menyatakan rasio pembagian warisan laki-laki dan perempuan 2:1 karena mereka anggap tidak sesuai fakta dan tidak sesuai konteks. Mereka beranggapan bahwa faktanya perempuan pada hari ini memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi dibanding perempuan zaman rosululloh SAW. Yang pada akhirnya mereka anggap rasio 2:1 tidak adil dan harus disesuaikan dengan konteks dan fakta pada hari ini menjadi 1:1. Demikian pula, dengan prinsip yang sama, mereka menuntut perubahan-perubahan ketentuan hukum syar'i lainnya, seperti haramnya pernikahan muslimah dengan orang kafir, pelarangan perempuan sebagai amir, dan sebagainya.
Juga bila demikian kalian dapat semazhab dengan al aroiyyun (orang-orang yang mengedepankan ro'yu atas syar'iy / taqdimurro'yi 'ala syar'iy), wal 'iyadzubillah, yang dianut oleh ikhwanul muslimin hari ini, sebagaimana perkataan salah satu tokoh mereka Muhammad al Ghozali di dalam kitabnya As Sunnah An Nabawiyah baina ahlil fiqh wal ahlil hadits :
Artinya : Bagaimana kita sanggup memaparkan Islam di antaranya hadits ini (yakni : sekali-kali tidak akan sukses suatu bangsa yang menyerahkan urusannya kepada perempuan) kepada warga Britania, sebagai contoh, padahal mereka telah sanggup merealisasikan sebagian keperluannya di bawah pimpinan Margareth Thathcher (seorang perempuan eks PM Inggris)
Oleh sebab itu, mereka membolehkan seorang perempuan menjadi kepala negara atau kepala pemerintahan, menjadi menteri, gubernur dan jabatan-jabatan kepemimpinan lainnya. Sebagaimana manhaj yang dianut pula oleh Partai Keadilan Sejahtera di Indonesia.
Bukankah kalian mengaku bermanhaj As Salafus Sholih di dalam memahami dan mengamalkan Islam dan di antara ciri khasnya adalah Taslimu bi maa jaa'a bihinnash (penyerahan diri sepenuhnya terhadap apa yang didatangkan nash).
Pernyataan kalian menilai Indonesia bukan wilayah perang sama sekali tidak didasarkan pada nash syar'iy. Ingatlah bahwa fakta dihukumi oleh nash syar'iy dan bukan menghukumi nash syar'i.
Kedua: Cukuplah fakta bahwa pemerintahan NKRI di bawah rezim SBY berwala' kepada Amerika Serikat dan sekutunya di dalam memerangi Mujahidin sebagai kondisi berlakunya hukum syar'iy yaitu amaliyah jihadiyah yang bermakna amaliyah Qitaliyah sebagaimana mereka juga menyatakan perang terhadap Mujahidin. Dan tidak harus adanya penyerangan pasukan militer asing ke Indonesia seperti yang terjadi di Afghanistan atau Irak. Militer asing menyerbu suatu negeri, biasanya, jika pemerintah boneka di negeri tersebut sudah kewalahan menghadapi Mujahidin. Inilah yang terjadi di Afghanistan. Perlu kalian ketahui bahwa Jihad di Afghanistan dimulai 1975, empat tahun sebelum Uni Soviet invasi tahun 1979. Kemudian AS dan NATO menginvasi Afghanistan antara lain dilatarbelakangi ketidakmampuan konco-konconya seperti beberapa mantan tokoh Mujahidin yaitu Burhanuddin Robbani, Ahmad Shah Mas'ud, Sayyaf menghadapi kekuatan Mujahidin Taliban dan AlQoidah. Dan Jihad di Irak, telah beberapa kali terjadi tajarrubah melawan Saddam Husein. Sementara Jihad di Moro, Patani, negeri-negeri barat Afrika (Biladul Maghrib) tidak dipicu adanya penyerangan militer asing.
  1. Kondisi kedua yang menjadikan Jihad di Indonesia fardlu 'ain adalah berkuasanya pemerintah murtad yang tidak berhukum kepada kitabulloh dan sunnah Nabi SAW. Dalilnya adalah hadits Ubadah bin Shomit r.a. berikut ini :
فَقَالَ دَعَانَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَبَايَعْنَاهُ فَكَانَ فِيمَا أَخَذَ عَلَيْنَا أَنْ بَايَعَنَا عَلَى السَّمْعِ وَالطَّاعَةِ فِي مَنْشَطِنَا وَمَكْرَهِنَا وَعُسْرِنَا وَيُسْرِنَا وَأَثَرَةٍ عَلَيْنَا وَأَنْ لَا نُنَازِعَ الْأَمْرَ أَهْلَهُ قَالَ إِلَّا أَنْ تَرَوْا كُفْرًا بَوَاحًا عِنْدَكُمْ مِنْ اللَّهِ فِيهِ بُرْهَانٌ
Artinya : Rosululloh SAW memanggil kami lalu kami membai'atnya. Adapun yang beliau ambil atas kami bahwasannya beliau mengambil bai'at atas kami untuk dengar dan taat di dalam hal yang kami sukai maupun benci dan di dalam kesulitan maupun kemudahan kami serta di dalam keadaan hak kami di kebelakangkan. Dan tidak boleh kami menyelisihi perintah ahlinya (amir). Beliau SAW bersabda, kecuali kalian melihat kufur yang nyata pada kalian terdapat keterangan dari Alloh di dalamnya. (Muttafaqun 'alaih dengan lafadz Muslim).
