Wasiat Terbaru Ustadz Abu Bakar Ba'asyir untuk Para Mujahid

27.4.10

Penjelasan Resmi Kementerian Urusan Syariah Daulah (Pemerintahan) Islam Iraq

Iraq (Arrahmah.com) Berikut penjelasan resmi Kementerian Urusan Syariah Daulah (Pemerintahan) Islam Iraq kepada umat Islam atas syahidnya Syekh Abu Umar Al Baghdady & Syekh Abu Hamzah Al Muhajir (Syekh Abu Ayyub Al Misry) yang dirilis oleh Markaz Al Fajr Publishing.


بسم الله الرحمن الرحيم

Penjelasan Resmi Kementerian Urusan Syariah Daulah (Pemerintahan) Islam Iraq
 Kepada Umat Islam
Atas Syahidnya Syekh Abu Umar Al Baghdady & Syekh Abu Hamzah Al Muhajir (Syekh Abu Ayyub Al Misry)

Segala puji milik Allah Robb semesta alam, sholawat dan salam semoga terlimpah untuk pemimpin umat yang putih bersih pada hari kiamat, imam mujahidin Nabi Muhammad, untuk keluarganya dan sahabatnya, seluruhnya...
Wa, ba'du :
Allah Ta'alla berfirman:
وَكَأَيِّنْ مِنْ نَبِيٍّ قَاتَلَ مَعَهُ رِبِّيُّونَ كَثِيرٌ فَمَا وَهَنُوا لِمَا أَصَابَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَمَا ضَعُفُوا وَمَا اسْتَكَانُوا وَاللَّهُ يُحِبُّ الصَّابِرِينَ * وَمَا كَانَ قَوْلَهُمْ إِلَّا أَنْ قَالُوا رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا وَإِسْرَافَنَا فِي أَمْرِنَا وَثَبِّتْ أَقْدَامَنَا وَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ
"Berapa banyak Nabi yang berperang bersama sekelompok banyak (pengikutnya), mereka tidak lemah terhadap apa yang menimpa mereka di jalan Allah, mereka juga tidak loyo dan kendor. Dan Allah mencintai orang-orang yang bersabar. Mereka tidak mengucapkan (sesuatu) melainkan perkataan, 'wahai Robb kami, ampunilah dosa-dosa kami dan sikap berlebihan kami dalam urusan kami, teguhkanlah kaki kami dan tolonglah kami dalam (melawan) kaum kafir." (Alu 'Imron: 146 - 147)
Wahai Umat Yang Mulia...
Setelah melewati perjalanan panjang yang penuh dengan pengorbanan dan perlawanan terhadap kebathilan beserta golongannya, dua ksatria kalian telah naik untuk menyusul rombongan para pemimpin yang telah meraih syahadah, rombongan para prajurit yang (berani) maju ketika orang-orang pada mundur. Mereka telah bersabar mejalankan perintah Allah ketika manusia tidak sabar. Mereka telah bersabar melawan musuh-musuh Allah. Mereka telah ber-ribath di perbatasan Islam. Padahal kematian telah menanti mereka di bumi maupun di udara, di setiap sudut dan di setiap tempat...
Demi Allah, kami merasa mulia untuk mengumumkan berita kehilangannya umat Islam untuk yang kesekian kalinya, (yakni) dua komandan jihad dan dua perwira yang tidak diketahui mengenai mereka, kecuali sebagai prajurit yang teguh di atas jalan jihad seburuk apapun cobaan, kerasnya ujian dan banyaknya (jumlah) musuh. Sehingga Allah membukakan pintu baru untuk menegakkan diin melalui kedua tangan mereka berdua dan untuk menerapkan syari'ah Robb semesta alam di bumi 'Iraq.
Allah telah mengangkat nama mereka berdua dan Dia jadikan nama mereka berdua sebagai penyumbat tenggorokan orang-orang kafir. Membunuh mereka adalah tuntutan dalam perang salib. Orang-orang kafir telah menyiapkan rombongan spionase, pasukan agen, gerombolan intelijen dan satelit mata-mata. Hingga Allah menghendaki kepergian dua ksatria ini sebagai syahid di jalan Allah, demikian kami menyangkanya sedangkan Allah yang paling mengetahui mereka berdua.
Meskipun rasa sedih menyelimuti hati kami dengan mengumumkan kabar seperti ini, demi Allah, sungguh kami tidak mengatakan kecuali (untuk) mencari ridho Robb kami, "innaa lillahi wa innaa ilaihi rooji'un." Kami memohon kepada Allah untuk menerima kedua pemimpin ini sebagai syahid di jalan-Nya, memberi mereka rizki surga firdaus.
وَمَنْ أَوْفَى بِعَهْدِهِ مِنَ اللَّهِ فَاسْتَبْشِرُواْ بِبَيْعِكُمُ الَّذِي بَايَعْتُم بِهِ وَذَلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
"dan siapakah yang lebih menepati janjinya daripada Allah? Maka bergembiralah dengan penjualan yang telah kalian lakukan, dan yang demikian itu adalah keberuntungan yang besar." (at-Taubah: 111)

Semoga kami bisa menenangkan Ahli Siddiq (orang-orang jujur) dari kalangan kaum muslimin di belahan bumi timur dan barat, khususnya para masyayikhul ummah, para komandan jihad di bumi Afghan, Pakistan, Jazirah 'Arab, bumi Shomal, Maghrib Islamiy, dan Syam. Kami juga tidak melupakan penyejuk mata di bumi Qowqaz perwira, demikian juga di Philipina dan Indonesia, dan Nigeria...kami tenangkan mereka bahwa pemerintahan Daulah Islam di 'Iraq dengan izin Allah telah dipegang oleh tangan-tangan yang kuat.
Dengan karunia Allah perintahnya dapat dilaksanakan. Dan dengan izin Allah, Islam tidak akan diserang dari arah kami. Sungguh kedua syaykh ini -semoga Allah menyayangi keduanya- beserta majlis syuro telah memperhitungkan hari ini dengan baik. Mereka telah menyiapkan persiapan untuk hari itu, dan mereka talah menetapkan urusan itu sebelumnya. Bagaimana tidak, tidak berlalu satu saat pun dalam kehidupan beliau berdua kecuali dalam kancah menghadapi maut dan bombardier musuh, dimana dua hal tersebut tidak pernah luput dari hadapan beliau berdua.
Sungguh di waktu ini, kami ingatkan saudara seagama dan para pembela Daulah Islam disetiap tempat dari kalangan orang-orang yang hatinya tergantung dengan kedua syaykh ini, kami berikan berita gembira kepada mereka; bahwa terbunuhnya para komandan dan gugurnya mereka di medan perang adalah bagian dari hal-hal yang lazim dalam jihad dan bagian dari sunnah Allah terhadap hambanya.
Sebagaimana dengan yakin kami menyangka bahwa hal ini adalah tanda atas benarnya manhaj dan kejujuran orang-orang yang menempuh jalan ini. Sebagaiamana (kami yakin) bahwa darah mereka adalah salah satu sebab (turunnya) barokah, tamkiin dan kemenangan dari Robb semesta alam. Demi Allah, ksatria kami tidak pergi (gugur) di medan perang ini, melainkan (pasti) Allah berikan kemenangan yang tak disangka kepada kami dengan darahnya. Karena barokah jihad kami adalah dengan darah para pemimpin kami.
Maka wahai saudara tauhid, tetaplah teguh terhadap jalan kebaikan yang kalian tempuh untuk membela diin Allah dan wali-wali-Nya. Berjalanlah di atas jalan yang karenanya kedua syaykh ini terbunuh. Jadikan darah kedua amir ini sebagai cahaya dan api... cahaya yang menerangi jalan kalian serta meringankan urusan kalian, dan api bagi musuh-musuh millah dan diin ini.
إِن يَمْسَسْكُمْ قَرْحٌ فَقَدْ مَسَّ الْقَوْمَ قَرْحٌ مِّثْلُهُ وَتِلْكَ الأيَّامُ نُدَاوِلُهَا بَيْنَ النَّاسِ وَلِيَعْلَمَ اللّهُ الَّذِينَ آمَنُواْ وَيَتَّخِذَ مِنكُمْ شُهَدَاء وَاللّهُ لاَ يُحِبُّ الظَّالِمِينَ
"jika kalian ditimpa luka, sungguh mereka juga ditimpa luka yang sama. Dan itulah hari-hari yang kami pergilirkan di antara manusia dan supaya Allah mengetahui orang-orang yang beriman dan mengambil sebagian kalian sebagai syuhada'. Dan Allah tidak menyukai orang-orang yang zhalim." (Ali 'Imron: 140)


Ingatlah bahwa kalian di sini di Daulah Islam, memiliki saudara-saudara yang telah memecahkan sarung pedang mereka. Mereka meninggalkan keluarga, tempat tinggal dan kenikmatan hidup, sedangkan lisan keadaan mereka mengucapkan sebagaimana yang dikatakan oleh Salim Maula Abu Hudzayfah r.a ketika dikatakan kepadanya : "sesungguhnya kami takut untuk mendahului dalam memperoleh kesyahidan. Maka jawab beliau : "Amat buruk pembawa Al Qur'an jika aku kalian dahului dalam memperolehnya."

Adapun perincian insiden (wafatnya kedua syaykh) ini, sungguh orang-orang yang menjadikan dusta sebagai agama telah melakukan manipulasi. Kaum salibis dan antek-antek mereka yang memanipulasi berita telah berselisih dan menisbatkan kemenangan pada diri mereka. Padahal hakekat kejadian itu; bahwa Amiirul mu'miniin rahimahullah telah sampai di salah satu tempat persinggahan di distrik itu sembari menerima para tamu untuk memutuskan sebagian urusan daulah. Dan perjumpaan itu juga dihadiri oleh menterinya yang pertama yakni Abu Hamzah al-Muhajir.
Namun, ketika pasukan penyerang telah sampai, terjadilah baku tembak dengan tim penjaga. Hal ini memaksa pasukan penyerang untuk mundur. Mereka tidaklah berani memasuki wilayah dan kaki mereka tidak pula menginjak tempat kejadian, kecuali setelah para pengecut itu membom-bardir sejumlah target dengan pesawat yang di antaranya adalah rumah itu. Mereka pun yakin telah menghancurkan seluruh target dan membunuh siapa saja yang ada di dalamnya. Kemudian mereka terkejut dengan keberadaan dua syaykh rahimahumahumallah.
Dan inilah kebiasaan mereka. Karena sesungguhnya mereka adalah orang yang paling rendah dan paling hina untuk berhadapan dengan Ahli Tauhid sebagai lelaki. Apalagi (jika berhadapan) dengan syaykh yang pemberani, Amiirul Mu'miniin al-Quroysyi al-Baghdadiy dan Singa Islam Abu Hamzah al-Muhajir.
Kami ingatkan kaum muslimiin bahwa aliansi salibis - rofidhah akan terus menerus mengambil keuntungan dari peristiwa ini, mengembangkan peristiwa ini dan menekan media masa untuk memoles gambaran perangkat keamanan yang rusak milik pemerintahan Zona Hijau. Dan pengumuman kemenangan semu melawan mujahidin adalah satu hal yang sangat mereka butuhkan setelah serangan-serangan para mujahidin mengguncang pilar-pilar negara mereka dan menjatuhkan sisa-sisa kehebatan mereka. Sebagaimana pasukan salibis sangat butuh untuk menutupi media massa dan hasil (siaran) dari televisi yang membenarkan penarikan yang ditetapkan oleh pemerintah Amerika yang memerintahkannya setelah mereka kehilangan keinginan untuk lebih lama berhadapan dengan para mujahidin dan (untuk) memerangi mereka di bumi ini (Iraq). Maka janganlah terepengaru oleh bualan mereka.
وَلا تَهِنُوا وَلا تَحْزَنُوا وَأَنْتُمُ الْأَعْلَوْنَ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ.
"Janganlah kalian lemah dan janganlah kalian sedih sedangkan kalian adalah orang-orang yang tingg jika kalian beriman." (Alu 'Imron: 139)

