Wasiat Terbaru Ustadz Abu Bakar Ba'asyir untuk Para Mujahid

8.3.10

Ketika Manusia Dijadikan Tuhan

 
                                                                Sebuah buku yang berisi  catatan dialog tauhid dengan Mujahid Ambon di “Sanggar Uzlah” (Lapas) Porong, Sidoarjo, Jatim. Ditulis oleh R. Widjojo Hartono, mantan wartawan Jawa Pos Radar Timur yang juga menghuni Lapas Porong dan diterbutkan oleh  Smile Communication.
Jihad Ambon
Tragedi Ambon, sedikitnya 18 mujahid dituduh sebagai teroris dalam kerusuhan yang terjadi sekitar tahun 1999-2004. Tiga diantara mereka dikenai hukuman seumur hidup. Mereka kini berkhalwat di Lapas Porong, ikhlas menanti pertolongan Allah hingga bisa kembali menghirup udara kebebasan.
Seluruh catatan dalam buku ini adalah penuturan dan pemikiran dilengkapi literatur dari berbagai sumber. Inspirasi buku ini terutama dari sosok Ustadz Abu Fida Azizah atau yang biasa dipanggil dengan nama Abugar. Abugar terpanggil dan memenuhi panggilan jihad begitu umat Islam di Ambon banyak yang dibunuh. Beliau berangkat dari Jakarta hingga menetap di Maluku bersama anak-istrinya. Ketika isu mengalirnya dana bantuan Amerika dan Australia ke Indonesia untuk penangkapan (pembersihan) teroris merebak, para mujahid Ambon pun tak luput dalam 'skenario' itu.
 Beberapa catatan dalam buku ini sangat tegas dan jelas mengungkapkan bagaimana manusia bisa atau dijadikan tuhan.
"...tidak ada satu pun manusia yang terang-terangan mengucapkan dengan lisannya bahwa di Tuhan. Namun, secara tidak langsung, sesungguhnya banyak manusia yang menyatakan bahwa dia adalah Tuhan. Contohnya adalah ketika seorang anggota legislatif..."
Diceritakan bahwa ada seorang Nasrani bernama Ady bin Hatim yang datang kepada Rasulullah SAW untuk masuk Islam. Ketika itu diliher Ady bin Hatim bergantung sebuah salib dari perak, lalu Rasulullah SAW memerintahkan untuk melepasnya. Kemudian Rasulullah SAW membacakan QS At Taubah ayat 31.
Ketika mendengar ayat 31 Surat At Taubah, Ady bin Hatim berkata, "Ya Rasulullah, sesungguhnya kami tidak menyembah mereka." Maka Rasulullah SAW berkata kepadanya: "Bukankah mereka menghalalkan apa yang Allah Haramkan, kemudian kalian menghalalkannya. Mereka mengharamkan apa yang Allah halakan, kemudian kalian mengharamkannya. Dia menjawab, "Ya benar." Maka beliau bersabda, "Itulah bentuk ibadah kepada mereka." (HR. At-Tirmidzi)
Imron Mawardi, Kandidat doktor Universitas Airlangga, mengomentari buku ini :
Buku ini adalah buah pemikiran orang yang menarik, terpidana 9 tahun UU Anti-Terorisme yang dulu menjadi "pejuang" Ambon. Sangat menarik memahami dan menyelami pemikiran seorang mujahid dan pahlawan di satu sudut pandang dan disebut pecundang di sudut pandang yang lain. Saya memang selalu menyebut tidak ada perbedaan antara pahlawan dan pecundang, terutama sekali dalam pergolakan dan pemikiran Islam.
Kurnia Effendi, Penulis memoir Hee Ah Lee : "The Four Finger Pianist.", mengatakan :
Ada sejumlah predikat yang secara paksa, oleh upaya orang lain, dientakkan dari dirinya dan luruh lenyap. Tetapi tentu ada yang tertinggal menetap bahkan kemudian menemukan afirmasinya secara ajaib ; yakni sebuah kemampuan untuk tetap tegak sebagai manusia yang tidak menyerah.
Sungguh benar jika dikatakan 'tauhid adalah pangkal segala kebaikan." (hal 71)
Barangsiapa membuat hukum yang telah ditetapkan oleh Allah, maka berarti dia sudah mengangkat dirinya sebagai Tuhan selain Allah." (hal 53)
Kemusyrikan adalah awal segala bencana. Karena itu, hendaklah kita menjaga diri dan keluarga kita dari perbuatan syirik dengan cara : Mempelajari ilmu tauhid engan benar. Mengetahui hakikat syirik dan macamnya. Menghati-hatikan diri dan keluarga kita dari perbuatan syirik. (hal 61)
Wallahu'alam bis showab!
(M Fachry/arrahmah.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

wdhr