قَالَ الْقَاضِي عِيَاض :أَجْمَعَ الْعُلَمَاء عَلَى أَنَّ الْإِمَامَة لَا تَنْعَقِد لِكَافِرٍ ، وَعَلَى أَنَّهُ لَوْ طَرَأَ عَلَيْهِ الْكُفْر اِنْعَزَلَ ...الى قوله...فَلَوْ طَرَأَ عَلَيْهِ كُفْر وَتَغْيِير لِلشَّرْعِ أَوْ بِدْعَة خَرَجَ عَنْ حُكْم الْوِلَايَة ، وَسَقَطَتْ طَاعَته ، وَوَجَبَ عَلَى الْمُسْلِمِينَ الْقِيَام عَلَيْهِ ، وَخَلْعه وَنَصْب إِمَام عَادِل إِنْ أَمْكَنَهُمْ ذَلِكَ ، فَإِنْ لَمْ يَقَع ذَلِكَ إِلَّا لِطَائِفَةٍ وَجَبَ عَلَيْهِمْ الْقِيَام بِخَلْعِ الْكَافِر ، وَلَا يَجِب فِي الْمُبْتَدِع إِلَّا إِذَا ظَنُّوا الْقُدْرَة عَلَيْهِ ، فَإِنْ تَحَقَّقُوا الْعَجْز لَمْ يَجِب الْقِيَام ، وَلْيُهَاجِرْ الْمُسْلِم عَنْ أَرْضه إِلَى غَيْرهَا ، وَيَفِرّ بِدِينِهِ
Artinya : An Nawawiy berkata, AlQodhiy 'iyadh berkata : Ijma' ulama bahwa jika tampak padanya kekufuran (setelah menduduki imamah) maka dilengserkan -hingga perkataannya- maka jika tampak padanya kekufuran dan perubahan syariah atau bid'ah, dia keluar dari hukum wewenang kekuasaan serta ketaatan kepadanya gugur dan wajib atas kaum muslimin bangkit mencopotnya dan mengangkat imam yang adil jika memungkinkan. Apabila hal itu tak terlaksana kecuali oleh sekelompok kaum muslimin maka wajib atas mereka bangkit mencopot orang-orang kafir dan tidak wajib terhadap pelaku bid'ah kecuali mereka beranggapan ada kemampuan untuk itu, jika nyata adanya ketidakberdayaan maka tidak waji bangkit untuk mencopotnya danwajib hijrah dari negerinya ke negeri lain menyelamatkan Diennya. (Shohih Muslim Syarh An Nawawiy 12/229).
Kedua kondisi tersebut merupakan waqi' atau fakta obyektif yang telah jelas hukum syar'i yang berlaku atas waqi' di Indonesia sebagaimana negeri-negeri Islam lainnya yaitu hukum Jihad fardlu 'ain. Konsekuensinya adalah Indonesia menjadi wilayah perang yang mana fardlu 'ain atas setiap muslim di Indonesia untuk berperan aktif di dalam amaliyah qitaliyah. Dengan adanya nash syar'i serta ijma' maka tidak diperbolehkan adanya ijtihad untuk menentukan metode menghadapi thogut kafir yang berkuasa misal dengan alasan ijtihad, fardlu 'ain jihad diganti dengan metode parlemen atau dibatasi hanya dakwah saja atau pendidikan saja atau usaha ekonomi saja. Ulama ushul sepakat bahwa tidak boleh ijtihad sementara ada nash syar'i.
III.WAJIB DAKWAH GUGUR DI DALAM JIHADUDAF'I
Dari keterangan sebelumnya dapat disimpulkan bahwa jenis jihad fardlu 'ain hari ini adalah jihaduddaf'i bukan jihad tholabiy. Dan di negeri-negeri Islam berlaku jihadudaf'i sekaligus jihadul murtaddin. Dan hukum syar'iy yang menyertai jihaddud daf'i di antaranya gugurnya dakwah sebelum qital. Berikut fatwa ulama :
قل محمد بن الحسن الشيبان رحمه الله: ولو أن قوما من اهل الحرب الذي لم يبلغهم الإسلام ولاالدعوة أتواالمسلمين في دارهم, يقاتلهم المسلمون بغير دعوة ليدفعوا عن أنفسهم, فقاتلوا منهم وسبوا و أخذواأموالهم فهذ جاءز يخمس ذلك ويقسم ما بقي من اصابه
Artinya : Muhammad bin Al Hasan Asy Syaybaniy r.a. berkata : Jikalau suatu bangsa ahlul harbi yang belum sampai kepada mereka Islam dan tidak juga dakwah, mereka mendatangi kaum muslimin di negerinya, maka kaum muslimin memerangi mereka tanpa dakwah untuk mempertahankan diri, membunuh  mereka, menawan mereka, dan mengambil harta mereka maka ini di perbolehkan, (harta yangdiperoleh) dipotong seperlimanya dan dibagi sisanya kepada yang ikut berperang. (Assiarul kabir dan syarahnya 5/2233).
قل ابن القيم رحمه الله : و منها أن المسلمين يدعون الكفار قبل قتالهم إلى الإسلام, وهذا واجب إن كانت الدعوة لم تبلغهم ومستحب إن بلغتهم الدعوة, هذا إذا كان االمسلمون هم القاصدين للكفر, فأم إذا قصدهم الكفر في ديارهم فلهم أن يقاتلوهم من غير دعوة للأنهم يدفعو نهم عن انفسهم وحريمهم
Artinya : Ibnu Qoyyim Rohimahulloh berkata : Dan di anataranya, kaum muslimin mendakwahi orang-orang kafir sebelum memerangi mereka dan ini wajib jika dakwah belum sampai kepada mereka. Ini bila kaum muslimin sebagai pihak yang menyerang orang-orang kafir. Adapun bila orang-orang kafir menyerang kaum muslimin di negeri-negeri kaum muslimin, maka boleh bagi kaum muslimin memerangi orang-orang kafir tanpa dakwah karena mempertahankan diri dan keluarga mereka. (Ahkamu Ahlidz Dzimmah 1/88).