Sebagai ganti dari kesedihan hati kami setelah membaca penjelasan ini, kami umumkan juga berita gembira yang paling utama yang akan datang selanjutnya -dengan izin Allah-, setelah Allah memberikan karunia kepada para mujahidin dengan sempurna.
Berita gembira ini khususnya mengenai bergabungnya sebagian besar orang-orang yang jujur dengan rombongan Daulah Islam. Dan orang-orang yang memulai dialog dengan mereka sebelum dan sesudah adalah saran Syaykh Abu 'Umar rahimahullah. Dialog ini menghasilkan bergabungnya beberapa jama'ah dengan Daulah Islam, diawal barisannya adalah Jama'ah Jaisy Abu Bakar As-Salafiy, yang mana banyak dari anggotanya bergabung dengan Daulah Islam.
Sungguh diharapkan dari pengumuman tentang perkara ini supaya kelompok lainnya yang tersisa juga bergabung. Kami memohon pada Allah agar memberikan taufiq kepada siapa yang berselisih di antara mereka dan agar menetapi kebenaran dalam menyatukan kalimat kaum muslimiin, sebagai aplikasi terhadap kewajiban ini dan untuk membuat marah agama orang-orang kafir yang kami katakan kepada mereka;
Demi Allah, bergembiralah dengan apa yang kalian benci wahai para pengecut. Kegembiraan kalian tidak akan berlangsung lama wahai orang-orang najis lagi buruk. Jika Allah memang menetapkan kedua syaykh ini terbunuh di waktu ini, sesungguhnya mereka berdua meninggalkan sebuah generasi yang tidak tertandingi yang tumbuh di atas pengawasan mereka berdua. Berhati-hatilah kalian terhadap mereka pada hari-hari yang menjadikan belahan rambut anak-anak kalian beruban. Ingatlah selalu bahwa rahim yang telah melahirkan Khatthab, Syamil, al-Mishriy, al-Liibiy, al-'Uyayriy, Abul Baro' al-Jazaa-iriy, Abun Nuur al-Maqdisiy, az-Zarqawiy, dan para pahlawan lainnya, masih selalu mengandung orang-orang seperti mereka. Sungguh bumi telah mengeluarkan barokahnya. Umat yang mendapat rahmah ini telah melepaskan buah hatinya dengan ringan di jalan Allah demi meninggikan kalimat-Nya dan demi membela diin-Nya. (Hasil) perang akan terus bergilir dan hasil akhir kemenangan hanya bagi orang-orang yang bertaqwa.
وَتِلْكَ الأيَّامُ نُدَاوِلُهَا بَيْنَ النَّاسِ وَلِيَعْلَمَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُواْ وَيَتَّخِذَ مِنكُمْ شُهَدَاء وَاللَّهُ لاَ يُحِبُّ الظَّالِمِينَ * وَلِيُمَحِّصَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُواْ وَيَمْحَقَ الْكَافِرِينَ [آل عمران: 140-141].
"Hari-hari itu kami pergilirkan di antara manusia, supaya Allah mengetahui orang-orang yang beriman dan menjadikan sebagian kalian sebagai syuhada'. Dan Allah tidak menyukai orang-orang yang zhalim. Dan supaya Allah menyaring orang-orang yang beriman dan melenyapkan orang-orang kafir." (Ali 'Imron: 140 - 141)

{وَاللَّهُ غَالِبٌ عَلَى أَمْرِهِ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ}
"Allah maha menang di atas segala urusan-Nya. Akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui(nya)."

Hamba yang faqir
Abul Walid 'Abdul Wahhab al-Masyhadaniy
Kementeri Urusan Syariah Daulah Islam Iraq
Sumber : Markaz Al Fajr Publishing
(Yusuf Al Indunisi/arrahmah.com)

konspirasi intelijen

Konspirasi Intelijen & Gerakan Islam Radikal                                                                   

26.4.10

Menyiapkan Jihad Aceh

Awal Januari 2009. Sebuah iklan di koran lokal berisi kisah penindasan di Palestina yang diikuti pendaftaran calon mujahidin membakar semangat Baili (24), santri dari Dayah, pesantren di Blang Pidie, Aceh Barat Daya, Nanggroe Aceh Darussalam.
Anak keenam dari delapan bersaudara dari Desa Alue Bilie, Nagan Raya, ini segera menuju ke Banda Aceh untuk mendaftarkan diri. “Saya ingin membantu Palestina yang ditindas. Tetapi, saya miskin, hanya bisa berjihad dengan tenaga,” ujar Baili mengisahkan alasannya mendaftar sebagai relawan ke Palestina yang diprakarsai Front Pembela Islam (FPI) itu.
“Dari 400-an pendaftar dari seluruh Aceh, dipilih 125 orang. Baili termasuk yang terpilih,” kata Yusuf Al Qardhawi, Ketua FPI wilayah NAD.
Baili berkenalan dengan Munir alias Abu Rimba (25), anak desa dari Lamtamot, Kecamatan Lembah Seulawah, Aceh Besar, yang juga lolos seleksi. Munir juga berasal dari keluarga miskin. Mereka sama-sama menjadi saksi perang Aceh. “Saya dulu simpatisan Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Namun, karena masih terlalu kecil, akhirnya belajar di Dayah dulu,” kata Baili.
Kepada teman-temannya, Abu Rimba mengaku sebagai mantan anggota GAM Gajah Keng, GAM di wilayah Aceh Besar. Beberapa kali ia membanggakan bahwa dirinya mahir menggunakan senjata AK-47, senjata api yang biasa dipakai GAM kala itu. Namun, mantan Panglima GAM Gajah Keng Tajudin (35) menjelaskan, nama Munir alias Abu Rimba tak terdaftar. “Mungkin dia mengaku GAM biar dianggap hebat,” ujarnya.
Untuk tahap awal, 15 dari 125 relawan yang terpilih dikirim ke Dayah Darul Mujahidin, Gampong Blang We Panjoe, Kecamatan Blang Mangat, Kota Lhokseumawe. Dayah itu dipimpin Teungku Muslim Attahiri, ulama yang dikenal amat bersemangat menyerukan syariat Islam di Serambi Mekkah. Bersama santrinya, mereka gencar melakukan razia di jalanan untuk mencari pelanggar Qanun (Peraturan Daerah) Syariat Islam.
Selama empat hari, 15 orang itu mendapat pelatihan paramiliter, termasuk pengenalan senjata api. Seorang pelatihnya adalah Sofyan Tsauri, mantan anggota kepolisian yang ditangkap pekan lalu karena diduga terlibat dalam terorisme.
Dari Aceh Utara, 15 orang kemudian dikirim ke Markas Pusat FPI di Jakarta. Di sana mereka kembali dilatih paramiliter. “Saya disiapkan menjadi tenaga medik. Diajari obat-obatan dan bela diri, tetapi tidak memakai senjata api,” ungkap Baili.
Di sela-sela pelatihan itulah, Baili dan kawan-kawannya, termasuk Abu Rimba, beberapa kali diundang ke rumah Sofyan di Depok. Akhirnya, ujar Yusuf, FPI batal mengirimkan relawan yang dilatih, termasuk yang berasal dari Aceh, ke Palestina.
Setelah masa pelatihannya dengan FPI berakhir, Baili dan beberapa kawannya didekati Sofyan kembali. ”Dia mengajak untuk berjihad di Indonesia,” kata Baili.
Namun, ia mengaku tak setuju dengan doktrin jihad yang disampaikan Sofyan. “Tujuan saya awalnya betul-betul jihad ke Palestina, bukan di dalam negeri. Apalagi mereka menyebutkan boleh membunuh dan mengambil harta saudara yang dianggap sesat,” katanya.
Baili lalu memutuskan bekerja sebagai penjaga keramba ikan di Waduk Saguling, Kabupaten Bandung, untuk mengumpulkan ongkos pulang kembali ke Aceh. Sejak itu, ia kehilangan kontak dengan Abu Rimba dan kawan-kawannya. Hampir sembilan bulan ia berada di sana untuk mengasingkan diri dan bekerja sebelum akhirnya kembali ke Aceh beberapa hari lalu. “Saya kaget ketika beberapa kawan menjadi buron polisi karena diduga ikut kelompok teroris,” kata Baili, ditemui di sebuah desa di Banda Aceh.
Yusuf mengatakan, dari 15 orang yang dikirim mengikuti pelatihan di Jakarta, hanya tujuh yang kembali. “Saya tak tahu ke mana sisanya. Saya khawatir mereka ikut kelompok teroris itu. Tiga di antaranya ditetapkan sebagai DPO polisi,” katanya.
Pada April 2009, Mukhlis, seorang anak yang pernah dikirim FPI ke Jakarta, ditangkap Poltabes Banda Aceh karena kepemilikan senjata api. Sebulan kemudian, anak lainnya, Muhibuddin, juga tertangkap polisi dengan alasan yang sama. Sesudah itu, gerak-gerik “calon mujahidin” ini nyaris sunyi.
Menyiapkan Aceh
Namun, sebuah rencana besar disiapkan. Sebuah sel kelompok bersenjata yang ditanam pascatsunami Aceh tahun 2006 mulai dibangkitkan. Yudi Zulfahri (27), seorang pegawai negeri sipil (PNS) di Banda Aceh, menjadi kunci untuk menyiapkan jejaring itu.
Warga Keutapang, Aceh Besar, yang ditangkap dalam penyerbuan polisi di Krueng Linteng, Jalin, Aceh Besar, pada 22 Februari lalu, mengaku memiliki dorongan pribadi untuk mencari ilmu agama sejak duduk di tahun terakhir STPDN pada 2006. Ia mengaku hampir ikut kelompok Negara Islam Indonesia (NII) yang kerap merekrut mahasiswa di berbagai kampus. Namun, dia membatalkan niatnya setelah berkonsultasi dengan seorang ustaz di Jatinangor, Jawa Barat.
Setelah itu, Yudi rajin membaca buku tentang agama dan menonton VCD tentang jihad. Dari satu VCD yang dimilikinya, ia mengenal sosok Halawi Makmun dan Fauzan Al-Anshari. Karena terkesan, ia lalu mencari tahu nomor telepon Halawi dari seorang teman di Aceh. “Beliau pernah datang ke Aceh setelah dilanda tsunami. Sejak itu, saya sering konsultasi dengan beliau melalui telepon,” katanya.
Awal 2007, Yudi mangkir dari pekerjaannya dan pergi ke Bandung untuk berbisnis pulsa dan baju. Di Jatinangor, ia mengikuti pengajian Halawi. Berdasarkan data Pemerintah Kota Banda Aceh, status Yudi masih tetap PNS.
Akhir 2007, Yudi pindah mencari kerja di Jakarta. Ia lalu mengontrak di Jagakarsa di belakang Perumahan Tanjung Mas, Jakarta Selatan. Dia kerap mengikuti kelompok pengajian kecil yang dipimpin Aman Abdurrahman alias Oman Rahman, yang pernah ditangkap dalam kasus peledakan bom Cimanggis, Maret 2004. Salah satu dari murid Aman adalah Kamal, yang lalu menjalin hubungan akrab dengan Yudi.
Secara hampir bersamaan, di Lenteng Agung, Jakarta, Yudi berkenalan dengan Sofyan Tsauri. Bersama Sofyan, ia juga ikut berbisnis soft gun, senjata mainan. Yudi segera dekat dengan Sofyan yang juga gemar mengoleksi buku-buku mengenai jihad. Apalagi istri kedua Sofyan juga berasal dari Aceh dan Sofyan juga pernah menjadi relawan Aceh lewat Bulan Sabit Merah.
Akhir 2008, Yudi memutuskan kembali bekerja di Pemkot Banda Aceh. Tak berapa lama, Sofyan berkunjung bersama istrinya. Dari perbincangan dengan Sofyan, digagas perlunya membentuk basis pelatihan di Aceh untuk berjuang menegakkan syariat Islam sepenuhnya.
Saat itu, Yudi mengaku memiliki komunitas kecil yang sepaham soal jihad. Komunitas kecil warga lokal itu dikenalnya setelah mengikuti pengajian seorang ustaz. Namun, ustaz itu tidak memiliki paham yang sama dengan mereka soal jihad.
Awal 2009, Sofyan kembali lagi ke Aceh dengan membawa seseorang bernama Mus’ab. Tiga hari kemudian, datang Hamzah (yang diketahuinya belakangan sebagai Dulmatin). Mereka membicarakan rencana pembukaan kamp pelatihan di Aceh. Namun, rencana itu tertunda ketika pada 17 Juli 2009 terjadi peledakan bom di Hotel JW Marriott dan Ritz-Carlton di Kuningan, Jakarta.
Yudi dan beberapa rekannya mulai mencari lokasi dan mengumpulkan perlengkapan, mulai dari senjata sampai logistik. Senjata diperoleh Yudi melalui Sofyan, yang mendapatkannya dari Trisno (masih buron). Dari jaringan Sofyan, Yudi mendapatkan lima pucuk senjata (M-16 dan AK-47). Ia mengaku memperoleh uang dari Hamzah alias Dulmatin. Yudi juga kerap datang ke kontrakan Hamzah di Pamulang, Tangerang Selatan, Banten.
Sumber : Kompas

Jihad & Daulah Islam Iraq Masih Berlanjut

Baghdad. Selamat jalan duhai mujahid. Ucapan ini kami sampaikan atas gugurnya Amirul Mu’minin (pimpinan) Daulah Islam Iraq, Syekh Abu Umar Al Baghdady, dan pimpinan militernya, Syekh Abu Ayyub al Masri. Keduanya gugur syahid (Insya Allah) diserang musuh-musuh mereka dari darat dan udara, 18 April 2010. Mati satu tumbuh seribu. Telah gugur ribuan mujahid di masa lalu. Demikianlah sunatullah, jihad akan terus berlangsung, dan semoga Daulah Islam Iraq tetap Berjaya. Insya Allah!
Statemen Resmi Daulah Islam Iraq