(Lihat Ahkamud Dima', Syaikh Abu Abdullah Al Muhajir)
Fatwa-fatwa di atas berkenaan dengan hukum dakwah sebelum perang terhadap orang-orang kafir asli seperti yahudi dan nashoro menyerang negeri Islam maka wajib atas kaum muslimin Jihaduddaf'i tanpa dakwah. Adapun memerangi orang-orang kafir murtad seperti penguasa negeri-negeri Islam hari ini hukumnya seperti memerangi kafir asli harbi yang telah sampai dakwah kepada mereka, sebagaimana di dalam Fathul Bari 12/269 berikut ini :
إن حكم من ارتد عن الإسلام حكم الحربي الذي بلغته الدعوة
Artinya : Sungguh, hukum orang yang murtad dari Islam adalah hukum kafir harbi yang telah sampai dakwah.
Keadaan orang-orang murtad terbagi dalam 2 hal :
Pertama: Golongan Maqduron 'Alaihim, yaitu ada kemampuan menjatuhkan hukum had atas mereka karena bukti atau pengakuan yang tetap serta mereka di dalam genggaman kaum muslimin. Pada keadaan pertama ini, jumhur ulama mewajibkan istitab (memberi kesempatan bertaubat) sebelum mereka dibunuh, jika bertaubat maka tidak dibunuh.
Kedua: Golongan Mumtani'un biquwwah wa syawkah atau di darul harbi, yaitu negeri yang berkuasa di atasnya selain hukum Islam. Pada keadaan kedua ini, tidak wajib istitab. Dan waqi' menunjukkan bahwa orang-orang murtad termasuk para penguasanya termasuk golongan ini. Berikut fatwa ulama' tentang hukum memerangi mereka dan hukum berkenaan dengan diri dan harta mereka. Perlu diingat bahwa harta rampasan dari mereka dinamakan Fa'i sebagaimana keterangan sebelumnya. (Lihat Ahkamud Dima', Syaikh Abu Abdullah Al Muhajir)
قل شيخ الإسلام ابن تيميه رحمه الله : المرتد لو امتنع بأن يلحق بدار الحرب او بأن يكون المرتدون ذوي شوكة يمتنعون بها عن حكم الإسلام فإنه يقتل قبل استتابه بلا تردد
Artinya : Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rohimahulloh berkata : Orang murtad jika dia membangkang berada di darul harbi atau mereka memiliki kekuatan bagi pembangkangannya terhadap hukum Islam, maka sesungguhnya di dibunuh sebelum istitab tanpa ragu-ragu. (Ashshorimulmaslul, 3/601).
Perhatikanlah fatwa Ibnu Taimiyah Rohimahulloh dan cermatilah kondisi obyektif di Indonesia!!! Bukankah Indonesia tergolong darul harbi? Atau, bila berpegang pada sebagian pendapat ulama, Indonesia adalah Darul Islam Hukman bukan Haqiqotan atau Darul Islam Mughtashobah (darul Islam yang dirampas atau dijajah), lihat kitab Ikhtilaful Darroin, DR. Ismail Lutfi dan Kitab Bughyatul Mustarsyidin, sehingga Jihad/perang menjadi Fardlu 'Ain atas setiap muslim yang tinggal di Indonesia untuk mengembalikannya. Yang pasti, Indonesia bukanlah darul Islam yang tidak ada alasan berperang di dalamnya dan penguasa negeri Indonesia adalah penguasa murtad yang menolak dan membangkang terhadap ajakan Tathbiqusy Syariah. Bukankah begitu Akhi? Kecuali antum semazhab dengan para penganut Murji'ah yang beraqidah bahwa iman hanya di dalam hati sedangkan amal perbuatan tidak termasuk iman, seperti aqidah para salafi maz'um dan sejenisnya!!!
وقال ابن قدمة المقدسي رحمه الله : ولولحق المرتد بدارالحرب لم يزل ملكه لكن يباح قتله لكل أحد من غير استتابه  واخذ ماله لمن قدرعليه لأنه صاراحربيا حكمه حكم اهل الحرب وكذلك لو ارتد جماعة وامتنعوا في دارهم عن طاعة امام المسامين : زالت عصمتهم في انفسهم و اموالهم لأن الكفار الأصليين لا عصمة لهم في دارهم فالمرتد اولى
Artinya : Ibnu Qudamah Al Maqdisiy Rohimahulloh berkata : Dan jika orang murtad berpindah  mendiami suatu darul harbi, pemilikannya tidak hilang, tetapi diperbolehkan membunuhnya bagi setiap orang tanpa istitab dan dirampas hartanya bagi yang mampu melakukannya karena dia telah menjadi harbiyun (pelaku perang), hukumnya sama dengan hukum Ahlul Harbi. Dan demikian pula jika suatu kelompok telah murtad dan membangkang di negeri mereka sendiri terhadap ketaatan Imamul Muslimin maka telah sirna keselamatan diri dan harta mereka karena orang-orang kafir asli tidak ada jaminan keselamatan di negeri mereka bagi orang murtad lebih pantas (untuk tidak ada jaminan keselamatan). (Al Mughniy : 9/20)
قل ابن مفلح رحمه الله فإن لحق بدار الحرب فلكل و احد قتله بلا استتابه واخذها معه من مال
Artinya : Ibnu Muflih Rohimahulloh berkata : Maka jika dia (orang murtad) berada di darul harbi, maka bagi setiap orang boleh membunuhnya tanpa istitab dan mengambil harta yang ada padanya. (Al Mubaddi', 9/175).
قل المجد ابن تيمية رحمه الله : و من قتل المرتد بغير إذن الإمام عزر الا أن يلحق بدار الحرب فلكل احد قتله بلا استتابه وأخذ ما معه من المال
Artinya : Al Mujid, Ibnu Taimiyah Rohimahulloh berkata : Dan siapa yang membunuh orang murtad tanpa ijin imam, dia di ta'zir, kecuali jika orang murtad itu ada di darul harbi maka boleh bagi setiap orang membunuhnya tanpa istitab dan mengambil harta yang ada padanya. (Al Muharror fil fiqh, 2/169).
Keterangan ulama tersebut sangat jelas bahwa diperbolehkan bagi setiap orang untuk membunuh dan mengambil harta orang murtad yang ada di darul harbi. Dan tentu saja terhadap kafir asli juga demikian bila dakwah telah sampai. Dengan demikian, aplikasi Fa'i tidak terikat dengan apa yang kalian namakan wilayah perang. Fa'i dapat dilakukan di darul Islam seperti dialami Bani Nadhir atau kafir dzimmi yang melanggar perjanjian atau orang murtad sesudah istitab, dan dapat dilakukan di darul harbi seperti terhadap orang murtad sebagaimana keterangan para ulama tersebut tanpa istitab.
IV.PERINGATAN PENTING
Agar tidak disalahpahami, maka perlu saya uraikan berikut ini beberapa butir peringatan :
  1. Bila dinyatakan bahwa Indonesia adalah wilayah perang bukan berarti dakwah ditiadakan, akan tetapi dakwah hendaknya diposisikan sebagai bagian dari Jihad atau perang tersebut yaitu bagian dari i'dad maknawiy (misal dari segi tashihul fikroh) maupun i'dad madiy (misal dari segi penambahan kekuatan personel Mujahidin).
  2. Hendaknya ada pemilahan antara Umat Islam awam sebagi penduduk Indonesia dan pemerintah murtad yang berkuasa di Indonesia. Dengan demikian, ada golongan yang patut didakwahi agar memahami dan mudah-mudahan menjadi Mujahidin dan ada golongan yang wajib diperangi tanpa harus didakwahi terlebih dahulu, sebagiamana perkataan Ibnu taimiyah Rohimahulloh dalam Majmu' Fatawa :
Artinya : Lisan dengan lisan, lembing dengan lembing.
Pernyataan yang menggeneralisir bahwa Indonesia bukan wilayah perang tetapi wilayah dakwah sangat tidak realistis dan lebih dari itu kontradiktif terhadap ketentuan hukum syar'i dan selanjutnya kontra produktif terhadap upaya menghidupkan ibadah jihad.
  1. Berhati-hatilah di dalam mengeluarkan sebutan-sebutan terhadap Mujahidin dan amal jihadnya. Musuh-musuh Islam berusaha mendiskreditkan Mujahidin dengan sebutan teroris, dan amal Jihadnya dengan sebutan tindakan terorisme, dan ghonimah serta Fa'i dengan sebutan perampokan. Itu semua bagian dari strategi peperangan mereka yaitu Psycho War (perang urat syaraf) atau propaganda perang yang bertujuan menjauhkan Mujahidin dari Umat Islam. Sementara apa yang mereka lakukan disebut tindakan menjaga keamanan dan perdamaian. Seperti yang terjadi di Kuwait, Irak, Afghanistan, di mana mereka menguras aset kekayaan kaum Muslimin. Bahkan di Indonesia dan negeri-negeri Islam lainnya sumber kekayaan kaum Muslimin mereka rampok di bawah nama kerja sama ekonomi dan pasar bebas yang tidak memenuhi rasa keadilan. Oleh karena itu wahai Ikhwan, berhati-hatilah menggunakan lisan terhadap saudaramu. Jangan sampai tanpa disadari antum telah berjasa memperkuat kubu musuh-musuh Islam melancarkan propaganda perangnya.
  2. Jihad adalah amal ibadah yang di dalam aplikasinya dituntut banyak sekali ijtihad bahkan lebih banyak dibanding amal ibadah lainnya. Sehingga tidak mustahil terjadi kekeliruan-kekeliruan yang dilakukan Mujahidin di dalam upaya ijtihadnya maka janganlah tergesa-gesa menilai mereka sebagi orang yang memiliki pemahaman menyimpang. Akan tetapi, awali penilaian antum dengan tabayun untuk mengetahui duduk persoalan yang sebenarnya lalu berilah nasehat dengan adab Islami karena jika tidak demikian antum tidak berbeda dengan mereka yang menjadi pengamat dadakan dan diperkenalkan oleh media sebagai pakar terorisme atau pakar Islam radikal atau mantan aktivis Islam radikal atau mantan petinggi Jamaah Islamiyah atau veteran Afghanistan atau mantan dan mantan.
Demikian Tadzkiroh ini saya sampaikan dan tidak ada taufik hidayah kecuali dari Alloh dan yang saya kehendaki hanyalah islah Walhamdulillahi Rabbil 'Alamin
Bumi Hijrah, Dzulqo'dah 1431H
Al Fakir Ilallah, Abu Tholut Al Jawiy.