Al Qaida Irak telah memberikan konfirmasi yang ditunggu-tunggu beberapa hari terakhir ini mengenai desas-desus gugurnya dua pemimpin mereka. Akhirnya statemen mereka diposting di internet yang menyatakan bahwa kedua pemimpin mereka benar telah gugur dalam serangan gabungan antara pasukan Amerika dan Irak sepekan lalu.
Berita gugurnya pemimpin Al Qaida Iraq Abu Ayyub al Masri dan Abu Umar al Baghdadi sang amirul Daulah Islam Irak diposting di forum internet yang biasa memuat pernyataan-pernyataan mereka pada hari Ahad ini. Pernyataan ini ditanda tangani oleh Abu al Walid Abdul Wabbab al Mashadani, atau yang diketahui sebagai Menteri Syariah Daulah Islam Irak atau yang juga dikenal sebagai Abu Hamza al Muhajir. Abu Umar al Baghdadi gugur insya Allah syahid pada tanggal 18 April lalu di Thar-Thar, 80 km (50 mil) baratlaut Baghdad.
Pernyataan tersebut menyebutkan, “Menteri Syariah Daulah Islam Irak, Abu Walid Abdul Wahhab al Mashdani menginformasikan bahwa kedua pemimpin Al Qaida tersebut gugur saat menghadiri pertemuan ketika pasukan musuh menyerang tempat pertemuan mereka dari darat dan udara.”
“Beliau mengatakan bahwa” Tentara Salib ‘dan Syiah akan mengeksploitasi insiden itu untuk meningkatkan citra layanan keamanan Irak dan memberikan kepada aliansi musuh’ ilusi ‘kemenangan setelah insiden korban massal yang dilakukan oleh Daulah Islam Irak di Baghdad.”
Dengan datangnya statement resmi dari Daulah Islam Irak ini maka kabar awal mengenai gugurnya dua pemimpin perjuangan Irak beberapa hari lalu yang masih diragukan kebenarannya terbantahkan sudah. Keduanya benar telah gugur dan beberapa saat lagi pasti juga akan keluar statement baru mengenai para pengganti keduanya.
Source : muslimdaily/ansar

24.4.10

Wazirstan Utara, Surga Baru Bagi Pejuang Asing dan Taliban Pakistan

Islamabad  – Mereka tidak pernah ditaklukkan, tidak peduli apapun yang diklaim Pakistan bahwa mereka telah dikalahkan Sebaliknya, para pejuang Taliban dan Al-Qaida hanya berpindah ketempat baru. Dan mereka masih berada didekat perbatasan Afghanistan.
Beberapa bulan setelah pasukan Pakistan mengusir mereka dari Waziristan Selatan, para pejuang Al-Qaeda dan Taliban ini telah membentuk basis baru jauh di utara, di bawah perlindungan seorang pemimpin pejuang yang telah memutuskan kesepakatan dengan tentara Pakistan, menurut laporan para warga, para militan dan dari koresponden Associated Press yang mengunjungi wilayah tersebut baru-baru ini .
Para pejuang tersebut- termasuk orang Arab, Chechen, dan Uzbek – berlalu-lalang melalui pasar-pasar, seringkali kerestoran dan sering menonton film-film jihad atau surfing web di kafe-kafe Internet, sedangkan senjata mereka bersandar diatas meja. Pasukan Pakistan melambaikan tangan mereka melalui pos-pos pemeriksaan meskipun mereka bersenjata dengan senapan serbu dan peluncur roket.
Ini adalah tempat VIP baru di wilayah Pakistan yang paling berbahaya, Waziristan Utara.
Gelombang dari para pejuang ini di Waziristan Utara dalam beberapa bulan terakhir menambah tekanan pada tentara untuk melancarkan serangan di sana, dan menimbulkan pertanyaan atas kebijakan pembuatan perjanjian dengan Gul Bahadur dan para komandan pejuang Muslim lainnya yang mengancam pasukan Amerika Serikat di Afghanistan, tetapi tidak menyerang sasaran-sasaran di Pakistan.
..Para pejuang tersebut- termasuk orang Arab, Chechen, dan Uzbek – berlalu-lalang melalui pasar-pasar, seringkali kerestoran dan sering menonton film-film jihad atau surfing web di kafe-kafe Internet, sedangkan senjata mereka bersandar diatas meja..
Bahadur setuju untuk tidak membantu sesama pejuang Muslim selama serangan tahun lalu di Waziristan Selatan sebagai bagian dari kesepamahaman yang dicapai dengan tentara. Sebagai gantinya, tentara tidak akan menyerang wilayahnya di utara. Sekarang tampak bahwa perjanjian ini telah menjadi bumerang pada tentara, memungkinkan para militan yang dianggap Pakistan sebagai ancaman terhadap keamanan untuk berkumpul kembali di tanah Bahadur.
Pihak militer mengatakan mereka tidak bergerak ke Waziristan Utara karena tidak memiliki cukup pasukan untuk melakukan serangan secara efektif. Namun para kritikus mengatakan pasukan Pakistan sedang menahan diri karena tidak ingin memutuskan aliansi dengan faksi pejuang yang berperang tepat di seberang perbatasan di Afghanistan, percaya bahwa para pejuang Muslim suatu hari akan melayani kepentingan Pakistan di sana.
Itu membuat Waziristan Utara suatu tujuan memikat bagi para pejuang, meskipun rudal Amerika secara teratur menghantam daerah tersebut. Semua kecuali dua dari 27 serangan rudal yang ditembakkan dari pesawat tanpa awak drone sejak Januari telah mencapai target di sebelah utara, menurut hitungan oleh AP.
Taliban Pakistan, para pejuang dari Arab dan Uzbek yang baru tiba dari Waziristan Selatan sekarang sering terlihat di kota-kota besar di utara, Mir Ali dan Miramshah, yang berada di bawah kendali Bahadur, menurut warga di sana dan dua wartawan AP di daerah tersebut.
Taliban Pakistan juga telah mendirikan pusat komando dan kontrol di pasar Mir Ali, di mana mereka berkomunikasi melalui radio dengan kelompok lain di daerah suku, para saksi mengatakan.
Menanggapi kedatangan “para tamu” dari Waziristan Selatan, salah seorang ajudan Bahadur mengatakan “Dalam adat suku dan tradisi, kita terikat untuk menjadi tuan rumah bagi saudara dari Waziristan Selatan. Kita seperti saudara dan kami saling mendukung,” katanya. “Kami tidak punya kekhawatiran bahwa sikap kita terhadap Taliban Pakistan di daerah kami akan mengundang serangan tentara. Mengapa haru seperti ini? Baik Kami maupun orang-orang Taliban Pakistan telah menyebabkan masalah untuk tentara di Waziristan Utara.”
Sebelum meluncurkan serangan di Waziristan Selatan, tentara Pakistan mengakui melanggar perjanjian dengan Bahadur.
..kita terikat untuk menjadi tuan rumah bagi saudara dari Waziristan Selatan. Kita seperti saudara dan kami saling mendukung,” katanya.
Pada hari Rabu, jurubicara militer Pakistan Mayor Jenderal Athar Abbas membantah tentara punya kesepakatan yang sedang berlangsung dengan Bahadur untuk tidak menyerang wilayah itu, dan mengatakan pemerintah daerah mungkin memiliki pengaturan dengan para pemimpin suku di wilayah itu untuk menjamin perdamaian di sana.
Tapi analis keamanan dan para penduduk membantah hal ini, mengatakan jelas ada gencatan senjata sejenis di wilayah ini.
Abbas berkeras tentara tidak menyerahkan utara kepada militan, mengatakan tentara yang berjumlah sekitar 25.000 pasukan ditempatkan di sana yang melakukan operasi skala kecil, target operasi terhadap para pemberontak.
Setiap operasi tersebut jarang dilaporkan.
Taliban Pakistan menyebarkan selebaran dua bulan lalu memanggil para pejuang mereka untuk menghindari aktivitas “kriminal” dan campur tangan dalam urusan internal daerah.
Tentara mulai beroperasi di Waziristan Selatan pada bulan Oktober melawan Taliban Pakistan, kelompok pejuang Muslim yang mengaku bertanggung jawab atas banyak ratusan bom bunuh diri yang menimpa negara tersebut selama dua tahun terakhir.
Operasi ini merebut kembali daerah tersebut dalam waktu sekitar dua bulan, namun sebagian besar pejuang dapat selamat dan tidak ada seorangpun dari para komandan mereka yang ditangkap atau dibunuh.
Di Washington, seorang pejabat senior militer mengkonfirmasi bahwa para pejuang menyebar dari Waziristan Selatan, termasuk beberapa di utara dan yang lainnya ke Afghanistan. Mereka termasuk pejuang asing, katanya pada kondisi namanya rahasiakan karena melibatkan intelijen.
Militer sejak diluncurkan operasi udara dan darat di daerah kesukuan Orakzai, di mana ia mengatakan banyak dari mereka yang melarikan diri Waziristan Selatan telah tewas. Tetapi beberapa analis mengatakan mereka meyakini bahwa Waziristan Utara juga merupakan rumah bagi sebagian besar pejuang, termasuk para pemimpin mereka.
..dia dan sekutunya para pemimpin pejuang Muslim lain di utara, di antara mereka Jalaluddin Haqqani, secara teratur mengirimkan orang untuk melawan Amerika Serikat dan pasukan NATO di Afghanistan..
“Taliban menerima deklarasi perlindungan dan tempat tinggal di Waziristan Utara. Masalahnya sekarang untuk berapa lama ini dapat dipertahankan,” kata Imtiaz Gul, direktur Pusat Penelitian dan Studi Keamanan di Islamabad. “Jika Anda melihat menigkatnya tindakan antara Pakistan dan militer AS, akan sulit bagi Gul Bahadur untuk menjaga orang-orang tersebut dan tidak diganggu.”
Bahadur, yang pasukan tidak melakukan serangan di Pakistan, dianggap sebagai “Taliban yang baik” oleh badan-badan keamanan Pakistan. Tapi dia dan sekutunya para pemimpin pejuang Muslim lain di utara, di antara mereka Jalaluddin Haqqani, secara teratur mengirimkan orang untuk melawan Amerika Serikat dan pasukan NATO di Afghanistan.
Tapi sebuah uptick dalam pemboman dalam beberapa pekan terakhir di kota-kota Pakistan setelah tiga bulan yang relatif tenang akan menambah panggilan untuk tindakan di utara.
“Serangan selama beberapa hari terakhir ini berarti Taliban telah tertata kembali,” kata Mahmood Shah, seorang mantan kepala keamanan untuk wilayah kesukuan Pakistan. “Saya memahami kompleksitas meluncurkan operasi di Waziristan Utara, tapi saya pikir ini akan menjadi suatu keharusan.”
Beberapa warga mengatakan mereka melihat tanda-tanda bahwa serangan militer bisa datang – dari tentara memperbaiki pos-pos pemeriksaan di jalan-jalan yang sebelumnya ditinggalkan, untuk pejuang Taliban Pakistan yang menggunakan wilayah utara sebagai markas.
“Setelah operasi militer di Waziristan Selatan kami telah melihat orang-orang Arab, Uzbek dan Taliban Pakistan di pasar Miran Shah,” kata seorang guru sekolah di kota dekat perbatasan Afghanistan. “Saya senang dengan kesepakatan antara Gul Bahadur dan Pakistan, tapi saya takut operasi militer lain di daerah kami ketika aku melihat orang-orang ini bebas berkeliaran.” (syk/alm/voa-islam)

21.4.10

PESAN DARI USTADZ AMAN ABDURRAHMAN UNTUK SEMUA IKHWAN


Kepada semua ikhwan
Assalamu 'alaykum Wa Rahmatullahi Wa Barakatuhu
Segala puji hanya milik Allah yang menguji hamba-hamba-Nya dengan kesenangan dan kesulitan. Shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Nabi-Nya berikut keluarga dan sahabatnya.