(M Fachry/arrahmah.com)

20.11.10

Antara Gayus dan Ustadz Abu Bakar Ba'asyir

Diposting pada Kamis, 18-11-2010 | 17:21:07 WIB

Berita kaburnya Gayus Tambunan tahanan kasus korupsi dari tahanan Mako Brimob begitu menggemparkan republik ini. Betapa tidak, penjara Markas Komando Brimob dikenal sebagai high security prison, namun status ini belakangan memudar saat sang tersangka koruptor Gayus Tambunan bebas berkeliaran keluar penjara untuk menikmati liburan ke Bali. Tak lama kemudian Gayus pun dibawa kembali ke sel, ia tidak sendiri namun mengajak serta oknum Polisi yang membantunya kabur.
Posisi ini kontras dengan Ustadz Abu Bakar Ba’asyir. Beliau adalah ulama kharismatik di negeri ini yang dikenal tanpa tedeng aling-aling dalam menyampaikan dakwah. Sejak zaman Orde Baru beliau adalah ulama yang begitu tegas dan berani menentang diterapkannya asas tunggal Pancasila, hingga pada Orde yang Paling Baru (kata sebagian orang Orde Reformasi) akhirnya asas tunggal dicabut. Kalau kita tilik sebenarnya Ustadz Abu Bakar Ba’asyir inilah yang sejak awal berjuang menentang asas tunggal Pancasila hingga keluar masuk hotel prodeo, namun apa bentuk penghargaan pemerintah untuk ulama sepuh ini? Penjara, itulah yang beliau rasakan di negeri kelahirannya ini.
Jika dibandingkan  dengan Gayus ada beberapa hal yang sangat ironis, diskriminatif dan zhalim perlakuan pemerintah negeri ini terhadap Ustadz Abu Bakar Ba’asyir yang saat ini ditahan di sel Bareskrim Mabes POLRI.
Pertama, sebelum penangkapan Gayus Tambunan POLRI telah berkali-kali mengirimkan surat panggilan. Surat panggilan ini adalah prosedur standar kepolisian terhadap orang yang hendak diperiksa atas suatu kasus. Apabila orang yang diperiksa tidak datang maka kepolisian biasanya akan menjadikannya DPO yang harus ditangkap.
Ustadz Abu Bakar Ba’asyir hingga dirinya ditangkap tidak pernah diberikan surat panggilan dari kepolisian. Padahal berkali-kali Ustadz Abu Bakar Ba’asyir menyampaikan bahwa beliau siap dipanggil kepolisan kapan pun. Dan hingga saat terakhir ditangkap Ustadz Abu Bakar Ba’asyir sama sekali tidak dimasukkan dalam DPO Kepolisian.
Kedua, Gayus Tambunan ditangkap karena kasus tercela yang melanggar aturan agama juga aturan Negara. Konon kasus korupsi gayus telah merugikan Negara hingga milyaran bahkan triliunan rupiah.
Sementara Ustadz Abu Bakar Ba’asyir ditangkap justru lantaran menjalankan perintah Agama dan sarat dengan kepentingan Amerika. 
Aktifitas Ustadz Abu Bakar Ba’asyir selama ini tidak lain yaitu mendakwahi umat Islam di mana saja dari mulai pemimpin negara sampai rakyat jelata untuk menegakkan syari’at Islam di Indonesia. Kenapa? Karena negeri mayoritas muslim ini harus mensyukuri kemerdekaan sebagai anugerah Allah dengan cara mengaturnya dengan system Islam bukan system sekuler demokrasi yang bertentangan dengan Islam.
Tuduhan yang dulu pernah dilontarkan bahwa beliau terkait serangkain peristiwa bom juga sama sekali tidak terbukti hingga beliau dibebaskan.
Selanjutnya bukti kepentingan Amerika. Sejak penangkapan Ustadz Abu Bakar Ba’asyir yang pertama hal itu pernah diutarakan utusan gedung putih yang bernama Tom Ridge dimasa pemerintahan Megawati. Tom tanpa sungkan langsung mengucapkan pesan dari Amerika. isinya, “Abu Bakar Baasyir must be brought to trial in a deferent way” (Abu Bakar Baasyir harus kembali disidangkan dengan jalan yang lain). Percakapan ini diuraikan sendiri oleh Frederick Burks sang penerjemah bahasa yang saat itu dipakai Tom untuk bertemu dengan Mega saat di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Jika di zaman Megawati dimana SBY menjadi Menkopolkam, pada tahun 2003 saat imengunjungi Amerika, SBY menyatakan, “I love the United State, with all its faults. I consider it my second country (Saya cinta Amerika, dengan segala kesalahannya. Saya menganggapnya negeri kedua saya).” Dan saat ini bisa jadi SBY telah membuktikan apa yang ia katakan itu dengan menangkap Ustadz Abu Bakar Ba’asyir dengan tuduhan terorisme selang dua hari usai SBY curhat mendapatkan teror.
Ketiga, penangkapan Gayus lebih terhormat ketimbang ustadz Abu Bakar Ba’asyir, padahal Ustadz Abu adalah seorang ulama dan Gayus tidak lebih dari perampok uang rakyat. “Gayus dilobi di Malaysia sebelum dibawa ke Indonesia, tapi kalau Ba’asyir ditangkap seperti penyergapan Kapal Mavi Marmara oleh militer Israel.” Hal ini pernah diungkapkan Ustadz Abdurrahman, Katib Jama’ah Ansharut Tauhid (JAT)
Ketiga, saat di tahanan Gayus Tambunan bisa dengan leluasa keluar masuk penjara. Bayangkan, dari data yang didapat, sudah ada 19 kali Gayus keluar masuk di bulan Agustus dan September 2010, sebanyak 24 kali pada bulan Oktober 2010 dan hingga bulan Nopember ini, Gayus sudah keluar masuk rutan sebanyak 4 kali.
Sedangkan Ustadz Abu Bakar Ba’asyir untuk melaksanakan ibadah saja dilarang. Dari mulai shalat Idul Fitri hingga shalat Idul Adha beliau tidak pernah sama sekali diizinkan untuk shalat di luar. Begitu kejamnya perlakuan kepolisian negeri ini hingga melarang hak asasi manusia yang paling asasi yaitu ibadah. Dimanakah konstitusi negeri ini yang menjamin kebebasan beribadah, apakah bunyi pasalnya telah dihapus???
Demikianlah beberapa perlakukan diskriminatif dan zhalim pemerintah negeri sekuler ini terhadap seorang ulama. Dan tentu Allah tidak tinggal diam melihat hambanya terzhalimi. Sebagai bukti Allah terus menyingkap kebobrokan institusi penegak hukum di negeri ini. Dari mulai terbongkarnya kasus Mafia peradilan dan pajak lewat Gayus, kemudian kasus rekening gendut POLRI di akhir masa jabatan Bambang Hendarso Danuri hingga kasus suap Gayus yang terbaru di Mako Brimob saat Timur Pradopo baru beberapa hari menjabat sebagai Kapolri. Jika institusi penegak hukum terus seenaknya menghukum ulama dan para mujahid, mari kita nantikan azab kehinaan apa lagi yang akan ditimpakan institusi zhalim di negeri ini!
[Widi/muslimdaily.net]

4.11.10

Empat Pilar Penting Tegaknya Jihad

Oleh: Badrul Tamam
Pada tulisan "Hukum Jihad, Antara Fardhu ‘Ain dan Kifayah” yang lalu disebutkan tentang macam jihad menghadapi orang kafir, yaitu jihad difa’ (jihad defensif) dan jihad thalab (Jihad ofensif). Lalu dibicarakan hukum dasar jihad, antara fardhu ‘ain dan kifayah. Dan disimpulkan pada dasarnya hukum jihad adalah fadhu kifayah dan bisa menjadi fardhu ‘ain dengan beberapa sebab.
Pada tulisan ini, akan dibicarakan tentang empat pilar jihad yang harus diperhatikan para mujahid. Yaitu urgensi adanya imam atau amir dalam aktifitas jihad, I’dad (persiapan/latihan) jihad, mengikhlaskan niat, dan jelasnya misi dan tujuan jihad.  
Keempat pilar tersebut menentukan tgak, benar dan tepatnya ibadah jihad yang dijalankan. Diharapkan dengannya, jihad mendatangkan kemenangan untuk Islam dan menjadi sebab kemuliaan dan kebahagiaan pribadi mujahid dunia dan akhirat.
Pertama, Urgensi Adanya Imam atau Amir
Jihad tidak akan tegak kecuali dengan imam atau amir yang akan menjadi rujukan ketika ada permasalahan dan menjadi pemutus ketika ada perselisihan. Tidak pernah ada keterangan bahwa ketika Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam mengirim pasukan atau mengutus rombongan atau menyiapkan pasukan tanpa menunjuk seorang amir atas mereka. Beliau shallallaahu 'alaihi wasallam telah menetapkan tiga orang sahabat untuk pasukan Mu’tah, yaitu Zaid bin Haritsah, Ja’far bin Abi Thalib, dan Abdullah bin Rawahah radhiyallaahu 'anhum.
Disebutkan dalam al-Syarh al-Kabir: “Dan perintah jihad diwakilkan (diserahkan) kepada imam dan ijtihadnya. Bagi rakyat wajib mentaatinya dalam keputusannya. . –sampai- . .  dan jika tidak ada imam maka jihad tidak diakhirkan, karena mashlahatnya akan hilang dengan ditundanyya (jihad).”
Dan ini tidak bisa dilakukan kecuali pada kondisi-kondisi yang genting dan mendesak atau dalam kondisi jihad untuk membela diri dari musuh yang menyerang negeri muslim.