Ikhwani fillah, ketahuilah bahwa tauhid itu mahal nilainya dan besar konsekuensinya, sehingga harus dibayar mahal dengan pengorbanan yang banyak baik itu keterbunuhan, kekejaman penyiksaan musuh maupun pemenjaraan ataupun perampasan harta benda.
Komitmen dengan tauhid di zaman ghurbah ini akan selalu diliputi rasa takut dan cemas dari kekejaman musuh sebagaimana yang dialami Nabi Musa dan pengikutnya di Mesir dan sebagaimana yang dialami Rasulullah dan para sahabat di awal Islam. Namun jangan sampai rasa takut dan cemas itu menyebabkan antum meninggalkan tauhid ini, karena itu adalah sifat orang-orang yang Allah cela di dalam Firman-Nya : "Dan di antara manusia ada orang yang beribadah kepada Allah di atas suatu tepi (kondisi), dimana bila dia mendapatkan kebaikan maka dia tentram dengannya, dan bila dia terkena fitnah (ujian/bencana) maka dia terpuruk ke belakang. Dia merugi (di) dunia dan di akhirat, dan itulah kerugian yang nyata." Al Hajj : 11
Yaitu orang-orang yang mau komitmen dengan tauhid di saat kondisi lapang dan senang dan saat kondisi mencekam dan takut mereka meninggalkannya.
Tapi hendaklah antum menjadi orang-orang yang bertambah keyakinannya akan kebenaran tauhid ini di saat semakin dahsyatnya permusuhan thaghut dan ansharnya terhadap penganut tauhid ini yang tidak rela diperbudak oleh mereka. Tapi andai antum berpaling dari tauhid ini, maka Allah akan mengganti antum dengan yang lain yang lebih mencintai Allah ta'ala, sebagaimana Firman-Nya : "Dan bila kalian berpaling, maka Allah akan mengganti (kalian) dengan kaum yang lain, kemudian mereka itu tidak seperti kalian." Muhammad: 38. Dan Firman-Nya: "Barangsiapa di antara kalian murtad dari agamanya, maka Allah akan mendatangkan suatu kaum yang dicintai-Nya dan mereka mencintai-Nya" Al Maidah: 54
Ikhwani fillah ..... bersabarlah sesaat untuk kenikmatan yang tidak akan sirna ... Perhatikanlah saudara-saudara antum yang sedang dipenjara ... santunlah keluarga-keluarga para syuhada dan yang tertahan di jalan Allah, mereka itu kaum fuqara yang sangat membutuhkan yang malu meminta, mereka hanyalah kaum Hawa dan anak-anak yang tidak berdaya kecuali meneteskan air mata kepedihan dan duka, merekalah orang-orang lemah yang doanya dikabulkan Allah. Rasulullah berkata "Kalian diberi kemenangan dan diberi rizqi itu hanyalah dengan sebab orang-orang lemah diantara kalian."
Ikhwani ... Apa yang ana yakini di dalam permasalahan tauhid beserta kaitannya dengan realita sekarang telah tertuang di dalam tulisan dan terjemahan ana, bersungguh-sungguhlah di dalam pengkajian, lapangkanlah dada untuk menerima kebenaran dan berdoalah selalu kepada Allah memohon bimbingan. Jangan biarkan syubhat membayangi keyakinan, karena bila syubhat itu dibiarkan ada di dalam pikiran, maka ia akan menjadi petaka bila disertai syahwat ingin hidup bebas leluasa layaknya orang yang tidak mengamalkan tauhid.
Oleh sebab itu tanggungilah syubhat dengan keyakinan yang bersumber dari ilmu Al Kitab dan As Sunnah, dan hadapilah syahwat dengan kesabaran.
Ana berdoa kepada Allah semoga memberikan bimbingan, keteguhan dan kesabaran dan husnul khatimah bagi kita semuanya ....
Amin ya Rabbal 'Alamin .....
Akhukum Fillah
Abu Sulaiman
Di Rutan PMJ
Source : Millah Ibrahim

Menjawab Syubhat Tidak Ada Jihad Tanpa Khalifah (1)


Sebagian pihak menyebarkan syubhat bahwa hari ini tidak ada kewajiban jihad karena tidak ada imam syar’i (khalifah) padahal jihad harus bersama imam. Orang-orang yang berjihad tanpa adanya khalifah pada zaman ini;  berdosa, akan kembali kepada adzab Allah dan berarti menangkap anak panah dari kemurkaan Allah dan menusukkan ke dadanya sendiri (bunuh diri).
Jawaban :
Memang benar bahwa urusan jihad sebagai salah satu urusan dien menjadi tanggung jawab khalifah. Sebagaimana penegakkan hudud, shalat, zakat dan seluruh urusan dien lainnya, khalifahlah yang paling bertanggung jawab. Karena itu seluruh ulama Ahlu Sunah wal Jama’ah, seluruh ulama Khawarij, seluruh ulama Murji’ah dan seluruh ulama Mu’tazilah bersepakat bahwa umat Islam wajib hukumnya menegakkan kekhilafahan dan mengangkat seorang khalifah.
Khalifahlah yang mengirim pasukan jihad minimal sekali setiap tahunnya untuk melebarkan dakwah melalui jihad ke negara-negara kafir. Khalifah juga mengadakan mobilisasi umum jika kondisi menuntut dan khalifah juga mengangkat komandan-komandan jihad, berdasar beberapa hadits antara lain:
Dari Buraidah radhiyallahu ‘anhu ia berkata,
كاَنَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ إِذَا أَمَّرَ أَمِيْرًا عَلَى جَيْشٍ أَوْ سَرِيَّةٍ أَوْصَاهُ فِى خَاصَتِهِ بِتَقْوَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ وَمَنْ مَعَهُ مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ خَيْرًا ثُمَّ قَالَ أُغْزُوْا بِسْمِ اللهِ فِى سَبِيْلِ اللهِ فَقَاتِلُوْا مَنْ كَفَرَ بِا للهَِ
"Adalah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam apabila mengangkat seorang amir pasukan dan ekspedisi selalu memberi wasiat khusus baginya dengan taqwa kepada Allah 'Azza wa Jalla dan kepada kaum muslimin lainnya untuk berbuat kebajikan. Lalu beliau bersabda, ”berperanglah dengan nama Allah, berperanglah fi sabilillah…!"
Namun terkadang dalam beberapa kondisi, kaum muslimin harus mengangkat sendiri komandan jihad tanpa adanya penunjukkan dari khalifah, contohnya dalam kondisi:
1- Komandan jihad yang telah diangkat oleh khalifah tidak ada (baik karena ditawan, terbunuh, atau karena lemah) dan kaum muslimin tidak mempunyai kesempatan untuk kembali kepada khalifah untuk menerima pengangkatan komandan jihad baru, serta saat itu kaum muslimin tidak mempunyai beberapa komandan jihad secara tertib atau seluruh komandan jihad yang diangkat khalifah telah habis terbunuh.
2- Kaum muslimin atau sekelompok kaum muslimin mengadakan sebuah gerakan bersama (amal jama’i; terutama tadrib militer dan jihad) sementara kaum muslimin saat itu tidak mempunyai khalifah, seperti kondisi umat Islam saat ini.
Kaum muslimin harus mengangkat salah seorang di antara mereka sebagai komandan jihad karena mereka tidak boleh beramal tanpa adanya seorang komandan. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah memberi mereka hak memimpin "hendaklah mereka mengangkat salah seorang sebagai pemimpin dengan sabda beliau shallallahu 'alaihi wasallam:
عَنْ أَبِي سَعِيْدِ الْخُدْرِي أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ قَالَ : إَذَا خَرَجَ ثَلاَثَةُ فِي سَفَرٍ فَلْيُؤَمِّرُوْا أَحَدَهُمْ
"Jika tiga orang keluar dalam suatu safar hendaklah mereka mengangkat salah satu menjadi amir." (HR. Abu Dawud dari Abu Sa'id al Khudri. Hadits ini dihasankan oelh Syaikh al Albani dalam al-Silsilah al dhaifah dan Misykah al-Mashabih, no. 3911 dari Maktabah Syamilah)
Imam Syaukani rahimahullah berkata, ”Jika disyariatkan mengangkat amir untuk tiga orang yang berada di tempat kosong (padang pasir) atau bersafar maka pensyariatannya untuk jumlah yang lebih besar yang menempati desa-desa dan kota-kota dan dibutuhkan untuk mencegah kezaliman dan menyelesaikan persengketaan lebih penting dan lebih wajib lagi. Karena itu hal ini menjadi dalil bagi yang berpendapat, 'wajib bagi kaum muslimin untuk menegakkan pemimpin, para wali, dan penguasa'.”
Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, ”Jika Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah mewajibkan pengangkatan amir untuk jama’ah (kelompok) yang paling sedikit dan perkumpulan yang paling singkat maka ini artinya menyamakan wajibnya mengangkat amir untuk perkumpulan yang lebih besar dari itu."
Pada perang Mu’tah, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengangkat tiga komandan jihad, yaitu Zaid bin Haritsah, Ja’far bin Abu Thalib, dan Abdullah bin Rawahah. Jika Zaid terbunuh, maka yang menggantikan adalah Ja’far. Jika Ja’far terbunuh, maka Abdullah menjadi penggantinya. Ketika ketiga komandan terbunuh, seluruh anggota pasukan sepakat mengangkat Khalid bin Walid sebagai komandan jihad, padahal Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam sebagai khalifah sama sekali tidak menunjuknya sebagai komandan keempat. Meski seluruh anggota pasukan tidak meminta persetujuan khalifah terlebih dahulu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam ridha dengan perbuatan mereka dan bahkan menggelari Khalid dengan gelar saifullah.
Imam Ibnu Hajar rahimahullah berkata, ”dalam hadits ini ada dalil kebolehan mengangkat komandan dalam sebuah pertempuran meski tanpa ta’mir (pengangkatan dari khalifah)."
Imam Al Thahawi mengatakan, ”hadits ini menjadi pokok landasan bahwa kaum muslimin harus mengangkat seorang di antara mereka sebagai pengganti imam (khalifah) jika imam (khalifah) tidak ada sampai imam hadir."
Ibnu Hajar rahimahullah berkata lagi,” Imam Ibnu Munir berkata, 'Disimpulkan dari hadits dalam bab ini bahwa orang yang ditunjuk memegang wilayah (kepemimpinan) sementara sulit untuk kembali (meminta persetujuan/ pengangkatan—pent) terlebih dahulu kepada imam (khalifah), maka kepimpinan orang tersebut kokoh secara syar’i dan secara hukum ia wajib ditaati.' Demikianlah perkataan beliau, dan tidak tersembunyi lagi bahwa hal ini bila seluruh yang hadir telah sepakat mengangkat orang tersebut.”
Ibnu Qudamah berkata, ”Jika imam tidak ada maka jihad tidak boleh ditunda karena maslahat jihad akan hilang dengan ditundanya jihad. Jika mendapat ghanimah maka orang yang mendapatkannya membaginya sesuai aturan syar’i. Al Qadhi berkata,”Pembagian budak perempuan diakhirkan sampai adanya imam sebagai tindakan kehati-hatian karena berhubungan dengan hak biologis.
Jika imam mengutus pasukan perang dan mengangkat seorang amir lalu ia terbunuh maka pasukan mengangkat salah seorang di antara mereka sebagai amir sebagaimana telah dilakukan para shahabat dalam perang Mu’tah ketika para amir yang diangkat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam terbunuh. Mereka mengangkat Khalid bin Walid sebagai amir, lalu berita itu sampai kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, lalu beliau meridhai hal itu dan membenarkan pendapat mereka, dan saat itu beliau menyebut Khalid sebagai saifullah."
Barangkali ada yang menyanggah hadits perang Mu’tah dan keterangan imam Al-Thahawi, Ibnu Qudamah, Ibnu Taimiyah, Ibnu Munir, Ibnu Hajar dan al Syaukani di atas dengan mengatakan bahwa pada perang Mu’tah masih ada khalifah, yaitu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam sementara umat Islam saat ini sama sekali tidak mempunyai khalifah.
Syubhat baru mereka ini juga sangat nampak sekali kebatilannya. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh shahabat Ubadah bin Shamit tentang ba’iat para shahabat kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, diterangkan:
وَ أَلَّا نُنَازِعَ الْأَمْرَ أَهْلَهُ إِلَّا أَنْ تَرَوْا كُفْرًا بَوَاحًا عِنْدَكُمْ مِنَ اللهِ فِيْهِ بُرْهَانٌ
"…dan agar kami tidak memberontak kecuali jika melihat kekafiran nyata yang menjadi alasan di sisi Allah."
Al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah berkata, ”sesungguhnya seorang penguasa harus dipecat menurut ijma’ jika ia telah kafir. Pada saat itu wajib atas setiap muslim melakukan hal itu (memecatnya). Barangsiapa mampu mengerjakannya ia mendapat pahala, sedang bagi yang berkompromi akan mendapatkan dosa. Bagi yang tidak mempunyai kekuatan wajib hijrah dari negeri tersebut."
Jika seorang khalifah telah kafir, maka kepemimpinannya gugur secara syar’i dan umat Islam wajib berjihad menjatuhkannya dan mengangkat khalifah yang baru berdasar ijma’ ulama, seperti yang disebutkan oleh Qadhi Iyadh, Imam Al-Nawawi dan Ibnu Hajar. Lantas apakah kita akan mengatakan kita tidak akan memberontak kepada khalifah yang kafir karena kita tidak mempunyai khalifah? Dari mana kita mempunyai khalifah kalau khalifahnya sendiri telah kafir dan kita berkewajiban melawannya? Ataukah kita harus menunggu sampai turun khalifah yang ghaib dan membiarkan kaum muslimin dalam fitnah kekafiran dan kerusakan?
Sedangkan hadits di atas sangat jelas dan tegas menyatakan wajibnya berjihad melawan khalifah yang telah kafir. Bagaimana kaum muslimin berjihad melawan khalifah yang kafir padahal mereka tidak mempunyai khalifah?
Jawabannya secara syar’i adalah apa yang dicontohkan oleh para shahabat pada perang Mu’tah dan disetujui bahkan dipuji oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, yaitu mengangkat salah seorang di antara mereka yang mempunyai kemampuan untuk memimpin jihad.
Sesungguhnya kondisi umat Islam tidak mempunyai khalifah bukan terjadi pada saat ini saja, namun sebelum inipun telah terjadi. Yang paling terkenal adalah masa kekosongan khalifah selama tiga tahun antara tahun 656 H (tahun terbunuhnya khalifah Al Musta'shim di Baghdad di tangan tentara Tartar) sampai tahun 659 H (diangkatnya khalifah Abbasiyah pertama di Mesir).
Meskipun tidak ada khalifah, kaum muslimin tetap menerjuni kancah jihad yang namanya paling harum sampai hari ini yaitu perang ‘Ainu Jaluth tahun 658 H melawan tentara Tartar. Jihad tetap mereka kerjakan tanpa kebingungan, ”Bagaimana kita harus berjihad padahal khslifah tidak ada?”
Sederet ulama besar masa itu hidup seperti sulthanul ulama’ Syaikh Izzudin bin Abdu Salam dan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Mereka mendukung sepenuhnya dengan fatwa dan keikutsertaan nyata di medan jihad. Bahkan komandan jihad umat Islam saat itu yaitu Saifudien Quthz mengangkat dirinya sendiri sebagai sultan Mesir dan ia memecat anak penguasa Mesir sebelumnya yang masih anak-anak. Seluruh qadhi dan ulama menyetujui dan membai'atnya, bahkan Imam Ibnu Katsir menyebut peristiwa ini sebagai nikmat Allah kepada kaum muslimin karena dengan izin Allah, Saifudin Quthz menghancurkan tentara Tartar. Bahkan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menyebut pasukan Islam yang berjihad melawan Tartar di Mesir dan Syam inilah, kelompok umat Islam yang paling berhak masuk dalam golongan Thaifah Manshurah. Beliau juga menyebut umat Islam yang tidak berjihad melawan tentara Tartar sebagai thaifah mukhadzilah (kelompok penggembos), sementara tentara Tartar sebagai thaifah mukhalifah (kelompok yang menyelisihi).