Karena itulah, Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda,
الْغَزْوُ غَزْوَانِ فَأَمَّا مَنِ ابْتَغَى وَجْهَ اللَّهِ وَأَطَاعَ الإِمَامَ وَأَنْفَقَ الْكَرِيمَةَ وَيَاسَرَ الشَّرِيكَ وَاجْتَنَبَ الْفَسَادَ فَإِنَّ نَوْمَهُ وَنُبْهَهُ أَجْرٌ كُلُّهُ وَأَمَّا مَنْ غَزَا فَخْراً وَرِيَاءً وَسُمْعَةً وَعَصَى الإِمَامَ وَأَفْسَدَ فِى الأَرْضِ فَإِنَّهُ لَمْ يَرْجِعْ بِالْكَفَافِ
Perang ada dua macam: Adapun siapa yang (berperang) mencari wajah (keridlaan) Allah, mentaati imam, menginfakkan harta berharganya, meringankan kawannya, menjauhi perbuatan merusak, maka tidur dan terjaganya terhitung pahala seluruhnya. Adapun orang yang berperang karena sombong, riya’, dan sum’ah, mendurhakai (tidak mau taat kepada) imam, membuat kerusakan di muka bumi, maka dia tidak akan kembali dengan kecukupan.”  (HR Imam Ahmad, Abu Daud, al-Nasai, dan lainnya dari Mu’adz bin Jabal. Dan ini hadits shahih)
Umar radhiyallaahu 'anhu berkata,
إِنَّهُ لاَ إِسْلاَمَ إِلاَّ بِجَمَاعَةٍ ، وَلاَ جَمَاعَةَ إِلاَّ بِإِمَارَةٍ ، وَلاَ إِمَارَةَ إِلاَّ بِطَاعَةٍ
Sesungguhnya tidak ada Islam kecuali dengan berjama’ah, tidak ada jama’ah kecuali dengan imarah (kepemimpinan), dan tidak ada imarah kecuali dengan ketaatan.” (Diriwayatkan oleh al-Darimi)
Imam al-Bukhari telah membuat bab, “Bab Jihad tetap eksis bersama (imam) yang baik maupun yang fajir berdasarkan sabda Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam: “Kuda itu tertambat pada ubun-ubunnya kebaikan hingga hari kiamat.” Lalu beliau mengutip dengan isnadnya bahwa Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda,
الْخَيْلُ مَعْقُودٌ فِي نَوَاصِيهَا الْخَيْرُ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ الْأَجْرُ وَالْمَغْنَمُ
Kuda itu tertambat pada ubun-ubunnya kebaikan hingga hari kiamat: pahala dan ghonimah.” (HR. Al-Bukhari dari Urwah al-Bariqi)
Dalam hadits tersebut menunjukkan eksisnya Islam hingga akhir zaman dikarenakan eksisnya jihad fi sabilillah dan para mujahidin. Hal ini seperti diriwayatkan dalam hadits lain, “Akan tetap ada segolongan dari umatku yang berperang di atas kebenaran.” (HR. Muslim)
Dan eksisnya jihad dan mujahidin menuntut keberadaan imam dan amir dalam aktifitas jihad. Imam dan amir di sini tidak harus sekelas khalifah atau presiden. Tapi sudah mencukupi sekelas amir/komandan pasukan, sebagaimana komandan yang ditunjuk oleh Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam dalam pasukan yang diutusnya.
Kenapa jihad harus bersama Imam yang baik maupun yang buruk?
Melihat kepada mashlahat yang ingin diwujudkan syariat dan kepada akibat buruk yang ditimbulkan bila jihad ditinggalkan bersama imam yang fajir, yaitu berkuasanya musuh atas kaum muslimin, dan menjarah negeri dan harta mereka, maka merealisasikan mashlahat ini lebih penting. Sedangkan meninggalkan jihad bersama imam yang fajir akan menghilangkan mahlahat-mashlahat ini, sebaliknya akan muncul kerusakan yang tidak diketahui buruknya kecuali oleh Allah Ta’ala.
Imam Ahmad rahimahullaah berkata, “Bagaimana menurutmu, kalau semua manusia duduk (tidak berangkat) berjihad sebagaimana kalian duduk, tidak ada yang berperang? Bukankah Islam pasti sudah hilang?”
Meninggalkan jihad bersama imam yang fajir akan menyebabkan berkuasanya musuh atas kaum muslimin, dan menjarah negeri dan harta mereka lalu akan muncul kerusakan yang tidak diketahui buruknya kecuali oleh Allah Ta’ala.
Kedua, I’dad Jihad (mempersiapkan kekuatan dan latihan untuk berjihad)
Tidak mungkin bisa memerangi musuh tanpa persiapan, latihan, dan perbekalan. Karena itu Allah Ta’ala berfirman,
وَأَعِدُّوا لَهُمْ مَا اسْتَطَعْتُمْ مِنْ قُوَّةٍ وَمِنْ رِبَاطِ الْخَيْلِ تُرْهِبُونَ بِهِ عَدُوَّ اللَّهِ وَعَدُوَّكُمْ وَآَخَرِينَ مِنْ دُونِهِمْ لَا تَعْلَمُونَهُمُ اللَّهُ يَعْلَمُهُمْ
Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah, musuhmu dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya.” (QS. Al-anfal: 60)
Sedangkan orang yang memerangi musuh tanpa persiapan dan latihan, sungguh telah menyalahi perintah Allah Ta’ala dan berharap kemenangan dari selain jalurnya. Karena itu, para mujahidin biasa melatih kuda untuk menyerang dan berlari sampai pada saat aman dan damai, harapannya kuda itu terbiasa dan sudah siap ketika panggilan jihad berkumandang.
Terdapat dalam catatan sejarah Nuruddin Zanki, dia banyak bermain dengan kuda, lalu ada orang yang mengingkari perbuatannya itu. Kemudian dia menulis kepada orang tersebut, “Demi Allah aku tidak bermaksud main-main, sesungguhnya kita dalam ancaman musuh, boleh jadi terjadi kumandang perang, sehingga kuda sudah terbiasa untuk berkelok, menyerang, dan berlari.”
Sedangkan orang yang memerangi musuh tanpa persiapan dan latihan, sungguh telah menyalahi perintah Allah Ta’ala dan berharap kemenangan dari selain jalurnya.
Ketiga, Mengikhlaskan Niat
Ikhlasnya niat menjadi syarat diterimanya berbagai macam ibadah. Siapa yang tidak berbuat ikhlash dalam jihadnya, maka dia tidak mendapatkan apa-apa. Kalau dia berniat untuk mendapatkan dunia, maka dia tidak mendapatkan kecuali apa yang diniatkannya. Adapun kalau memperlihatkan kepada manusia bahwa dia berjihad fi sabilillah, tapi sebenarnya tidak seperti itu, maka dialah orang pertama yang akan merasakan panasnya api neraka.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallaahu 'anhu berkata, Aku mendengar Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya orang pertama kali yang akan diadili pada hari kiamat adalah seseorang yang gugur di medan perang, lalu didatangkan di hadapan Allah dan Allah memperlihatkan nikmat-nikmat yang telah Dia berikan, ia pun mengetahui nikmat tersebut. Lalu Allah bertanya kapadanya, "Apa yang kamu perbuat dengan kenikmatan tersebut?" Orang itu menjawab, “Aku berperang pada jalan-Mu sehingga aku mati." Allah menjawab: "Engkau telah berdusta! Akan tetapi engkau berperang agar engkau dikatakan seorang pemberani dan telah dikatakan hal itu kepadamu." Kemudian dia diseret di atas wajahnya hingga dilemparkan ke dalam neraka.” (HR. Muslim)
Seseorang yang memperlihatkan kepada manusia bahwa dia berjihad fi sabilillah, tapi sebenarnya tidak seperti itu, maka dialah orang pertama yang akan merasakan panasnya api neraka.