Yang mengherankan, syubhat ini disebarkan oleh orang-orang bahkan ulama yang menamakan dirinya Ahlu Sunah wal Jama’ah. Padahal Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah menyebutkan dalam hadits yang mutawatir tentang keberadaan thaifah manshurah yang senantiasa berjihad di atas kebenaran sampai hari kiamat, sementara di sisi lain Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam juga menyebutkan akan adanya zaman di mana kaum muslimin tidak mempunyai khalifah. Jelas sekali berdasar hadits mutawatir ini, bahwa jihad fi sabilillah akan senantiasa berjalan sampai hari kiamat nanti meski khalifah tidak ada. Saat itulah kaum muslimin akan mengangkat seorang di antara mereka sebagai pemimpin jihad sebagaimana dikerjakan para sahabat pada perang Mu’tah dan Saifudin Quthz pada perang ‘Ainu Jaluth. Bahkan tidak adanya khalifah merupakan salah satu faktor pendorong jihad untuk mengangkat seorang khalifah yang menegakkan dien dan mengatur dunia berdasar syari'at Islam. Jalan selamat yang diterangkan oleh hadits mutawatir adalah setiap muslim berjihad bersama thaifah manshurah. Bila tidak, ia akan termasuk thaifah mukhadzilah atau bahkan thaifah mukhalifah (kafir). Naudzu Billah. . .
Seberapapun banyaknya syubhat yang disebarkan oleh thaifah mukhadzilah dan seberapapun besarnya makar yang dilancarkan oleh thaifah mukhalifah, thaifah manshurah akan menang sampai hari kiamat nanti. Dengan demikian jelaslah bahwa adanya imam syar’i yaitu khalifah bukan merupakan syarat wajibnya jihad. Ada khalifah atau tidak ada khalifah, kewajiban jihad tetap wajib dilaksanakan. Jihad akan senantiasa ada dan wajib dilaksanakan sampai hari kiamat, baik dengan adanya khalifah maupun tanpa adanya khalifah.
Syaikh Abdul Akhir Hammad Al Ghunaimi mengatakan, ”Bahkan jihad tetap terlaksana meski kaum muslimin tidak mempunyai imam (khalifah), karena nash-nash syar’i telah memerintahkan jihad tanpa mensyaratkan adanya imam yang berkuasa, bukan seperti yang dikira oleh sebagian kaum kontemporer yang berpendapat demikian (wajib adanya khalifah baru jihad bisa dilaksanakan). Dalam kondisi seperti ini, kelompok yang berjihad harus memilih seorang amir yang shalih, mereka berperang di belakangnya.”
Terhadap para penggembos jihad yang menyebarkan syubhat tidak adanya jihad tanpa khalifah, Syaikh Abdurahman bin Hasan bin Muhammad bin Abdul Wahhab mengatakan:
“Dengan kitab (ayat Al-Qur’an) yang mana, atau dengan hujah yang mana (dikatakan) bahwa jihad itu tidak wajib kecuali bersama seorang imam (khalifah) yang diikuti?. Pensyaratan ini merupakan pengada-adaan dalam dien dan penyelewengan dari jalan kaum mukminin. Dalil-dalil yang membatalkan pensyaratan ini sangat terkenal untuk disebutkan. Di antaranya adalah keumuman perintah berjihad dan hasungan untuk berjihad serta ancaman meninggalkan jihad. Allah berfirman :
وَلَوْلَا دَفْعُ اللهِ النَّاسَ بَعْضَهُمْ بِبَعْضٍ لَفَسَدَتِ الْأَرْضُ
"Seandainya Allah tidak menolak (keganasan) sebahagian umat manusia dengan sebagian yang lain, pasti rusaklah bumi ini. Tetapi Allah mempunyai karunia (yang dicurahkan) atas semesta alam." (QS. Al Baqarah: 251)
وَلَوْلَا دَفْعُ اللهِ النَّاسَ بَعْضَهُمْ بِبَعْضٍ لَهُدِمَتْ صَوَامِعُ
"Dan sekiranya Allah tiada menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadat orang Yahudi dan masjid-masjid, yang di dalamnya banyak disebut nama Allah. Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa." (QS. Al Hajj: 41)
Setiap orang yang berjihad di jalan Alah berarti telah mentaati Allah dan melaksanakan hal yang difardhukan oleh Allah. Seorang imam tidak akan menjadi imam kecuali dengan jihad. Jadi bukan tidak ada jihad tanpa adanya imam. Yang benar adalah kebalikan yang kamu katakan hai laki-laki. Allah telah berfirman:
قُلْ إِنَّمَا أَعِظُكُمْ بِوَاحِدَةٍ أَنْ تَقُوْمُوْا للهِ مَثْنَى وَفُرَادَى
"Katakanlah: 'Sesungguhnya aku hendak memperingatkan kepadamu suatu hal saja, yaitu supaya kamu menghadap Allah (dengan ikhlas) berdua-dua atau sendiri-sendiri'." (QS. Saba': 46)
Allah juga berfirman:
وَمَنْ جَاهَدَ فَإِنَّمَا يُجَاهِدُ لِنَفْسِهِ
"Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami." (29:69)
Dalam hadits:
لَا تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِي
"Akan senantiasa ada sekelompok umatku…" Thaifah (sekelompok umat Islam yang berjihad di atas kebenaran) ini, al-hamdulillah, ada dan berkumpul di atas kebenaran, mereka berjihad di jalan Allah dan tidak takut celaan orang-orang yang mencela. Allah berfirman:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا مَن يَرْتَدَّ مِنكُمْ عَنْ دِينِهِ فَسَوْفَ يَأْتِي اللهُ بِقَوْمٍ يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَهُ أَذِلَّةٍ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ أَعِزَّةٍ عَلَى الْكَافِرِينَ يُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللهِ وَلاَ يَخَافُونَ لَوْمَةَ لآَئِمٍ ذَلِكَ فَضْلُ اللهِ يُؤْتِيهِ مَن يَشَآءُ وَاللهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
"Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mu’min, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya), lagi Maha Mengetahui." (QS. Al Maidah: 54) Maknanya Allah Maha Luas karunia dan pemberian-Nya, Maha Mengetahui siapa yang layak untuk berjihad.
Pengalaman-pengalaman dan dalil-dalil yang menunjukkan batilnya pernyataanmu sangat banyak sekali terdapat dalam Al-Qur’an, al-Sunah, sirah dan akhbar. Perkataan para ulama yang mengerti dalil-dalil dan atsar hampir tidak tersembunyi (karena begitu jelasnya-pent) atas diri orang yang bodoh sekalipun, jika ia mengetahui kisah shahabat Abu Bashir ketika ia berhijrah, lalu orang-orang Quraisy menuntut Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam untuk mengembalikan Abu Bashir kepada mereka berdasarkan syarat dalam perjanjian Hudaibiyah. Abu Bashir meloloskan diri dari mereka setelah membunuh dua orang musyrik yang datang untuk membawanya.
Ia kembali ke pantai ketika mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
وَيْلُ أُمِّهِ مُسْعِرُ حَرْبٍ لَوْ كَانَ مَعَهُ غَيْرُهُ
"Duhai ibunya, ia bisa menyalakan peperangan seandainya bersamanya ada orang lain."
Maka Abu Bashir menghadang kafilah-kafilah Quraisy yang datang dari Syam. Ia merampas dan membunuh. Ia indipenden memerangi mereka tanpa Rasulullah, karena mereka terlibat perjanjian gencatan senjata dengan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. –Beliau menceritakan kisahnya secara panjang lebar— Apakah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda kepada mereka (Abu Bashir dan kawan-kawan), "Kalian telah berbuat salah karena memerangi orang Quraisy tidak bersama imam?."
Subhanallah, alangkah besarnya bahaya kebodohan atas diri orang yang bodoh? Kami berlindung kepada Allah dari menentang kebenaran dengan kebodohan dan kebatilan. Allah berfirman:
شَرَعَ لَكُم مِّنَ الدِّينِ مَاوَصَّى بِهِ نُوحًا وَالَّذِي أَوْحَيْنَآ إِلَيْكَ
"Dia telah mensyari’atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu : Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya.” (QS. Al-Syuura: 13)
Adalah lucu meninggalkan jihad dengan alasan tidak ada imam syar’i karena imam syar’i tidak akan ada bila tidak diangkat. Imam syar’i bukanlah hujan yang turun dari langit, ia akan ada dengan usaha dari umat Islam. Karena itu, umat Islam yang mampu berjihad harus tetap berjihad dan mereka mengangkat salah seorang di antara mereka yang capable sebagai imam  yang mengatur dan memimpin mereka. Pemimpin yang dipilih hendaklah yang paling mampu, sebagaimana dikatakan oleh Syaikh Abdurahman bin Hasan bin Muhammad bin Abdul Wahhab:
"Setiap orang yang melawan musuh dan bersungguh-sungguh menahannya, maka ia telah berjihad, ini hal yang pasti. Setiap thaifah (kelompok) yang berbenturan dengan musuh-musuh Allah, mereka harus mempunyai pemimpin-pemimpin yang menjadi tepat kembali dan mengatur mereka. Sedang orang yang paling berhak memimpin adalah orang yang menegakkan dien, orang yang paling mampu kemudian orang yang kemampuannya di bawahnya, sebagaimana hal ini telah menjadi realita. Jika manusia mengikutinya, mereka bisa melaksanakan hal yang wajib, maka terjadilah saling menolong dalam kebajikan dan taqwa dan akan kuatlah urusan jihad. Adapun jika manusia tidak mengikutinya, maka mereka berdosa besar karena mereka menghinakan (menjadi sebab hinanya) Islam."
Adapun orang yang melaksanakannya (pemimpin kelompok jihad tadi), semakin sedikit pembantu dan penolongnya akan semakin besar pahala baginya sebagaimana ditunjukkan oleh Al-Kitab, al-Sunah dan ijma’.
Allah berfirman :
وَجَاهِدُوْا فِي اللهِ حَقَّ جِهَادِهِ
"Dan berjihadlah kamu di jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya." (QS. Al Hajj: 78].
وَالَّذِيْنَ جَاهَدُوْا فِيْنَا
"Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami." (QS. Al-Ankabut: 69)
أُذِنَ لِلَّذِيْنَ يُقَاتَلُوْنَ بِأَنَّهُمْ ظُلِمُوْا
"Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnaya mereka telah dianiaya." (Qs. Al Hajj: 39)
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا مَن يَرْتَدَّ مِنكُمْ عَنْ دِينِهِ
"Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya…" (QS. Al Maidah: 54)
فَاقْتُلُوْا الْمُشْرِكِيْنَ
"Maka bunuhlah orang-orang musyrik…" (QS. At Taubah: 5)
كَمْ مِنْ فِئَةٍ قَلِيلَةٍ غَلَبَتْ فِئَةً كَثِيرَةً بِإِذْنِ اللَّهِ وَاللَّهُ مَعَ الصَّابِرِينَ
"Berapa banyak kelompok yang sedikit mengalahkan kelompok yang banyak dengan idzin Allah dan allah bersama orang-orang yang sabar." (QS. Al Baqarah: 249)
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ حَرِّضِ الْمُؤْمِنِيْنَ عَلَى الْقِتَالِ
"Wahai nabi, kobarkanlah semangat kaum beriman untuk berperang." (QS. Al Anfal: 65)
كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِتَالُ
"Diwajibkan atas kalian berperang." (QS. Al Baqarah :216)
Tidak diragukan lagi, bahwa kewajiban jihad akan tetap ada sampai hari kiamat dan yang terkena kewajiban ini adalah kaum mukminin. Jika ada thaifah yang berkumpul an mempunyai kekuatan, kelompok ini wajib berjihad fi sabilillah sesuai kemampuannya. Sekali-kali kewajiban jihad tidak gugur dari kelompok tersebut, tidak juga gugur atas semua kelompok, berdasar ayat-ayat yang telah disebutkan, juga berdasar hadits "Akan senantiasa ada sekelompok umatku."
Maka dalam Al-kitab dan al-Sunah tidak ada dalil yang menunjukkan jihad itu gugur dalam suatu kondisi tertentu (seperti syubhat tidak ada khalifah—pent), atau jihad itu wajib satu pihak dan tidak wajib atas pihak yang lain, kecuali pengecualian yang disebutkan dalam surat al-Baraah. Perhatikanlah firman Allah:
وَلَيَنْصُرَنَّ اللهُ مَنْ يَنْصُرُهُ
"Dan Allah benar-benar akan menolong orang yang menolong (agama)-Nya.” (QS. Al Hajj: 40)
وَمَن يَتَوَلَّ اللهَ وَرَسُولَهُ وَالَّذِينَ ءَامَنُوا فَإِنَّ حِزْبَ اللهِ هُمُ الْغَالِبُونَ
"Dan barangsiapa mengambil Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman menjadi penolongnya, maka sesungguhnya pengikut (agama) Allah itulah yang pasti menang." (QS. Al Maidah :56)
Semua ayat ini menunjukkan makna umum tanpa pengkhususan, maka ke manakah perginya akal kalian dari Al-Qur’an ini? Engkau telah mengetahui dari penjelasan yang telah lewat bahwa khithab Allah mengenai setiap mukallaf baik yang terdahulu maupun orang yang belakangan, dan bahwasanya dalam Al-Qur’an ada khithab tentang sebagian syariat dengan lafal yang khusus namun maksudnya umum , seperti firman Allah Ta’ala:
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ جَاهِدِ الْكُفَّارَ وَ الْمُنَافِقِيْنَ
"Wahai nabi, berjihadlah memerangi orang-orang kafir dan munafiq." (QS. At Taubah: 73)
Penjelasan tentang hal ini telah lewat, Al hamdulillah, hal ini telah diketahui di kalangan ulama, bahkan di kalanagn setiap orang yang belajar ilmu dan hukum. Karena itu kami cukupkan dengan penjelasan ini saja. Wabillahi Taufiq.
(PurWD/voa-islam.com)
Dikutip dari: www.arrahmah.com dan http://annajahsolo.wordpress.com

20.4.10

Refleksi Jihad Aceh 2010 (Bagian III-Selesai)

Ini tulisan bagian III dari Refleksi Jihad Aceh 2010 yang dimuat di blog 'elhakimi' dan mendapatkan tanggapan dan respon yang sangat luar biasa. Semoga tulisan ini dapat mencerahkan ummat Islam akan kewajibannya menegakkan Islam dengan dakwah dan jihad sesuai dengan tuntunan Al Qur'an, As Sunnah, dan teladan salafus sholeh. Insya Allah! Merumuskan Peta Kontribusi Umat Islam
Mujahidin perlu merumuskan peta kontribusi umat yang dibutuhkan untuk menegakkan Islam, dalam rangka memastikan semua unsur umat bisa mengambil peran sesuai minat dan kemampuan. Karena dalam realita seperti Indonesia saat ini (2010), rasanya tak mungkin berimajinasi bahwa seluruh umat Islam mendukung jihad, apalagi ikut hadir di medan jihad.
Kecuali jika realitanya seperti Iraq atau Afghan, ketika musuh yang kafir dengan beringas menyerang umat Islam, maka diperlukan sebanyak mungkin kader umat yang harus datang ke medan jihad. Dalam situasi semacam ini, kontribusi yang paling dibutuhkan dan efektif bagi umat adalah memanggul senjata untuk mengusir penjajah yang kafir sesegera mungkin.
Peta kontribusi yang dimaksud, misalnya untuk menjawab pertanyaan seorang wartawan muslim, apa kontribusi yang bisa ia berikan untuk jihad dan menegakkan Islam jika tak terjun langsung ke medan laga? Juga pertanyaan serupa dari kalangan pedagang, guru, dokter, petani, sopir, pelaut, ahli IT, insinyur, dan segala macam pernik profesi dan keahlian manusia.
Apakah mengobarkan jihad di Indonesia bermakna menyeru mereka semua untuk meninggalkan profesi masing-masing, dan berbondong-bondong menuju medan jihad? Sekali lagi, untuk kasus negara sebesar Indonesia, dengan jumlah penduduk muslimnya saja lebih dari 200 juta, dan tak ada "pemantik" untuk menyalakan pertempuran, apakah itu pilihan yang bijak untuk tegaknya Islam di sini?
Ataukah ada toleransi dengan membiarkan mereka menekuni profesinya, tapi bisa berkontribusi untuk tegaknya Islam? Jika jawabannya ya, maka yang mereka butuhkan adalah sebuah peta kontribusi. Mereka masih bisa bekerja di bidangnya masing-masing, sambil "menabung" kontribusi dalam sebuah mata rantai yang berujung pada jihad fi sabilillah. Setahu saya, belum pernah dibuat blueprint (cetak biru) peta kontribusi yang mencakup seluruh aliran dan keahlian umat Islam, minimal di Indonesia.
Umat Islam Indonesia memiliki beberapa situs yang gencar menyuarakan tema dan berita jihad, semisal Arrahmah.com, Muslimdaily.net, Eramuslim.com dan lain-lain. Mujahidin tak perlu memprofokasi para admin situs-situs tersebut untuk meninggalkan posnya demi pergi ke bukit-bukit pertempuran. Sebab keberadaan pos-pos tersebut amat vital dalam mengedukasi umat tentang jihad dan mengadvokasi para mujahidin dari kasus-kasus yang menjerat mereka.
Demikian pula jika ada dokter, baik yang umum maupun spesialis. Keahlian mereka perlu dipelihara di tempat kerja mereka masing-masing, untuk suatu saat digunakan. Kader-kader umat yang menggeluti dunia teknik dan rekayasa, biarkan mereka berkembang di tempat kerja mereka masing-masing, karena jihad amat membutuhkan keahlian mereka pada saatnya nanti.
Bahkan lembaga-lembaga dakwah yang hidup di tengah umat dengan segenap ragam dan fokus perhatiannya juga perlu dipelihara. Misalnya ada lembaga yang fokus memberantas kemunkaran (FPI), menekuni pendidikan untuk anak-anak muslim (pesantren dan sekolahan), spesialis menghantam aliran sesat (LPPI), spesialis melawan Liberalisme dan Pluralisme (INSIST: Adian Husaini dkk), spesialis melawan Syiah, spesialis melawan Kristenisasi (FAKTA dll) dan semua elemen umat yang berperan menjaga rumah besar umat dari rongrongan tikus-tikus kemunkaran dan kesesatan.
Paradigma ini dilandasi pandangan bahwa jihad bukan obat segala penyakit. Jihad bukan seperti iklan sebuah produk minuman: apapun makanannya, minumannya teh botol sosro. Untuk melawan Syiah di Indonesia, tak bisa dengan mengancam mereka dengan senjata dari bukit-bukit jihad. Karena mereka menyusup dengan cerdik seperti bunglon di semua lini kehidupan di kota-kota dan desa-desa. Mereka punya aqidah bernama Taqiyah, yaitu keharusan berpenampilan layaknya musuh untuk mengalahkan musuh. Paling baik dan efektif membongkar kedok mereka adalah dengan al-kitab, bukan dengan as-saif.
Membongkar kebusukan mereka adalah melalui ilmu dan dakwah, bukan menantang mereka adu senjata karena wujud mereka pun sulit dikenali. Bukankah Islam ditegakkan dengan dua sarana; al-kitab al-hadiy dan as-saif an-nashir (Kitab yang berfungsi memberi petunjuk, dan pedang yang berfungsi menolong). Kitab melambangkan ilmu dan dakwah, sementara saif melambangkan jihad fi sabilillah. Tanpa perpaduan keduanya, perjalanan Islam akan pincang. Jika hanya menonjolkan kitab, akan dilecehkan musuh. Jika hanya menonjolkan saif, Islam akan tampak garang laksana preman, sehingga orang takut mendekat.
Wilayah Indonesia dengan jumlah muslimnya mayoritas ini yang terbaik adalah dijadikan obyek dakwah, belum lagi obyek jihad. Bukan sembarang dakwah, tapi dakwah yang mendukung perjalanan jihad. Umat dibimbing untuk bisa memahami, mengamalkan dan membela Islam dengan benar. Jika variasi keahlian dan profesi mereka dikelola dengan baik, kekuatan umat bisa digunakan untuk menagakkan Islam pada saatnya nanti bila momentumnya sudah tiba. Sayangnya, manusia kerap tak mampu menundukkan sifat aslinya; isti'jal (tergesa-gesa). Ingin menegakkan Islam laksana sulap. Atau minimal ingin mencapai hasil laksana preman; todongkan senjata, semua urusan akan selesai.
Teliti dalam Merekrut Kader Jihad
Jihad yang bermakna pertempuran di medan perang, harus memilih kader-kader terbaik yang memiliki tingkat keamanan yang tinggi. Sebab sudah berulang kali jihad bersenjata dikumandangkan di Indonesia, tapi selalu berujung pada penangkapan yang menyedihkan. Kita harus sangat teliti dan selektif dalam memilih kader yang siap berjihad dengan senjata, karena karakter jihad berbeda dengan karakter dakwah.
Tidak semua orang yang lisannya dengan manis mendukung jihad merupakan orang yang tepat untuk diajak berjihad ke medan tempur. Intelijen berkeliaran, yang banyak di antaranya berpenampilan sangat "salafi" dan sangat "jihadi". Amat sulit membedakan mana orang yang sungguh-sungguh lagi aman untuk diajak jihad dari kalangan yang justru akan merusak jihad.
Intelijen bekerja dengan sangat serius untuk menjegal barisan mujahidin. Tak bisa kita hanya mengandalkan kader jihad dengan melihat pada penampilan lahirnya, tapi kita harus benar-benar merasa aman dan sangat kenal dengan orang yang menjadi partner jihad kita. Hati-hati dengan kader jihad "karbitan", yaitu mereka yang hanya semangat jika berbincang soal jihad, tapi ogah-ogahan ketika diajak bicara soal bagaimana cara wudhu yang benar sesuai sunnah Nabi saw, soal kesucian (thaharah), dan soal najis. Mereka enggan dan tidak antusias bicara soal jilbab untuk istri dan anaknya, soal pilihan sekolah untuk anaknya, soal interior rumah yang islami, soal menangis karena takut kepada Allah, soal zuhud, soal wara' , soal usaha yang halal, soal riba, soal ittiba' kepada Rasulullah saw dan seterusnya.
Indonesia bukan tempat yang sedang berkecamuk konflik seperti Afghan,  Iraq, atau Somalia. Di wilayah konflik, tak diperlukan ketelitian yang terlalu ketat dalam merekrut kader jihad. Siapa pun yang punya cukup keberanian untuk datang ke medan tempur dan ingin berjihad bersama mujahidin, harus diterima dengan tangan terbuka.
Tapi untuk kasus seperti Indonesia, yang bukan negara konflik, kita tak bisa serta merta merasa aman bekerja dengan kader jihad "karbitan". Tidak semua yang menampakkan ketertarikan dengan tema jihad layak untuk diajak ke medan jihad.
Inilah karakter jihad. Berbeda dengan karakter dakwah, yang sangat open. Siapa pun bisa diajak bergabung dalam barisan dakwah. Siapa pun yang bertanya tentang Islam, kita wajib menjelaskan, tanpa boleh menolak. Bahkan jika yang meminta itu dari kalangan intelijen yang ingin menjebak seorang da'i. Siapa pun yang tertarik dengan dakwah dan menyebarkan Islam asalkan terlihat itikad baiknya, kita mesti mengapresiasinya.
Sementara dalam jihad, barisan mujahidin boleh (bahkan harus) menolak kaum munafiq untuk masuk dalam barisan jihad, jika ternyata ia akan justru merusak agenda jihad. Lihat Surat At-Taubah ayat 83. Tapi ketika Rasulullah saw berada di Madinah, beliau tetap tampak dekat dan akrab dengan kaum munafiq, karena kehidupan di Madinah bercorak dakwah. Alkisah menyebutkan, gembong munafiq zaman Nabi saw yang bernama Abdullah bin Ubay biasa shalat di belakang Nabi saw.
War, Bukan Battle (Perang, Bukan Tempur)
Jihad mestinya dimaknai sebagai peperangan semesta, bukan bentrokan sesaat. Kesalahan dalam mempersepsikan jihad akan melahirkan kekeliruan dalam merealisasikan jihad.
Dalam bahasa Inggris, ada istilah war dan ada istilah battle. War adalah peperangan panjang antara dua pihak. Sementara, battle adalah bentrokan sesaat antara dua kelompok yang bersenjata. Atau dengan kata lain, war (perang) merupakan serangkaian battle (tempur) yang dilakoni dua pihak yang saling berseteru.
Pertarungan antara umat Islam melawan kaum kafir dengan segenap anteknya merupakan pertempuran dan pertarungan panjang yang bersifat lintas generasi. Oleh karenanya lebih tepat disebut perang (war). Permusuhan yang melibatkan seluruh sisi kehidupan, segala jenis keahlian, dan semua ragam kehidupan manusia. Bahkan tanpa ada batas waktu.
Kedua belah pihak menggunakan segala daya kemampuan dan cara untuk mengalahkan lawannya. Ada adu kesabaran dalam mengintai. Ada adu cerdik dalam menjebak. Ada adu pintar dalam mengelabuhi. Ada adu kekuatan dalam benturan senjata. Ada adu kecanggihan teknologi. Ada adu kekuatan ekonomi. Ada adu ketangguhan mental. Ada adu soliditas barisan. Ada adu ketajaman membidik. Semua puncak ilmu dan kehebatan masing-masing diramu dan diracik sebaik mungkin untuk menghasilkan kemenangan.
Jihad fi sabilillah-oleh karenanya-lebih tepat diletakkan dalam makna war atau perang, bukan tempur atau battle. Jihad bukan semata bagaimana dapat memukul dan mengalahkan musuh dalam waktu singkat tapi tak mampu memelihara kemenangan itu. Jika ukurannya bisa memukul musuh di salah satu sesi tempur, bukan merupakan kemenangan jihad. Kemenangan jihad adalah bila mampu memenangkan pertempuran dan dapat memelihara kemenangan itu dengan tegaknya sebuah kekuasaan, karena tujuan utama jihad adalah menghilangkan hambatan dalam melaksanakan Islam dalam tataran negara.
Dengan demikian, jihad menghajatkan pula kemahiran berpolitik, selain membangun kekuatan ekonomi. Ada renungan menarik dari seorang tokoh jihad Afghan yang berasal dari Arab. Renungan ini ditampilkan oleh Hazim Al-Madani dalam bukunya Hakadza Nara al-Jihad.
Berikut catatan Hazim Al-Madani:
Hasil akhir semua rangkaian eksperimen jihad global umat Islam: kita cukup sukses dalam mencapai angka-angka keberhasilan secara militer (tempur), tapi pencapaian kita nol besar di bidang politik.  Saya ingat (kata Hazim Al-Madani), suatu hari seorang tokoh jihad Arab di Afghanistan berkata: "Kita asyik dengan pertarungan militer, sukses menempa jiwa ikhlas, dan berhasil menghidupkan kecintaan mati syahid. Tapi kita lalai memikirkan kekuasaan (politik), sebab kita tak sepenuh hati menggelutinya. Kita masih memandang bahwa politik adalah barang najis. Hasilnya, kita sukses mengubah arah angin kemenangan dengan pengorbanan yang mahal, hingga menjelang babak akhir saat kemenangan siap dipetik, musuh-musuh melepaskan tembakan "rahmat"  kepada kita - demikian kosa kata yang biasa mereka gunakan - untuk menjinakkan kita."
Saat itu banyak yang tak sependapat dengan refleksi ini, meski banyak pula yang sepakat. Tapi realita yang kemudian terjadi membuktikan kebenaran sinyaleman ini. Seluruh dunia mengusir eksistensi mujahidin Arab pasca perang melawan Rusia (saat itu Uni Soviet). Mujahidin yang pulang kampung 'diberi rahmat' (baca; ditangkap) oleh negeri mereka masing-masing. Demikian catatan Hazim Al-Madani.
Namun harus diingat, kalimat ini bukan dalam rangka menjustifikasi politik najis ala partai politik di Indonesia. Bukan politik kotor yang dipamerkan para penyembah dunia dengan cara mengaduk al-haqq dengan al-bathil, menyamarkan kebenaran atau mengurangi harga kebenaran. Tidak, sekali lagi tidak. Tapi yang dimaksud, politik yang kita baca dari cara Nabi saw mengelola urusan umat baik dalam masalah sosial, dakwah dan jihad di medan tempur. Politik yang bermakna mekanisme baku dalam menegakkan peradaban manusia. Jika kita melalaikan mekanisme baku yang berlaku secara global ini, kita hanya akan berputar tanpa ujung disebabkan kita tak mencontoh Nabi saw dan tidak menapaki sunnatullahnya: hukum alam sebab akibat.
Jihad bisa memakan waktu yang sangat lama, seperti Perang Salib yang berlangsung sekitar 200 tahun. Jihad Afghan saat sukses menaklukkan Uni Sovyet pada tahun 90-an menjadi pelajaran berharga buat kita. Ternyata setelah mujahidin ditolong oleh Allah sehingga mampu mengusir Uni Sovyet, mereka bertengkar sendiri dan Afghan menjadi sangat lemah dan letih dengan perseteruan internal. Alhamdulillah Allah menyelamatkan hasil jihad panjang puluhan tahun itu dengan munculnya Taliban, yang berhasil menyatukan barisan umat Islam Afghan dalam satu shaf, sebelum akhirnya dirusak kembali oleh Amerika dengan jargon "War on Terror"-nya pada tahun 2001.
Maka kita harus mengartikan jihad dengan makna perang (war) bukan pertempuran (battle). Dalam bahasa Arab juga dibedakan. Pertempuran atau battle disebut dengan qital, harb atau ma'rakah. Sedangkan perang digunakan istilah jihad. Itulah mengapa kita tak menemukan istilah dalam Al-Qur'an berupa rangkaian kata qital dengan amwal. Artinya tak ada pertempuran dengan harta. Rangkaian yang ada adalah kata jihad dengan amwal, yang artinya berjihad dengan harta. Terdapat 9 ayat yang berisi rangkaian kata jihad dengan amwal, sementara tak ada satupun ayat dengan rangkaian kata qital dengan amwal.
Ini artinya, jihad bukan semata tempur adu senjata di medan laga, karena jihad bisa dilakukan dengan harta. Kalau sekiranya jihad hanya bermakna tempur, tak ada istilah jihad dengan harta. Jihad adalah perang atau war yang bersifat semesta, meliputi seluruh elemen kehidupan manusia. Meliputi militer, politik dan ekonomi. Maka, pastikan seluruh umat Islam tahu peta kontribusi untuk jihad dalam rangka menegakkan Islam. Jangan sampai ada potensi umat Islam yang tercecer tak terrangkai dalam untaian jejaring kekuatan jihad global dalam rangka memenangkan Islam dan mengubur kesombongan kaum kafir dengan segenap anteknya.
Mujahidin Harus Menyatu dengan Umat
Mujahidin ibarat ikan, umat adalah airnya. Jika mujahidin meninggalkan umat, umatpun akan meninggalkan mujahidin. Keduanya saling membutuhkan secara berimbang. Oleh karenanya, hubungan mujahidin dengan umat mesti harmonis dan sinergis, bukan saling merendahkan bahkan saling melaknat.
Umat Islam butuh bimbingan untuk memahami Islam. Mereka perlu diberi pencerahan tentang bagaimana cara membela dan menegakkan Islam. Kontribusi mereka harus dihargai, bukan diremehkan.
Mujahidin perlu memberitahukan dengan jelas maksud perjuangannya, dengan memberi rasa aman terhadap umat Islam dari dampak yang mungkin timbul dari perjuangan tersebut. Memang dampak buruk duniawi tak bisa dipungkiri akan selalu menyertai dari setiap perjuangan.
Hazim Al-Madani, dalam bukunya hakadza nara al-jihad mengingatkan kita akan pentingnya masalah ini. Untuk sekedar diketahui, Hazim Al-Madani adalah salah seorang tokoh jihad Afghan dan punya kedekatan dengan lingkar dalam Al-Qaeda.
Berikut tulisannya:
"Saat ini, dunia internasional berkoalisi memerangi kita. Jika ada yang tidak ikut dalam koalisi ini, sejatinya bukan karena simpati kepada kita. Tapi lebih disebabkan keinginan untuk memperoleh bagian lebih besar dari ghanimah ini (kita semua adalah ghanimah bagi mereka). Meski realitanya demikian, mereka yang tidak masuk dalam koalisi internasional ini berpotensi untuk dijalin kemitraannya dengan kita. Tapi masalahnya, kita wajib mengutamakan mitra setia yang bersedia berkorban untuk kita, bukan mitra yang suatu saat akan mengkhianati kita. Dan singkat kata, mitra setia itu adalah umat Islam sendiri.
Aku tekankan poin ini dengan adanya bukti sejarah yang menguatkannya. Dengan bukti-bukti ini saya berharap putra-putra umat yang terlibat dalam kancah amal islami yakin bahwa umat mereka berdiri tegak di belakang mereka, membela mereka dan menebus pengorbanan mereka dengan apa saja yang mereka punya, tanpa pernah meninggalkan mereka berjibaku sendirian di medan pertarungan.
Afghanistan pasca hengkangnya Uni Soviet, saat dukungan pemerintah Arab dan Islam berhenti disebabkan intervensi Amerika, tatkala pemerintah-pemerintah itu tak lagi tertarik mendukung mujahidin untuk memetik buah kemenangannya. Siapakah yang mengulurkan bantuan sehingga muncul gerakan Taliban? Apakah pemerintah dan bala tentaranya itu yang membantu ataukah putra-putra umat ini? Bukankah individu-individu umat Islam yang menyisihkan sebagian penghasilannya untuk disumbangkan kepada mujahidin dengan suka rela?
Somalia, saat terjadi atraksi jihad menawan melawan koalisi internasional, siapakah yang mengulurkan bantuan kepada mujahidin sehingga tentara Amerika lari tunggang-langgang dari sana? Siapa yang melakukan atraksi jihad itu? Apakah pemerintah Somalia dengan bala tentaranya ataukah putra-putra umat Islam? Bukankah unsur umat Islam yang rela memangkas sebagian penghasilannya untuk disumbangkan kepada mujahidin dengan suka rela?
Bosnia, saat berkecamuk perang sipil yang mengerikan, siapakah yang mengulurkan bantuan untuk membela umat Islam yang menjadi korban pembantaian? Apakah pemerintah dan pasukannya ataukah umat Islam melalui putra-putra terbaiknya? Siapa yang mengulurkan bantuan ekonomi? Bukankah umat Islam yang dengan suka rela menyisihkan sebagian nafkahnya untuk disumbangkan dengan suka rela?
Chechnya, yang dua kali dihantam gelombang penyerbuan dari tentara Rusia, saat dunia sudah berada dalam genggaman hegemoni Amerika. Siapakah yang mendanai mujahidin dalam membela setiap jengkal tanah Cechnya? Apakah penguasa dan prajuritnya, ataukah umat Islam dengan segenap jiwa, raga dan hartanya?
Palestina, sepanjang untaian nestapa mereka, dan kisah heroik perlawanan Intifadhah. Semua ini menjadi contoh betapa pengorbanan sedang ditunaikan umat dan akan selalu ditunaikan.
Bahkan kita tidak tahu, apakah dukungan materi dari umat Islam itu sampai ke tangan mujahidin Palestina ataukah dirampok oleh para penguasa Arab. Di sini jelas, siapa yang berkorban dan siapa yang justru menghambat.
Yaman, siapa yang meledakkan kapal induk Amerika USS Cole hingga terkoyak. Jelas, bukan tentara Yaman, tapi unsur umat Islam.
Siapa yang menghantam New York dan Washington pada hari Selasa yang penuh berkah pada tahun 2001? Apakah para penguasa dan bala tentaranya, ataukah umat Islam? Mereka mempersembahkan putra-putra terbaiknya dan dengan sukarela membagi nafkahnya untuk jihad dan mujahidin.
Peta pertarungan telah terkunci mapan. Tapi bukan antara Barat dengan Timur, atau antara Utara dengan Selatan. Tapi antara blok kufur dengan blok iman. Ibarat dua sisi timbangan, sebelah diisi kaum kafir dengan segenap antek-antek dan perlengkapannya, dan sisi yang lain diisi mujahidin dan umat Islam dengan segenap dukungan dan perlengkapannya pula.
Jelaslah, umat Islam menempati satu papan pertarungan, sementara yang lain ditempati blok kafir dunia. Fakta ini dipahami dengan baik oleh Barat dan para penguasa dunia. Oleh karenanya, mereka selalu melakukan upaya sistematis untuk memisahkan kita (mujahidin) dengan umat Islam. Allah akan selalu menang, tapi banyak manusia yang tak meyakininya. Sesunggunya sandaran hakiki mujahidin setelah kepada Allah adalah kepada umat Islam yang selalu merindukan tegaknya undang-undang Al-Qur'an dalam kehidupan mereka hingga mereka bertemu Allah. Bukan bersandar kepada para penguasa dan aparat di negeri mayoritas muslim, karena rongga otak dan perut mereka sudah tersumbat oleh obsesi dunia dan politik yang berselera rendah.
Kewajiban mujahidin adalah menjadikan umat Islam dalam barisannya, tak boleh meninggalkan mereka sekejappun karena akan dimanfaatkan para penguasa dan hukum kufur. " (selesai, kutipan dari Hakadza Nara Al-Jihad).
Semoga kita bisa menghidupkan jihad di Indonesia dan memastikan Islam merdeka di sini. Amin.