Dalam Shahihain, dari hadits Sahal bin Sa’d radhiyallaahu 'anhu berkata, “Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam bertemu dengan kaum musyrikin pada sebagian peperangannya. Mereka saling berperang. (Setelah usai) maka setiap kaum bergabung dengan pasukannya. Dan di tengah-tengah kaum muslimin terdapat seorang laki-laki yang tidak membiarkan seorang musyrikpun kecuali akan dikerjar dan dibunuhnya. Lalu dikatakan, “Ya Rasulallah, tidaklah seorangpun dari kita pada hari ini menyamai pahala si fulan.” Maka Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam menjawab, “Sungguh dia termasuk ahli neraka.” Mereka bertanya, “Siapa di antara kita yang menjadi ahli surga kalau dia saja termasuk ahli neraka?” Maka seseorang berkata, “Sungguh aku akan mengikuti dia terus. Maka dia berjalan cepat dan lambat sungguh aku selalu bersamanya sehingga dia terluka, lalu ia ingin segera mati, maka dia letakkan gagang pedangnya di atas tanah sedangkan ujungnya di antara dua dadanya, lalu dia tindihkan tubuhnya di atasnya sehingga dia membunuh dirinya sendiri.” Kemudian laki-laki tadi datang menemui Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam dan berkata, “Aku bersaksi bahwa engkau adalah utusan Allah.” Lalu dia menceritakan apa yang dilihatnya. Kemudian Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya seseorang benar-benar beramal dengan amalan penghuni Al-Jannah -yang nampak bagi manusia- sementara dia termasuk penghuni Neraka. Dan sungguh seseorang beramal dengan amalan penghuni Neraka -yang nampak bagi manusia- sementara dia termasuk penghuni Al-Jannah.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim) dan hadits-hadits yang semakna dengan ini sangat banyak.
Maka siapa yang berperang dengan tujuan duniawi, dia tidak akan mendapatkan kecuali apa yang diniatkannya walaupun jiwanya menjadi korban dan nyawanya melayang.
Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda, “Siapa yang berperang, tapi tidak berniat dalam perangnya kecuali mendapatkan harta rampasan, maka baginya apa yang dia niatkan.” (Shahih, HR. Imam Ahmad dan lainnya)
Maka siapa yang berperang dengan tujuan duniawi, dia tidak akan mendapatkan kecuali apa yang diniatkannya walaupun jiwanya menjadi korban dan nyawanya melayang.
Keempat, Jelasnya Misi dan Tujuan
Ada seseorang datang kepada Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam dan berkata,
الرَّجُلُ يُقَاتِلُ لِلْمَغْنَمِ وَالرَّجُلُ يُقَاتِلُ لِلذِّكْرِ وَالرَّجُلُ يُقَاتِلُ لِيُرَى مَكَانُهُ فَمَنْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ قَالَ مَنْ قَاتَلَ لِتَكُونَ كَلِمَةُ اللَّهِ هِيَ الْعُلْيَا فَهُوَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ
Ada seseorang berperang untuk mendapatkan ghanimah, ada seseorang berperang untuk ketenaran, dan ada seseorang berperang untuk mendapatkan kedudukan, maka manakah yang fi sabilillah?” Beliau menjawab, “Siapa yang berperang supaya kalimat Allah menjadi tertinggi, maka dialah yang fi sabilillah.” (Muttafaq ‘alaih)
Sesungguhnya misi dan tujuan seorang muslim dalam berjihad sangatlah agung dan mulia, yaitu untuk meninggikan kalimat Allah. Dia harus sangat menjaga niatnya agar tidak melenceng. Jangan sampai niat berperangnya karena sebatas semangat, sombong, fanatisme golongan, atau untuk mendapatkan dunia.
Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa terbunuh karena membela bendera kefanatikan yang menyeru kepada ‘ashabiyah (fanatik golongan) atau mendukungnya, maka matinya seperti mati Jahiliyah.” (HR. Muslim)
Dan dalam hadits lain, “Bukan dari umatku orang yang menyeru kepada ‘ashabiyah (fanatisme golongan), dan bukan dari umatku orang yang berperang di atas ‘ashabiyah, dan bukan dari umatku orang yang mati di atas ‘ashabiyah.” (HR. Abu Dawud)
Maka seorang muslim harus jelas niatnya dalam berperang, tujuannya harus lurus tidak boleh salah dan melenceng.
Apa tujuan dalam jihad?
Apabila tujuan jihad untuk menegakkan syariat Allah maka inilah yang benar. Namun apabila tujuannya untuk merebut sebidang tanah atau negeri lalu mengaturnya dengan hukum jahiliyah, maka sungguh itu adalah tujuan yang sangat buruk dan tercela. Karenanya harus jelas tujuan berperangnya dan berada di bawah naungan bendera yang terang laksana terangnya matahari. [PurWD/voa-islam.com]