17.4.10

Al Shabaab Rilis Video Perekrutan Anggota Anak-Anak

Refleksi Jihad Aceh 2010 (Bagian II)

Berikut lanjutan analisa yang dimuat di blog 'elhakimi' yang merupakan lanjutan tulisan sebelumnya. Semoga bermanfaat dan dapat menghilangkan keraguan ummat akan urgensi jihad, Insya Allah!
Sibuk Menyalahkan Musuh
Ketika umat Islam mendapat serangan dari musuh, masih banyak yang sibuk menyalahkan musuh. Amerika dijadikan sasaran caci maki. Amerika negara jahat, pemerintah SBY arogan dan sebagainya. Ini semua benar, tak ada yang salah dengan ungkapan ini.
Permasalahannya adalah, sikap ini membiasakan kita menutupi kelemahan dan kegagalan kita dengan mengkambing-hitamkan pihak lain. Menyalahkan musuh yang lebih pintar. Padahal kesalahan sejatinya terpulang pada kelemahan umat Islam sendiri.
Sebagai ilustrasi, kesebelasan Indonesia bertanding melawan kesebelasan Brazil. Jika kalah dalam pertandingan, Indonesia tak bisa menyalahkan Brazil. Karena memang satu-satunya tugas pemain Brazil saat bertanding adalah mengalahkan Indonesia, sebagaimana Indonesia obsesi tertingginya juga mengalahkan Brazil. Ketika kalah, setiap kesebelasan pasti sibuk membenahi skuadnya, bukan sibuk menyalahkan kecerdikan musuh atau menyalahkan wasit. Tindakan selalu menyalahkan musuh adalah kebodohan yang akan ditertawakan dunia. Sebuah kecengengan yang kanak-kanak.
Tapi sayang, banyak umat Islam yang selalu sibuk menyalahkan Densus 88, kepolisian dan pemerintah - siapapun presidennya. Para aparat itu digaji untuk membela ideologi Nasionalisme, Demokrasi dan hukum non syariat. Bagaimana mungkin kita berimajinasi bahwa mereka akan memberikan kasih sayang kepada para mujahidin yang 'digaji' oleh Allah untuk membela Tauhid, umat Islam dan hukum syariat. Kedua belah pihak memiliki ideologi yang bertolak belakang. Menang atau kalah terpulang sepenuhnya kepada mekanisme pertarungan, tanpa perlu merengek agar musuh melunakkan perlawanan. Kita hanya boleh menyibukkan diri meratapi kelemahan internal, mengevaluasi kesalahan, dan mengoreksi apapun yang keliru.
Mengapa umat Islam dengan mudah dijajah AS? Mengapa mujahidin yang semestinya kuat, bisa digulung dengan gampang oleh densus 88?
Paradigmanya harus dibalik. Bukan menyalahkan Densus 88, pemerintah SBY, Israel atau AS. Tapi menyalahkan diri sendiri; ada kesalahan apa sehingga mujahidin begitu mudah dihabisi? Ada kekeliruan strategi apa sehingga kalah? Ada kemunkaran apa? dan seterusnya.
Adapun menyalahkan Densus 88 sebagai sebuah strategi melemahkan Densus 88 di hadapan umat, ini bisa dibenarkan. Karena dengan melemahkan citra Densus 88 di mata umat Islam, dukungan terhadap Densus akan berkurang. Dengan begitu umat bisa diajak mendukung mujahidin, bukan mendukung densus 88.
Maka, dari sini mestinya umat Islam sibuk mengevaluasi apa yang dilakukan mujahidin Aceh. Disisir satu persatu. Sehingga kelak menjadi sekumpulan pelajaran yang berguna untuk bercermin. Jika ingin melakukan hal yang serupa, apa yang perlu diperbaiki.
Maka berhentilah menyalahkan musuh, tapi salahkan diri sendiri (diri umat Islam yang kita menjadi salah satunya).
Tolok Ukur Muhasabah: Keberlangsungan Jihad dan Kemenangan Islam
Kita sebelum melakukan muhasabah, mesti menyepakati tolok ukur yang akan digunakan. Sebab, kekeliruan memilih tolok ukur, menjadikan kekalahan dipandang sebagai kemenangan.
Misalnya, jika kita menggunakan mati syahid sebagai tolok ukur, maka jihad Aceh 2010 sudah cukup berhasil. Berhasil apa? Mempersembahkan syuhada! Karena faktanya, lumayan banyak yang gugur sebagai syuhada (kama nahsabuhu wala nuzakki 'alallah ahadan).
Jika tolok ukurnya adalah kemampuan membunuh musuh, jihad Aceh juga bisa dianggap cukup berhasil karena untuk pertama kali bisa membalik fakta: biasanya Densus 88 dan anteknya selalu dalam posisi membunuh, tapi bisa dibuat dalam posisi terbunuh. Dan jumlahnya juga fantastis ! Kompas menyebutnya 5 orang.
Jika tolok ukurnya penangkapan oleh Densus 88, jihad Aceh juga relatif "berhasil". Karena mempersembahkan kader-kader jihad dalam jumlah yang cukup banyak sebagai penghuni hotel Prodeo. Dan kisah penangkapannya juga relatif mudah.
Jika kemampuan meniru Al-Qaeda dalam style propagandanya, jihad Aceh juga cukup berhasil. Mereka bisa merekam propagandanya dengan latar yang indah; hutan rimba dan bukit-bukit yang lebat. Seruannya juga jelas; mengajak umat Islam untuk bergabung dengan mereka di hutan. Hanya sedikit ada perbedaan dengan Al-Qaeda, mereka melakukannya dengan cara melecehkan kegiatan dakwah dan sosial keumatan yang dilakukan anasir umat sendiri. Mereka menihilkan apapun kecuali jihad. POKOKNYA JIHAD !
Tampaknya Al-Qaeda menjadi inspirasi terpenting. Hal ini tak bisa dihindarkan, karena siapapun bicara jihad, tidak akan bisa mengabaikan fenomena Al-Qaeda yang kian mengglobal dengan makin meluasnya internet. Al-Qaeda menjadi model impian bagi semua aktifis yang terobsesi jihad. Mudah didapatkan di internet, pesan-pesannya sangat kuat dengan gaya "hitam-putih" dan membakar adrenalin kaum muda. Mereka tak perlu panjat tebing, cukup dengan duduk di depan internet, mereka sudah terbakar adrenalinnya.
Ini semua menurut penulis, bukanlah tolok ukur keberhasilan jihad Aceh. Meski secara umum kita harus mengapresiasi jihad yang mereka proklamasikan. Tak ada do'a kita untuk mereka kecuali semoga amal ibadah mereka diterima oleh Allah. Dan tak ada pilihan sikap bagi kita kecuali menjadi kader yang suatu saat nanti akan melanjutkan jihad mereka, tentu saja dengan tidak mengulangi "kesalahan" mereka setelah kita evaluasi. Tapi melanjutkan bukan bermakna harus di Aceh atau di wilayah Indonesia yang lain. Melanjutkan yang kami maksud adalah melanjutkan jihadnya, bukan melanjutkan keharusan Acehnya apalagi "kesalahan"nya. Artinya, kita harus menjadi mata rantai dan jejaring jihad umat Islam global, setelah mereka terlebih dahulu memastikan diri sebagai salah satu cincin dari rantai jihad global.
Maka tolok ukur keberhasilan harus kita sepakati sisi keberlangsungan jihadnya, dukungan umat Islam atasnya dan kemampuan melemahkan musuh hingga mengalahkannya. Jika jihad Aceh 2010 hanya dalam hitungan pekan berhasil digulung musuh, maknanya kita harus melakukan evaluasi, ada kesalahan apa. Jika umat Islam tidak mendukung dan terpanggil bergabung dalam kafilah jihad, berarti ada yang perlu kita perbaiki (next time better). Bila jihad Aceh 2010 tidak mampu melemahkan musuh apalagi mengalahkannya, maknanya ada yang perlu disiapkan lebih serius untuk mengalahkannya.
Memang benar, bahwa kita tidak dibebani oleh Allah dengan keharusan mengalahkan musuh, tapi tak bisa dipungkiri bahwa syariat jihad merupakan alat terbaik yang Allah sediakan bagi kita untuk mengalahkan musuh. Bila senjata terbaiknya saja tak mampu kita gunakan, lalu dengan cara apa lagi kita akan bisa mengalahkan musuh?
Teori dasarnya; JIHAD PASTI MENGHASILKAN KEMENANGAN jika DILAKUKAN DENGAN BENAR. Bila hasilnya kekalahan, maknanya kita harus dengan dada lapang berani mengevaluasinya. Bisa jadi eksperimen ini akan terjadi berulang, dan terus dilakukan evaluasi, untuk mencapai tujuan terbesar: menghasilkan kemenangan. Abu Mus'ab As-Sury mencontohkan, dengan menulis refleksi jihad Syria, lalu refleksi yang lebih luas dalam bukunya dakwah muqawamah. (Diterbitkan sebagian serinya oleh penerbit Jazera Solo dengan judul: Perjalanan Gerakan Jihad). Buku ini berisi refleksi jihad global, evaluasi kekurangan-kekurangannya dan bagaimana strategi ke depannya demi memastikan jihad menghasilkan kemenangan.
Jihad; tujuan atau sarana
Salah satu perdebatan sengit yang berkembang di tengah aktifis jihad, apakah jihad dipandang sebagai sarana untuk mencapai kemenangan ataukah tujuan dan terminal akhir dari serangkaian penghambaan kepada Allah? Meski perdebatan ini tak mencuat ke permukaan dalam bentuk silat lidah, tapi terrefleksikan dalam pilihan tindakan.
Mazhab sarana akan meletakkan jihad sejajar dengan semua ibadah yang lain. Setiap ibadah dibingkai oleh maqashid syariah yang sesuai dengan karakternya. Shalat dibingkai maksud hubungan kepatuhan vertikan secara ritual. Shaum dibingkai tujuan pengendalian hawa nafsu dan kejujuran pribadi kepada Allah. Zakat dibingkai tujuan kesetiakawanan sosial dalam hal harta, dan menghilangkan mental kikir. Nahi munkar dibingkai tujuan menghilangkan kemungkaran di tengah umat Islam. Sementara jihad dibingkai tujuan pengorbanan pribadi dalam membela Allah dan mengalahkan musuh Allah.
Jihad itu ibadah. Tapi dalam pelaksanaannya, tak semata dilandasi tujuan melaksanakan ibadah. Terdapat sejumlah syarat untuk melaksanakannya, ada aturan yang menyertainya. Tidak asal melaksanakan perintah Allah bernama jihad.
Hal ini serupa dengan ibadah nahi munkar. Tak asal nahi munkar. Jika nahi munkar diprediksi justru melahirkan kemunkaran lebih besar, nahi munkar tak boleh dilakukan. Bukan semata nahi munkar.
Para penganut mazhab sarana akan cenderung mempersiapkan jihad dengan melakukan dakwah, pembinaan keumatan, layanan sosial, pendidikan dan sebagainya. Mereka tak menihilkan peran dakwah sebagai alat lain dalam menegakkan Islam. Posisinya sejajar, karena hajat umat kepada dakwah tidak kalah besar dibanding hajat umat terhadap jihad. Keduanya dilakukan secara simultan, tidak ada yang dianak-tirikan. Paradigma ini yang semestinya digunakan dalam melihat ibadah bernama jihad.
Sementara penganut mazhab tujuan, tindakannya hanya terfokus pada pelaksanaan jihadnya sebagai sebuah fardhu 'ain. Mereka mengabaikan pernik persoalan yang bersifat menunjang keberlangsungan jihad. Mereka ingin semua orang Islam datang berduyun-duyun menyambut seruannya, pergi ke hutan dan gunung-gunung di Aceh dan bergabung dengan mereka. Mereka meninggalkan dakwahnya, pesantrennya, lembaga sosialnya, dan segala hal yang tidak ada potret "memegang senjata"nya.
Padahal jihad membutuhkan dukungan dakwah, dana, jurnalistik, pakar komunikasi, pakar teknologi, dan kepakaran lain. Memerlukan kesinambungan SDM yang akan memikul beban jihad ini. Bagaimana mungkin jihad akan berlanjut, jika mesin penyuplai mujahid harus ditinggalkan, seperti pesantren, madrasah, majlis taklim dan sejenisnya?
Kesan kuat yang muncul dari jihad Aceh adalah menjadikan jihad sebagai tujuan, bukan sarana untuk memperoleh kemenangan Islam. Ketika jihad menjadi tujuan, maka seorang mujahid akan mengabaikan pernik pendukung yang akan mempengaruhi kesuksesan jihad. Misalnya dakwah, dukungan masyarakat sekitar, dukungan media massa dan sebagainya.
Titik perhatiannya hanya bagaimana berjihad dan mengajak umat Islam untuk berjihad, meski ajakan itu menjadi sangat absurd (kabur) di mata umat Islam yang tidak mengerti apa-apa tentang wacana jihad. Mereka mendengar ajakan itu seperti angin lalu, karena tidak mengerti maksud ajakan itu.
Misalnya, jika ada yang menyambut seruan ini, mereka masih akan kesulitan menemui panitianya. Mereka bingung alamat sekretariatnya. Mereka belum tahu, apakah untuk gabung masih diperkukan adanya ujian masuk atau tidak? Mereka tidak tahu lokasi bukitnya. Mereka juga tak tahu, musuhnya siapa. Ini yang kami maksud absurd.
Jihad melawan Densus 88 di mata umat Islam merupakan sesuatu yang sulit dipahami. Mereka akan bilang, Islam lawan Islam. Wajar, karena mayoritas anggota Densus 88 pastilah beragama Islam, mengikut jumlah umat Islam yang mayoritas di negeri ini.
Problem ini membutuhkan dakwah. Lalu bagaimana jihad akan mendapat dukungan luas, jika dakwah dinihilkan? Dakwah dilecehkan sedemikian rupa dalam rilis mujahidin Aceh. Seolah mereka hidup di planet lain, dan hanya sibuk dengan dunianya sendiri. Dalam kedokteran, ini disebut penyakit autisme.
Bersambung...